Lembaga Baru Pengelola Cadangan Pangan

Pemerintah sedang menyiapkan lembaga pengelola cadangan pangan strategis nasional, seiiring pembangunan food estate di Kalimantan Tengah. Rencananya, badan ini akan dipimpin atau dikelola oleh TNI. Lalu, kemana dan buat apa Perum Bulog?

Perum Bulog nampaknya makin terpinggirkan dalam pengelolaan pangan nasional. Setelah captive market penyaluran beras untuk keluarga sejahtera (Rastra) ditutup — karena diubah menjadi bantuan pangan non tunai (BPNT) — kini pemerintah nampaknya juga tidak akan melibatkan Bulog lebih jauh dalam urusan pangan. Pemerintah ternyata lebih suka membangun lembaga baru yang akan mengelola cadangan pangan strategis nasional, dan kemungkinan akan dipimpin atau dikelola militer.

Rencana itu dikemukakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (24/6/2020). Menurut Suharso, pembentukan badan cadangan pangan strategis nasional sudah bisa dimulai pada tahun depan. Pemerintah akan mencari tempat yang sesuai untuk menyimpan cadangan pangan.

Yang menarik, keterkaitan TNI dalam pengelolaan cadangan pangan strategis memang sudah digarap serius. Dalam rapat tentang Pembahasan dan Pengelolaan Kawasan Eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Provinsi Kalimantan Tengah sehari sebelumnya, Selasa (23/6/2020), Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan, kekuatan ketahanan pangan tidak kalah pentingnya dengan kekuatan senjata, terlebih dalam menghadapi situasi saat ini, seperti dampak dari pandemi COVID-19. “Untuk itu, Indonesia harus memiliki cadangan pangan yang memadai,” katanya.

Rencana pemerintah ini langsung menuai kritik. Pengamat ekonomi pertanian Husein Sawit menilai pembentukan lembaga baru sebagai pemborosan karena sangat mahal dan butuh tenaga profesional. “Bisa saja membentuk badan pengelola cadangan pangan strategis, tetapi biayanya sangat mahal. Bisa triliunan rupiah. Apalagi jika dikelola oleh orang yang tidak paham soal logistik,” ujar Husein Sawit saat dihubungi, Sabtu (4/7/2020).

Menurutnya, ketimbang membentuk lembaga baru kenapa pemerintah tidak memilih kebijakan penguatan tugas dan fungsi Perum Bulog ke depannya dalam menjaga stabilisasi harga dan pasokan pangan. “Perum Bulog sebaiknya diperkuat menjadi badan pelaksana saja. Dia tidak perlu mengurus soal keuangan dan bagaimana penyalurannya,” papar Husein. Dengan demikian, Bulog bisa lebih fokus dan maksimal menjalankan tugas dan fungsi yang ditetapkan pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. “Tidak seperti sekarang. Bulog harus berhadapan dengan sejumlah instansi, seperti DPR dan Kementerian lainnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” tuturnya. AI

Selengkapnya baca: Tabloid Agro Indonesia, Edisi No. 771 (7-13 Juli 2020)