Memoles Primadona Desa Grenggeng

Sebagai wanawiyata widyakarya, KTH Margo Rahayu menjadi tempat pelatihan dan pemagangan pemanfaatan tanaman pandan

Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen punya primadona yang sejak lama menjadi harapan masyarakatnya. Primadona itu adalah tanaman pandan. Hasil hutan bukan kayu (HHBK), yang juga banyak ditanam warga di pekarangan rumah, diolah menjadi berbagai produk kerajinan anyaman.

Sejak tahun 1960-an, tanaman pandan diolah menjadi anyaman oleh warga Desa Grenggeng. Namun, semangat para pengrajin yang didominasi kaum perempuan itu terhadang oleh sistem perdagangan yang dikuasai pedagang. Para pengrajin yang telah menganyam pandan secara turun-temurun tak punya daya tawar.

Para pengrajin seperti dipaksa menjual dalam bentuk complong alias anyaman setengah jadi. Complong kemudian dijual dan diolah di daerah lain, sehingga nilai tambahnya ada di luar Desa Grenggeng. Kalaupun pengrajin di Desa Grenggeng membuat produk jadi seperti tas atau dompet, harga yang diberikan pedagang pengepul tak seberapa.

Kondisi itu membuat usaha anyaman pandan kehilangan pesonanya di mata warga Desa Grenggeng. Maklum, pendapatan yang diperoleh dari menganyam pandan tak seberapa. Dampaknya, jumlah pengrajin anyaman pandan terus menyusut. Kalaupun masih ada pengrajin anyaman pandan, umumnya sudah di atas setengah baya — kalau tak mau disebut tua — sementara kalangan generasi muda tak lagi berminat menganyam pandan.

Tanaman pandan di bawah tegakan pohon di Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen

Terbentuknya KTH

Situasinya mulai berubah dengan terbentuknya Kelompok Tani Hutan (KTH) Margo Rahayu di tahun 2015. Kegiatan penyuluhan kehutanan meningkatkan kapasitas SDM (sumber daya manusia) pengrajin anyaman pandan di Desa Grenggeng. Mereka tak lagi sekadar menghasilkan complong, tapi juga bisa memproduksi berbagai produk jadi. Mulai dari tas, dompet, tempat tisu, tempat pinsil, hingga baki.

Pola budidaya tanaman pandan juga diperbaiki hingga bisa menghasilkan pandan berkualitas baik, sekaligus tetap bisa mempertahankan kondisi lahan dari ancaman erosi. Teknik pemrosesan daun pandan juga ditingkatkan hingga pandan yang dihasilkan mudah dibentuk dan tahan lama.

Berkat kelembagaan yang kuat, anggota KTH Margo Rahayu juga berani menantang sistem perdagangan. Mereka tak lagi sekadar membuat produk anyaman, tapi juga berani memasarkan secara langsung kepada konsumen. Dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Kebumen semakin memperkuat anggota KTH Margo Rahayu untuk melakukan penetrasi pasar.

Usaha memoles primadona Desa Grenggeng secara perlahan menunjukan hasilnya. Pesona anyaman pandan mulai kembali.

Triyono, Penyuluh Kehutanan pendamping KTH Margo Rahayu menjelaskan, pendampingan yang diberikan tak sekadar budidaya agroforestry, tapi mulai dari pemanfaatan berbagai HHBK, penguatan kelembagaan, bahkan hingga pelibatan perempuan dalam setiap kegiatan KTH. “Tujuannya tentu saja demi pemberdayaan masyarakat dan kelestarian hutan,” kata Triyono, yang merupakan juara lomba Wana Lestari  tingkat Nasional tahun 2019.

Menurut Triyono, saat ini ada lebih dari 120 hektare (ha) tanaman pandan yang dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan anyaman. “Pemanfaatan pandan kemudian bergulir hingga terbentuk koperasi kelompok tani hutan. Koperasi menampung hasil usaha para pengrajin,” katanya.

