Pemerintah menelan kekalahan beruntun terkait kebijakan Penggantian Nilai Tegakan (PNT). Setelah tahun 2012 dan 2013, Mahkamah Agung (MA) kembali mengabulkan uji materiil yang dimohon Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) untuk membatalkan penerapan Penggantian Nilai Tegakan (PNT). Konsekuensinya, pemerintah harus mengembalikan uang pembayaran PNT pengusaha tahun 2015 sekitar Rp523,3 miliar.
Inilah keputusan MA atas uji materiil yang diajukan APHI terhadap aturan PNT, yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2014 tentang jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kehutanan. Berdasarkan keputusan yang dibacakan tanggal 29 Mei 2015 itu, aturan mengenai PNT dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak berlaku.
Ganti rugi tegakan atau PNT adalah upaya pemerintah memaksimalkan kontribusi atas lahan negara yang dimanfaatkan pengusaha. PNT ini diambil dari pohon yang dibabat habis saat pembukaan lahan untuk hutan tanaman industri (HTI), kebun ataupun tambang dalam bentuk izin pemanfaatan kayu (IPK). Pemanfaatan ini dinilai mengubah bentang lahan. “Kalau diperhitungkan kerugian lingkungan yang diderita masyarakat akibat bentang lahan diubah, sesungguhnya PNT itu tidak seberapa,” kata Direktur Iuran dan Peredaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Awriya Ibrahim.
Namun, pembatalan PNT ini bukan yang pertama. Sebelumnya, APHI juga mengajukan uji materiil tentang PNT dari IPK yang diperoleh dari penyiapan lahan pembangunan HTI. Permohonan ini dikabulkan MA pada 9 Februari 2012, sehingga IPK hasil land clearing HTI tak lagi dikenakan PNT. Belakangan, pengusaha perkebunan melalui Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga mengajukan uji materiil untuk hal yang sama. Lagi-lagi, MA mengabulkan permohonan itu pada 18 November 2013, sehingga PNT dibebaskan pada areal HGU perkebunan.
Yang jadi soal, sepanjang tahun 2015 masih ada komponen PNT dalam PNBP lingkup LHK. Dari total realisasi PNBP hasil hutan kayu 2015 sebesar Rp3,62 triliun, setoran PNT mencapai Rp523,3 miliar. Sejak putusan MA dibuat tanggal 29 Mei 2015, pemerintah masih mengutip, meski payung hukumnya sudah batal. Direktur Eksekutif APHI, Purwadi Soeprihanto pun berharap ada pengembalian dana yang telah dibayar. “Kalau sulit dalam bentuk cash, kami berharap setoran yang sudah dibayar bisa dihitung untuk pembayaran DR atau PSDH di masa mendatang,” katanya.
Bagaimana sikap pemerintah? Awriya Ibrahim menyatakan akan mengembalikan setoran tersebut. Hanya saja, “keputusan pencairannya tergantung Kementerian Keuangan,” ujarnya. Soal besarannya kemungkinan tidak Rp523,3 miliar karena Awriya menganggap tagihan PNT selama berlakunya PP 12/2014 sampai keluar putusan MA No. 12P/Hum/2015 tetap harus dibayar. “PNT ini seperti anak yang dilahirkan, tapi kemudian perkawinannya dibatalkan. Kan tidak mungkin anaknya dimasukan kembali ke dalam perut,” kata Awriya. AI