KLHK Tegaskan Pengelolaan Hutan Indonesia untuk Kelestarian dan Kesejahteraan

Krisdianto

Implementasi pengelolaan hutan lestari di Indonesia bertujuan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan dan mencapai kesejahteraan masyarakat.

Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Krisdianto menjelaskan, pengelolaan hutan di Indonesia telah mengalami perkembangan.

“Prosesnya berjalan secara dinamis dengan tujuan utama untuk mendapat manfaat dan mempertahankan sumber daya alam. Hal ini untuk memastikan manfaat yang kita peroleh bisa terus diterima bagi generasi selanjutnya,” kata dia pada Diskusi Isu Sustainable Forest Management Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) secara virtual, Kamis, 30 Mei 2024.

Diskusi tersebut juga dihadiri oleh Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dewanthi.

IPEF merupakan economic framework yang inklusif yang melibatkan 14 Negara dengan tujuan mewujudkan Indo-Pasifik yang terbuka, bebas, aman, dan berketahanan. Kerja sama ini merupakan inisiatif Amerika Serikat yang diluncurkan Presiden Joe Biden pada 23 Mei 2022.

Menurut Krisdianto, luas kawasan hutan Indonesia mencapai 120,5 juta hektare atau mencapai 65% dari total luas daratan yang seluas 191,4 juta hektare.

Dia menjelaskan sesuai dengan Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) dilakukan rekonfigurasi pengelolaan hutan. Kini hutan dikelola sebagai satu unit ekosistem dengan pendekatan manajemen lanskap dengan memperhatikan keberlanjutan ekologi, diterima secara sosial, dan layak secara ekonomi.

Melalui pendekatan itu, pengelolaan hutan dilakukan setelah mendapat pertujuan lingkungan. Dari sisi sosial, dilakukan penguatan akses legal masyarakat terhadap hutan diantaranya dengan skema perhutanan sosial. Sementara untuk meningkatkan manfaat ekonomi hutan, dikembangkan model bisnis multi usaha kehutanan.

Menurut Krisdianto dengan multi usaha kehutanan, pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) akan didorong untuk memanfaatkan hasil hutan secara berkelanjutan bukan hanya kayu tetapi juga non kayu, ekowisata dan jasa lingkungan seperti penyerapan karbon.

Melalui multi usaha kehutanan produksi kayu juga akan didorong untuk meningkat dengan mengimplementasikan silvikultur intensif dan pemanenan rendah impak yang mengurangi gangguan pada hutan dan lebih sedikit emisi karbon (RIL-C).

Lebih lanjut Krisdianto menjelaskan bahwa penegakan hukum adalah bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan hutan lestari.

“Salah satu pendekatannya adalah dengan mengimplementasikan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) untuk memastikan setiap produk kayu Indonesia berasal dari sumber yang dikelola secara berkelanjutan,” katanya

Krisdianto menjelaskan SVLK dikembangkan dengan melibatkan multipihak berdasarkan regulasi nasional dan internasional. Untuk menjamin akuntabilitas dan kredibilitas maka proses verifikasi dilakukan oleh pihak ketiga dan diawasi oleh organisasi masyarakat sipil. ***