Pola usaha yang bergulir membuat aktivitas KTH Margo Rahayu melibatkan hingga ratusan orang, meski jumlah resmi anggota hanya sebanyak 53 orang. Menurut Triyono, dengan wadah KTH Margo Rahayu, kegiatan menganyam dikembangkan dalam usaha pembuatan produk-produk kerajinan berbahan baku anyaman pandan.

Dia menjelaskan, usaha kerajinan tanaman pandan telah memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan pendapatan anggota KTH Margo Rahayu. Dari produksi complong, KTH Margo Rahayu bisa memperoleh pendapatan sebesar Rp22,5 juta/bulan. Hitungannya, rata-rata produksi complong sebanyak 2.650 lembar/bulan. Tiap lembar dihargai sebesar Rp15.000.

Pendapatan yang lebih besar tentu saja dari produk jadi. Dari tas saja, dalam sebulan KTH Margo Rahayu bisa memperoleh pendapatan senilai Rp54 juta dari penjualan rata-rata 400 buah tas dalam sebulan seharga Rp135.000/tas. Pendapatan KTH ditambah lagi dari penjualan produk lain, seperti tempat tisu, tempat pensil, dompet, baki, tempat minuman, dan lain-lain sesuai permintaan konsumen. Dari berbagai penjualan tersebut, omset rata-rata tiap anggota KTH Margo Rahayu bisa mencapai Rp2,1 juta/bulan.

Menurut Triyono, menerobos pasar menjadi kunci peningkatan usaha KTH Margo Rahayu. Salah satu yang dilakukan adalah dengan melibatkan pejabat-pejabat di Kabupaten Kebumen. Pemerintah Kabupaten Kebumen bahkan sampai mengeluarkan imbauan agar setiap aparatur sipil negara di sana membeli produk unggulan lokal senilai minimal Rp25.000 setiap bulannya.

“Kami sangat berterima kasih kepada para pejabat di Kabupaten Kebumen karena mau memanfaatkan produk hasil kerajinan yang dihasilkan masyarakat,” katanya.

Aktivitas pelatihan pembuatan anyaman pandan di KTH Margo Rahayu

Jadi Rujukan

Berkembangnya KTH Margo Rahayu menjadikannya sebagai rujukan bagi pengrajin lain. Pada tahun 2016 KTH Margo Rahayu ditetapkan statusnya sebagai lembaga pelatihan dan pemagangan usaha kehutanan swadaya (LP2UKS) wanawiyata widyakarya oleh Pusat Penyuluhan Kehutanan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “KTH Margo Rahayu menjadi tempat pelatihan bagi masyarakat untuk pengembangan pemanfaatan tanaman pandan dan hasil hutan bukan kayu lainnya,” kata Triyono.

Dengan dukungan sarana dan pra sarana dari BP2SDM KLHK, KTH Margo Rahayu kini sering dikunjungi berbagai pihak untuk memperoleh ilmu tentang pemanfaatan tanaman pandan. Mulai dari sesama pengrajin, intansi pemerintahan, hingga perguruan tinggi.

KTH Margo Rahayu juga sering diundang ke berbagai daerah di Indonesia untuk berbagi ilmu dan pengetahuannya.

Triyono menuturkan, beberapa obyek pembelajaran di Wanawiyata Widyakarya Margo Rahayu antara lain Budidaya tanaman pandan di bawah tegakan hutan rakyat; Pengenalan lingkungan tanaman pandan dan budaya menganyam; Pembuatan produk berbahan baku anyaman pandan; dan Seni dekorasi decoupage.

Sementara materi pemagangan bagi pengrajin lain mulai dari Penyusunan rencana usaha kelompok; Analisa usaha kelompok;       Pembuatan anyaman pandan (magas, meningirat, merebus, merendam, menjemur, besuti, dan menganyam); hingga Teknik Decoupage. AI