Lavazza: Pecinta Kopi Eropa, Siap-siap Harga Makin Mahal

* Sayap Kanan Berpeluang Mengamandemen EUDR

Perubahan iklim, gangguan di jalur pelayaran serta aturan baru tentang anti deforestasi Uni Eropa menjadi trisula mematikan buat pecinta kopi di Eropa. Harga kopi siap-siap melambung tinggi, demikian peringatan raksasa produsen produk kopi Italia, Lavazza.

Harga berjangka kopi robusta di bursa London, yang jadi patokan harga global, sudah menembus harga 4.844 dolar AS/ton pada penutupan Selasa (9/7). Harga ini sudah melonjak 70% dibandingkan harga tahun lalu akibat buruknya hasil panen di negara produsen kopi robusta Asia Tenggara, terutama Vietnam dan Indonesia.

Namun, chairman Lavazza Group, Giuseppe Lavazza selaku pemilik kopi Lavazza menegaskan, harga kopi di gerai-gerai supermarket Inggris — yang tahun ini saja sudah naik 15% — bisa naik sekitar 10% lagi mulai dari sekarang sampai tahun depan.

“Harga kopi tidak akan turun, mereka akan tetap sangat tinggi,” paparnya di sela pertandingan tenis Wimbledon. “Rantai pasok kopi benar-benar mengalami tekanan sangat keras.”

Para penggiling kopi seperti Lavazza juga dipaksa untuk menaikkan harga jual dan mengurangi keuntungan akibat harga bahan baku yang melonjak tajam, kata Lavazza, yang merupakan pemilik generasi keempat raksasa kopi yang berpusat di Turin ini.

Menurutnya, industri kopi sudah terbiasa menghadapi fluktuasi harga yang lebih tinggi untuk biji kopi arabika — di mana bursa komoditi New York harga biji kopi arabika sudah mencetak level tertinggi sejak September 2020. Namun, tambahnya, kenaikan harga untuk varietas robusta yang lebih murah harganya benar-benar di luar perkiraan dan menyebabkan lebih banyak masalah buat industri kopi.

“Perubahan iklim telah berdampak terhadap produksi di sebagian besar negara Produsen kopi robusta di seluruh dunia, terutama di Vietnam dan Indonesia, sehingga mengurangi pasokan yang tersedia untuk varietas ini.”

Prakiraan cuaca menyebutkan bahwa panen mendatang kopi Vietnam bakal gagal menggantikan pasok biji kopi robusta yang menyusut. Varietas robusta digunakan untuk kopi espresso dan kopi instan.

Jika dulu perusahaan penggiling kopi harus membayar harga kopi robusta yang lebih mahal hanya selama beberapa bulan atau paling lama setahun, “dalam kasus sekarang ini kami harus menguras banyak dana untuk membeli kopi dalam jangka waktu sampai berbulan-bulan,” papar Lavazza, seperti dikutip The Financial Times.

Ketika pasok menurun dan harga melonjak, para hedge fund dan spekulan juga menyerbu pasar. Itu sebabnya, Lavazza menuding pelaku pasar di bursa berjangka menyebabkan harga makin melonjak terbang. “Spekulasi adalah salah satu faktor besarnya.”

Naiknya harga kopi di bursa berjangka sama artinya perusahaan penggilingan kopi harus merogoh kocek tambahan 800 juta dolar AS — setara dengan 2,5 EBIDTA — sejak 2022, katanya. EBIDTA adalah pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi, yang jadi ukuran keuntungan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

Tingginya ongkos angkut perkapalan juga ikut berkontribusi, tambahnya. Sejak Oktober, kata Lavazza, kapal-kapal dipaksa memutar dan mengambil rute yang lebih jauh dari Afrika untuk menghindari serangan para pejuang Houthi di Laut Merah. Kondisi ini menyulitkan perusahaan kopi yang mengandalkan pasok biji kopinya dari Asia dan Afrika timur, ujarnya.

Tahun 2023, perusahaan kopi Italia ini mencatat pendapatan bersih 68 juta poundsterling, turun dari 95 juta poundsterling pada 2022. Sementara nilai EBIDTA mereka juga turun dari 309 juta poundsterling ke 263 juta poundsterling pada periode yang sama, papar Lavazza.

Dia menambahkan, aturan baru Uni Eropa tentang anti-deforestasi, yakni UEDR, yang melarang kopi dan 6 komoditi lainnya masuk dan dijual di Uni Eropa jika dibudidayakan di lahan deforestasi, membuat harga kopi makin bertambah tinggi.

Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR) ini akan diberlakukan mulai tahun 2025 dan akan mewajibkan perusahaan makanan yang beroperasi di UE untuk memberikan titik geolokasi lahan yang jadi asal bahan baku ke-7 komoditi tersebut: kopi, kayu, CPO, daging sapi, kedele, karet dan kakao.

“Dalam bisnis kopi, hanya 20% petani yang siap untuk memenuhi aturan baru tersebut,” tandas Lavazza.

Dia memperingatkan bahwa para produsen penggilingan kopi UE akan dipaksa untuk mencari sumber bahan baku hampir seluruhnya dari Brasil. Alasannya, kata Lavazza, Brasil adalah satu-satunya negara yang siap melaksanakan aturan baru tersebut.

Hasil Pemilu Eropa belakangan ini, yang memaksa komposisi anggota parlemen Uni Eropa di Brussels lebih banyak dikuasai kubu sayap kanan, membuka peluang terjadinya amandemen EUDR, kata Lavazza. Jika tidak, sekitar 8 juta petani kopi “akan terputus dari peluang menjual kopi kepada Anda.” AI