Keberadaan unit pelaksana teknis (UPT) eks Kementerian Kehutanan menjadi samar pasca Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.18/Menhut-II/2015. Ketentuan tersebut menghilangkan keberadaan UPT eks Kementerian Kehutanan secara kelembagaan. Padahal, masih ada peran pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan menggunakan keuangan negara yang dijalankan.
Hasil telaahan yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Juli 2015, juga mengungkapkan keberadaan UPT eks Kemenhut hilang seiring terbitnya Peraturan Menteri LHK No.18/Menhut-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian LHK. Telaahan itu juga dengan tegas menyatakan penggunaan anggaran negara oleh UPT tidak mempunyai dasar hukum.
Meski demikian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memastikan eksistensi unit pelaksana teknis (UPT) eks Kementerian Kehutanan. Keberadaan UPT eks Kemenhut dalam organisasi Kementerian LHK juga sudah ditegaskan dengan ditetapkannya Unit Eselon I yang membawahinya.
“Nggak ada masalah, dalam Perpres ada yang mengatur UPT tetap bisa berjalan,” kata Siti di Jakarta, Rabu (19/8/2015).
Perpres yang dimaksud Siti adalah Peraturan Presiden No.16 tahun 2015 tentang Kementerian LHK. Siti menekankan, UPT eks Kementerian Kehutanan kini menjadi bagian dari Kementerian LHK dan tetap menjalankan tugas dan fungsinya di lapangan. Penjelasan Siti tersebut sekaligus membantah hasil telaahan Inspektorat Jenderal Kementerian LHK.
Siti pun menjamin, penggunaan anggaran negara oleh UPT dalam menjalankan tugasnya tidak akan menemui masalah. “Ya nggak masalah. Di Perpres itu organisasi lama yang masih bisa sesuai masih bisa jalan,” katanya.
Dia menjelaskan, sebagai bagian dari penataan UPT di Kementerian LHK, sudah diterbitkan keputusan yang mempertegas unit eselon I apa saja yang membawahi masing-masing UPT. “Jadi, ada keputusan yang mempertegas lagi induk masing-masing UPT itu. Untuk UPT-nya sendiri berdasarkan Perpres lama tetap bisa jalan,” katanya.
Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono menambahkan, dalam pada Perpres No.16 tahun 2015, terdapat ketentuan peralihan yang menjadi payung hukum keberadaan UPT. “Jadi, di pasal 61 dan 62 Perpres No.16 tahun 2015 itu sudah jelas, UPT lama eks Kemenhut tetap ada,” katanya.
Pasal 61 Perpres No. 16 tahun 2015 menyatakan, ‘Pada saat Perpres ini mulai berlaku, semua ketentuan pelaksanaan dari Perpres No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Perpres No. 135 Tahun 2014 yang berkaitan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah dan/atau diganti dengan peraturan baru berdasarkan Perpres ini’.
Sementara Pasal 62 Perpres No.16 tahun 2015 menyatakan, ‘Pada saat Perpres ini mulai berlaku, seluruh jabatan yang ada beserta pejabat yang memangku jabatan di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dengan dibentuknya jabatan baru dan diangkat pejabat baru berdasarkan Perpres ini’.
Sudah ada
Ditanya perlunya persetujuan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam pembentukan UPT seperti diatur dalam Peraturan Menteri LHK No.18/Menhut-II/2015 dan Perpres No.16 tahun 2015, Bambang menjelaskan persetujuan itu baru diperlukan saat akan membentuk UPT baru. “Ini kan UPT yang sudah ada tinggal meneruskan, jadi sementara bisa langsung saja,” katanya.
Bambang menjelaskan, penataan kelembagaan Kementerian LHK dilakukan dengan sangat cermat. Pasca pembentukan Kementerian LHK, Menteri LHK menunjuk beberapa penanggung jawab program Kementerian LHK. Ini memastikan kegiatan dan program Kementerian LHK tidak berhenti.
Program-program tersebut kemudian terpayungi dalam Unit-unit Eselon I setelah Perpres No.16 tahun 2015 terbit. Prosesnya pararel dengan revisi APBN yang pertama dan kedua. “Kini seluruh formasi di Kementerian LHK sudah lengkap dan proses penggabungan terbukti berlangsung mulus,” kata Bambang.
