Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc
Sesuai arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, budidaya laut atau dikenal dengan marikultur akan dikembangkan di lima pulau terdepan yakni Merauke, Simeuleu, Natuna, Saumlaki dan Tahuna.
Bos dua perusahaan besar, PT ASI Pujiastuti Marine Product yang bergerak di bisnis perikanan dan Susi Air yang merupakan maskapai sewa dengan 50 pesawat propeller ini berharap marikultur bisa berkembang dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di lima pulau tersebut.
Apalagi, data sementara produksi perikanan budidaya dari marikultur selama 2010-2014 menunjukkan adanya peningkatan sekitar 27,6 persen per tahun. Komoditas rumput laut, kakap dan kerapu adalah komoditas yang mendominasi.
Pusat Penelitan dan Pengembangan Perikanan Budidaya (P4B) pun kebagian tugas membuat profil total potensi sumberdaya perikanan tangkap dan budidaya di wilayah pengelolaan perikanan lima pulau terdepan itu.
Menurut Kepala P4B, Tri Heru Prihadi, nanti hasil kajian jajarannya, mulai dari jenis ikan apa saja yang potensial untuk dibudidayakan, teknologi yang bisa diadopsi dan berapa prosentase potensinya akan jadi rekomendasi.
“P4B akan mengembangkan potensi tersebut dan konektivitasnya. Sehingga, budidaya laut dapat dikembangkan di 5 pulau terdepan,” ujar Tri kelahiran Denpasar, 15 Mei 1963.
Tri pun mencontohkan budidaya ikan kerapu yang banyak dilakukan di Natuna. P4B akan mengkajinya, di samping rumput laut jenis Cottonii dan Gracilaria sp yang juga menjadi prioritas pengembangan jajarannya.
‘Kita coba identifikasi rumput laut dari alam yang bisa dikembangkan secara integrasi atau hanya single species. Misalnya, 1 lokasi KJA (Keramba Jaring Apung) saja atau dalam satu kawasan dikembangkan dua komoditas secara bersamaan. Bisa juga lebih, misalnya dengan abalone,” papar master akuakultur jebolan Auburn University, Amerika Serikat ini.
Untuk mengetahui seputar marikultur, berikut bincang-bincang Agro Indonesia dengan Doktor di Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, lulusan Institut Pertanian Bogor ini beberapa waktu yang lalu.
Sepertinya marikultur baru dibangunkan dari tidurnya. Kemana saja pemerintah selama ini?
Kita dukung kebijakan pemerintah sekarang yang tertekad mengembangkan pembangunan nasional berbasis kelautan dan perikanan. Karena kelautan mempunyai dampak positif dan perikanan memiliki prospek bisnis yang luar biasa.
Masalahnya, data yang komprehensip dan detil belum kita dapatkan dengan bagus. Kami sekarang ini coba dapatkan data itu. Kalau kita lakukan sendiri, tidak mungkin. Karena banyak keterbatasan orang, sarana dan prasarana. Dengan sinergitas, semua insitusi punya kelebihan. Satelitnya dan data spasialnya. Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) punya RPJM (rencana pembangunan jangka menengah). Kita harapkan dengan sinergitas pusat dengan pusat akan memudahkan. Kita satukan menjadi kuat.
Komitmen daerah jelas sangat dibutuhkan. Karena mereka pelakunya. Sumberdaya manusia, sumberdaya alam mereka yang punya. Kami hanya mendukung. Kami yang membuat tiangnya Tapi temboknya, yang melaksanakan mereka. Ini yang kita harapkan. Bukan hanya kita memberi saja, tapi mereka bisa menindaklanjutinya.
Misalnya marikultur yang akan kita laksanakan pada tahun 2015 baru ke arah membuat tiangnya dan kita bantu semuanya. Kalau pemeliharaan KJA, misalnya tidak mengikuti SOP (standard operating procedure) tidak akan berkembang. Makanya, komitmen daerah sangat diperlukan.
Pemerintah akan mengembangkan marikultur di pulau-pulau terluar. Seperti apa prospeknya?
Yang jelas, pemerintah sekarang peduli pulau-pulau terdepan yang dulu sering disebut pulau terluar. Umumnya, tingkat kesejahteraan masyarakatnya rendah. Marikultur, salah satu bisnis yang tepat untuk meningkatkan pendapatannya.
Pak Jokowi berharap nantinya berkembang 400.000 KJA. Bayangkan, 400.000 KJA. Ekspor kita akan meningkat dan pendapatan pembudidaya juga akan meningkat, seperti tertuang dalam cita-cita nasional pemerintah yang bisa menciptakan kesejahteraan dan kecerdasan masyarakat.
Sampai di mana tahapan pengembangan marikultur di lima pulau terdepan?
Kita coba menggali potensi data untuk pengembangan marikultur di lima pulau terdepan: Merauke, Simeuleu, Natuna, Saumlaki dan Tahuna yang dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
Dari hasil survey, kita akan tahu daya dukung dan komoditas yang cocok untuk dibudidayakan. Dari situ lah nanti akan dibangun atau direkomendasikan. Misalnya, perlunya KJA dan hatchery tertentu yang dikembangkan, berikut pakannya.
Secara umum, Saumlaki punya potensi kerapu dan ikan karang lainnya. Natuna potensinya kerapu. Simeuleu, lobster. Tahuna, kerapu. Merauke, sumberdaya alamnya bagus.
Kalau kita lakukan secara keroyokan, enam bulan bisa dikembangkan. Kaena itu kita menggandeng institusi lainnya untuk bersama-sama mengembangkan marikultur di lima pulau terdepan untuk tujuan pengembangan marikultur. Sehingga, tahun depan bisa diimplementasikan kegiatan marikultur, ditambah lagi dengan lima pulau lainnya yang potensial.
Seluruh dinas kelautan dan perikanan di lima pulau terdepan akan kita ajak diskusi agar komitmennya bisa diaplikasi. Agar ada komitmen dan dukungan, kita perlihatkan potensi wilayahnya.
Tahun ini kita undang dinas provinsi dan kabupaten di lima pulau terdepan. Supaya mereka langsung menindaklanjuti. Mereka buat program seperti apa. Kita baru buka pintu. Bagaimana kita mengisi kamarnya.
Marikultur Indonesia berkiblat ke negara mana?
Justru marikultur di kita ini jadi acuan orang luar. Kita punya Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol yang memiliki spesifikasi penelitian berupa kerapu, bandeng, abalone dan rumput laut. Tadinya Maros, selain udang, juga ada rumput laut.
Balitbang KP (Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan) kemudian membuat lokasi khusus pengembangan rumput laut atau Loka Rumput Laut di Gorontalo, karena kita termasuk produsen rumput laut terbesar dunia. Produksinya bisa meningkat hingga 5 kali dibandingkan dengan teknologi kultur jaringan. Bahkan di Bau-Bau produksinya meningkat sampai 7,5 kali lipat. Panennya pun hanya 30 hari. Padahal, biasanya 45 hari.
Sesuai dengan lahannya, disana ditanam rumput laut secara vertikal atau vertikultur karena arus bawahnya yang kencang. Teknologi yang dikembangkan di Gorontalo ini sudah advance dan bibitnya juga unggulan.
Fenny YL Budiman