Ingin mengetahui lebih dalam soal tanaman herbal? Jika ada waktu dan tidak ada lagi pandemi Covid-19, coba saja jalan-jalan ke Materia Medica Batu.
Pusat tanaman herbal tersebut didirikan tahun 1960 oleh R.M Santoso. Ia juga merupakan salah satu pendiri Hortus Medicus Tawangmangu yang sekarang menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) di Tawangmangu.
Awal berdirinya Materia Medica didasarkan atas hasil pengamatan R.M santoso terhadap tanaman obat di Indonesia yang tidak dapat dikoleksi pada satu daerah. Hal ini karena perbedaan daya adaptasi tanaman obat terhadap lingkungan maupun iklim.
Yopi Hermawan, kordinator lahan budidaya mengatakan, , tanaman obat koleksi Materia Medica Batu cukup banyak, sekitar 500 jenis tanaman obat. Ada yang tanaman berupa semak dan tanaman perdu yang sebagian memang untuk dipanen. Namun khusus untuk produksi dikembangkan di Kejayan Pasuruan.
“Tanaman obat karakternya beda-beda, ada yang cocok di dataran tinggi atau dataran rendah atau cocok sesuai dengan lahan,” katanya, Jumat (13/08/2021). Karena itu, jika cocok tumbuh di Kota Batu, maka akan dikembangkan dan difokuskan untuk edukasi. Saat ini memang masih perlu proses dan terus dikembangkan secara berkala.
Yopi mengatakan, jenis tanaman yang langka di lokasi Materia Medica Batu ini tidak ada. Sebab, kadang ada tanaman yang cocok di daerah lain, tapi ketika ditanam di sini justru mati. “Kalau ada tanaman yang kandungan yang baik, diteliti di sini, sehingga kebanyakan untuk edukasi,” katanya.
Yopi menjelaskan, saat ini pihaknya tengah memproses membuat kompos dari daun-daun kering untuk difermentasi. Nanti hasil komposnya dikembalikan lagi ke lahan.
Kendalanya menurutnya, kondisi lahan terbuka, sehingga jika ada satu tanaman terkena hama, maka bisa menyebabkan tanaman lain bisa tertular. “Bisa jadi karena kita menerapkan organik, masalahnya untuk hama belum ada orangnya” katanya.
Untuk media tanam secara umum hampir sama dengan tanaman lain, tanah, arang sekam dan pupuk kandang. Yopi berharap, ke depannya dengan lahan 2,1 ha dan pengembangan 1,8 ha di Kejayan Pasuruan, bisa lebih lengkap lagi tapi dengan kondisi tanaman yang lebih baik. Elsa Fifajanti