Pasca revisi APBN, DIPA Kementerian Kehutanan dan DIPA Kementerian LH tak ada lagi, yang muncul adalah DIPA Kementerian LHK. Meski berstatus DIPA Kementerian LHK, Bambang meyakinkan UPT yang ada bisa memanfaatkan DPA tersebut untuk menjalankan program dan kegiatannya. Selain telah ada pengukuhan melalui SK Menteri LHK, Sekretariat jenderal Kementerian LHK juga telah mengirimkan surat edaran yang intinya seluruh UPT bisa menggunakan kelengkapan dokumen negara atas nama Kementerian LHK.
“Biro Umum sudah mengirimkan surat kepada seluruh UPT, bisa menggunakan kelengkapan dokumen seperti kop surat serta stempel kementerian LHK dalam administrasinya,” kata Bambang.
Dia memastikan, penataan kelembagaan pasti akan menyentuh UPT Kementerian LHK. Meski demikian, dia menyatakan pembentukan UPT bukanlah perkara mudah. Hal itu perlu didukung dengan kajian akademik. “Jadi, yang ada saat ini tetap jalan dulu agar program di lapangan tidak mandek,” kata Bambang.
Dari sisi penyerapan anggaran Kementerian LHK, keberadaan UPT juga sangat penting. Pasalnya 60%-70% anggaran Kementerian LHK yang sekitar Rp6,2 triliun tersebar pada UPT di berbagai daerah.
Menurut Bambang, pembentukan UPT baru juga akan memakan waktu juga mesti mendengar aspirasi dari pemerintah daerah. Dia menyatakan, terbitnya Undang-undang No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ikut mengubah peta komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah. Sugiharto
‘Ada Masalah, Kami Lempar ke Pusat’
Dalam ketidakpastian soal eksistensinya, sejumlah unit pelaksana teknis (UPT) eks Kementerian Kehutanan tetap beroperasi. Meski demikian, kantor pusat Kementerian LHK diharapkan bisa segera membereskan kelembagaan UPT.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Asahan-Barumun, Sumatera Utara Sofwan mengatakan, sejauh ini pihaknya tetap bekerja normal pasca pembentukan Kementerian LHK. “Kegiatan-kegiatan pengelolaan DAS tetap kami lakukan seperti biasa,” kata Sofwan yang dihubungi, Kamis (20/8/2015).
Menurut Sofwan, kegiatan yang dilakukan juga telah dipayungi dengan surat keputusan Menteri LHK tentang unit eselon I yang membawahi Balai Pengelolaan DAS. Mengacu ketentuan tersebut, Balai Pengelolaan DAS berada di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung serta Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.
Sofwan juga menjelaskan, meski dalam Peraturan Menteri LHK No.18/MenLHK-II/2015 belum mengatur soal UPT, namun pihaknya sejauh ini tidak kesulitan dalam mencairkan anggaran. Dia menduga, hal itu dikarenakan ada komunikasi yang terjalin antara Kementerian LHK dan Kementerian Keuangan terkait hal itu.
Terkait pencairan anggaran, Sofwan mengungkapkan, saat ini pihaknya memang belum banyak memanfaatkan anggaran yang dialokasikan karena kegiatan di BPDAS Asahan-Barumun umumnya adalah penghijauan, yang berarti menunggu akhir tahun saat musim tanam. Pencairan anggaran juga kebanyakan tidak dilakukan oleh BPDAS Asahan Barumun, karena kegiatan penanaman dilakukan lewat kerjasama dengan pihak ketiga secara kerjasama. “Jadi, uangnya langsung ditransfer ke rekening mereka,” katanya.
Untuk tahun ini, BPDAS Asahan barumun mendapat alokasi anggaran sebesar Rp19 Miliar.
Sementara itu Kepala Balai Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTS) Jawa Timur, Ayu Dewi Utari menyatakan, pencairan anggaran untuk pelaksanan program dan kegiatan tidak menemui hambatan. Pihak kantor Pelayanan Perbendaharan Negara (KPPN) bisa menerima dokumen permohonan pencaira anggaran yang diajukan pihaknya.
Saat mengajukan pencairan anggaran, Balai Taman Nasional menggunakan kelengkapan dokumen Kementerian LHK. Ini mengacu edaran dari kantor pusat Kementerian LHK. “DIPA-nya kan memang untuk kegiatan kami di lapangan,” kata dia.
Ayu mengakui, banyak kebingungan soal eksistensi UPT. Meski demikian, pihaknya tetap melaksanakan apa yang digariskan kantor pusat kementerian LHK. “Kalau nanti ada masalah karena UPT dinilai ilegal, ya kami lempar ke atasan di kantor pusat. Kami kan hanya pelaksana,” katanya. Sugiharto