Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH) melakukan penyulingan perdana minyak kayu putih di petak 93 dan 95 Playen Gunungkidul Yogyakarta, Selasa (3/12/2019).
Tanaman kayu putih yang disuling dipanen dari kebun yang ditanam menggunakan benih unngul hasil inovasi pemuliaan BBPPBPTH pada lahan seluas 10 hektare (ha). Selain dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pengembangan tanaman kayu putih itu juga mendapat dukungan dari program insentif inovasi industri Kemenristek-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kegiatan penyulingan perdana ini dihadiri seluruh stakeholder yaitu dari kelompok tani, peneliti, birokrat dan pengusaha. Dengan kehadiran stakehoder diharapkan bisa memenuhi target produksi minyak kayu putih yang baru tercapai kurang lebih 600 ton per tahun.
”Kebutuhan bahan baku minyak untuk industri kemasan minyak kayu putih dalam negeri cukup besar yaitu mencapai ±3.500 ton setiap tahun dan belum mampu dipenuhi oleh produksi minyak dalam negeri yang hanya mencapai ±600 ton per tahun,” kata Kepala BBPPBPTH, Nur Sumedi
Saat ini kekurangan bahan baku selanjutnya masih dipenuhi melalui impor minyak substitusi dari tanaman Ekaliptus. Padahal, tanaman kayuputih dengan nama botani Melaleuca cajuput ini merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh secara alami.
“Tanaman kayu putih adalah tanaman asli Indonesia tumbuh di kepulauan Indonesia dan minyak kayu putih memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kalau bisa mandiri mencukupi kebutuhan kayu putih, Indonesia bisa menghemat sekitar Rp700 miliar, kita bukan yang mengimpor, tapi kita justru yang harus ekspor ke sana. Potensinya besar,” kata Nur
Dia menyatakan BBPPBPTH akan terus mengembangkan produk pemuliaan tanaman melalui benih unggul tanaman kayu putih dan mendorong penanaman kebun kayu putih yang produktif untuk meningkatkan produksi minyak kayu putih dalam negeri.
Kegiatan pemuliaan tanaman kayu putih oleh BBPPBPTH telah dilaksanakan selama kurun waktu lebih dari 20 tahun sejak tahun 1995 dan merupakan program pemuliaan tanaman kayu putih yang pertama dan terbesar di Indonesia dengan fokus keunggulan pada kandungan CINEOLE 1,8 mencapai diatas 65%, dan rendemen minyak kayu putih di atas 1,2% atau meningkat di atas 150%
“Dengan kerja keras seperti itu, kita optimis 2024 bisa swasembada minyak kayu puyih. Hari ini penyulingan perdana, kita coba setelah ini bisa dorrong 2024 swasembada kayu putih Bekerja secara serius bukan hanya dari kalangan scienties tapi juga dari pemangku kebijakan, para pengusaha dan peneliti, petani dan kelompok tani. Dengan demikian kayu putih bisa jadi andalan salah satu komoditas yang strategis,” papar Nur
Ke depan setelah target swasembada kayu putih pada 2024 tercapai, Indonesia bahkan ingin meraih pasar ekspor minyak kayu putih. Sebagaimana diketahui, komoditas minyak kayu putih bukan hanya untuk obat saja, namun dapat dijadikan bahan dalam industri pangan, kosmetik, dan lain-lain.
Dalam momen yang sama Direktur Inovasi Kemenristek- BRIN Santosa Yudo Warsono menyatakan budidaya kayu putih memiliki peluang yang besar. Tidak ada alasan lagi bagi Indonesia, untuk segera mandiri kayu putih. “Lahan 1 hektar bisa menghasilkan Rp50 juta dalam sekali periode panen,” katanya.
Lebih jauh Santosa menyatakan, pihaknya mendorong peningkatan budidaya skala ekonomi di berbagai wilayah melalui kemitraan dengan masyarakat dan kelompok tani. “Mulai dari kegiatan penanaman kebun kayu putih sampai pada proses penyulingan minyak dan pemasarannya yang dikemas dalam model kemitraan usaha Inti-Plasma,” katanya.
Mendapat dukungan program insentif inovasi industri dari Kemenristek-BRIN, BBPPBPTH juga membangun kemitraan kebun plasma kayu putih di beberapa lokasi lain, yaitu di Biak-Papua, Pekanbaru, Lampung dan Madura. Jumlah kebun plasma kayu putih nampaknya akan terus bertambah seiring naiknya minat masyarakat dan peluang pasar yang besar.
“Jangan berhenti di sini kalau bisa kita naikkan skalanya. 5 tahun kedepan. Kita rencanakan, tercipta jaringan. Ada SOP yang sama, sehingga yakin bahwa disini bisa diprediksi hasilnya. Kita bisa belajar dari itu, Kelompok tani bisa saling belajar, yang ada di Madura, Pekanbaru, Lampung, standarnya sama. SOP nya sama,” papar Santosa.
Sementara itu Direktur Utama PT Eagle Indo Pharma Edi Tjagito mengajak semua pihak bekerja sama untuk meningkatkan produksi minyak kayu putih. “Ini potensinya besar. Jika dipelihara 18 bulan maksimal 24 bulan, sudah besar mapan pohonnya, dan bisa dipanen, pohonnya akan memelihara kita 30-40 tahun. Tanaman ini tidak rewel, cari bibit yang betul, cara yang betul, dan harus konsinten. Jaga kemurniannya. Minyak atsiri banyak yang dicampur. Karena mahal minyaknya, dicampur minyak tanah, minyak goreng atau yang lainnya. Saya ingatkan, saya pesan, jangan lakukan. Karena akan menghilangkan kepercayaan. Apalagi kalau mau export. Karena pasti dengan mudah akan diketahui. Harus dijaga kemurniannya.”
Hasil panen kelompok tani, akan langsung diserap oleh PT Eagle Indo Pharma atau yang lebih populer dikenal dengan Caplang. Dengan begitu petani bisa langsung memetik hasilnya.
Anna Zulfiyah