Potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) semakin meningkat seiring fenomena perubahan iklim. Sebagai salah satu Langkah antisipasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkuat akurasi data maupun kecepatan penyajiannya.
“Perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan diperkirakan akan menyebabkan kebakaran hutan menjadi lebih sering dan hebat, dengan peningkatan ekstrim secara global sebesar 14% pada tahun 2030 dan 30% pada akhir tahun 2050, tentu saja akan menimbulkan banyak kerusakan jika hal ini tidak diantisipasi” ungkap Israr Albar Kasubdit Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) KLHK saat Bimbingan Teknis Perhitungan Luas Karhutla dari Citra Satelit. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Yogkarta tanggal 19-21 Juni 2024.
KLHK terus berupaya menyajikan data yang update, akurat dan mudah diakses oleh publik terutama data luas area bekas karhutla. Kini, KLHK dapat menyajikan data luas area bekas karhutla secara bulanan. Tentunya diperlukan SDM yang handal untuk mempercepat perilisan data indikatif luasan karhutla.
Data tersebut penting tersedia secara akurat dan cepat, agar Pemangku Kepentingan dapat memberikan solusi spesifik pengendalian karhutla sesuai karakteristik kawasan.
Selain itu, ketersediaan data series luas area bekas karhutla juga menjadi acuan untuk memperkuat anggaran pencegahan karhutla maupun anggaran dukungan pemadaman karhutla.
Untuk mendukung ketersediaan SDM yang handal, Direktorat PKHL melakukan serangkaian Bimtek Perhitungan Luas Karhutla diberbagai daerah yang rawan Karhutla. Bimtek sebelumnya telah diselenggarakan di Provinsi Riau, Sulawesi Selatan, Bali, dan Pontianak dengan total peserta 92 orang. Bimtek ini akan dilanjutkan pada provinsi rawan kebakaran lainnya.
Sejak tahun 2017 Direktorat PKHL secara continue telah menghitung luas karhutla di Indonesia berdasarkan interpretasi citra satelit berkolaborasi dengan Direktorat IPSDH, Direktorat IGRK, dan BRIN.
Harapannya melalui Bimtek Perhitungan Luas Karhutla, Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan UPT di tingkat provinsi dapat menghitung luas area bekas karhutla di wilayahnya masing-masing dengan supervisi dan validasi oleh Direktorat PKHL.
“Dukungan pendanaan BPDLH dalam Project RBP REDD+ GCF Output 2 ini diharapkan terus memperkuat kebijakan dan peran sektor kehutanan dalam mencapai target NDC, menuju FOLU-Net-sink 2030 dan Net-Zero Emission 2060. Adapun Bimtek Perhitungan Luas Bekas Area Karhutla diselenggarakan untuk meningkatkan kapasitas SDM teknis pada UPT tingkat provinsi dalam mengidentifikasi dan menghitung luas karhutla dari citra satelit. Sehingga akan mempercepat langkah penanganan karhutla, memperkuat upaya mitigasi serta pengurangan emisi karbon di tingkat tapak,” kata Damayanti Ratunanda Direktur Penyaluran Dana BPDLH dalam pembukaan Bimtek.
Sementara itu Muhtarom Bahrudin, staff DLHK Yogyakarta mengungkapkan manfaat dari kegiatan tersebut diantaranya adalah tentang pemanfaatan citra satelit. “Perhitungan luas area bekas karhutla menggunakan drone memakan waktu, tenaga dan biaya yang lumayan, kalo menggunakan citra satelit tidak perlu ke lokasi bekas karhutla jadi lebih efektif dan efisien,” tutur dia.
Mahmuddin Rahmadana, perwakilan peserta Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru menambahkan kegiatan bermanfaat guna meningkatkan kemampuan personil UPT untuk menghitung luas area bekas karhutla, mempermudah percepatan rilis data, penyusunan laporan, anggaran dan perencanaan penanganan area rawan karhutla.
Tak hanya itu, di tingkat tapak Direktorat PKHL juga membentuk MPA (Masyarakat Peduli Api). Pengendalian karhutla perlu peran aktif berbagai pihak, terutama masyarakat di tapak. Melalui dukungan pembiayaan Project RBP REDD+ GCF Output 2, Direktorat PKHL telah membentuk 3 MPA di Sukabumi, Bombana dan Banyuwangi, total keseluruhan anggota 120 orang.
“Kebakaran dan asap dapat menjadi bencana bagi kehidupan. Daerah Bombana khususnya pada TN Rawa Aopa Watumohai sering terjadi karhutla yang sangat merugikan bagi kami maupun lingkungan. Kami sangat bangga karena telah menjadi bagian dari Masyarakat Peduli Api (MPA). Kami siap menjaga kelestarian alam dan berharap karhutla dapat terkendali.” kata Komang Wulan Sari, anggota MPA Bombana. ***