Landbanking Memiskinkan

Langkah Perum Perhutani siap membangun landbanking dalam proses pembangunan infrastruktur strategis seperti waduk dan bendungan dinilai tidak tepat. Langkah tersebut juga berpotensi memiskinkan karena petani bakal kehilangan lahan sumber mata pencahariannya.

Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan San Afri Awang menilai land banking Perhutani berpotensi terjadi penyelewengan. “Kalau kayu saja bisa hilang, tanah juga,” katanya.

Awang juga mengingatkan pembelian tanah rakyat untuk kompensasi lahan hutan malah bisa memiskinkan masyarakat. Kasus pembangunan Waduk Kuningan, adalah contoh nyata. Waduk dibangun dengan memanfaatkan sekitar 115 hektare kawasan hutan Perhutani.

“Ketika tanah rakyat dibeli untuk kompensasi, itu memiskinkan. Karena tanah mereka yang rata-rata hanya setengah hektare itu adalah satu-satunya sumber penghidupan mereka,” kata Awang.

Situasi ini ironis, sebab tujuan waduk dibangun sejatinya adalah untuk ikut mendongkak kesejahteraan masyarakat. Tapi mereka yang tanahnya dibeli untuk kompensasi malah tidak merasakan manfaatnya.

Belum lagi kenyataan bahwa sebagian besar lahan di desa-desa, terutama di Jawa Barat, umumnya adalah milik orang perkotaan. Masyarakat di pedesaan hanyalah penggarap. Ketika lahan dijual oleh pemiliknya, maka petani penggarap bakal makin terpuruk. “Akhirnya masyarakat menjadi buruh di kampung halamannya sendiri,” katanya.

Awang menyatakan, pembangunan infrastruktur ke depannya memang harus diikuti dengan pemberdayaan agar masyarakat setempat bisa mandiri. Awang pun menekankan agar semua pihak termasuk Perum Perhutani bisa mendukung kebijakan pemerintahan Joko Widodo –Jusuf Kalla tanpa syarat. Sugiharto