Pemilu 2024, Transtoto: Rimbawan Jangan Takut Berpolitik

 

Tahun 2023 menandai munculnya dan mulai diapreasinya rimbawan berpolitik. Peristiwa kekisruhan kebijakan KHDPK (Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus) telah membelah pemahaman rimbawan baik secara terbuka ataupun sembunyi-sembunyi.

Birokrat kehutanan yang bias karena jabatan, seakan kehilangan patriotismenya, Sedangkan rimbawan akademisi ikut terbawa suasana politis tanpa suara, menyebabkan kerusakan hutan semakin membuat bencana dan pertikaian sosial.

Idealisme kebijakan pemerintah yang baik yang selayaknya patut didukung terlalu dilakukan tergesa-gesa. Berbagai alasan dicari, diilmiahkan, demi kepentingan politik kekuasaan.

Bencana lingkungan diabaikan, salah satu yang terakhir banjir besar Gubug, Kabupaten Grobogan (awal Februari 2024) yang sempat memutuskan jalur rel Kereta Api Surabaya- Cepu-Jakarta.

Rimbawan tidak pasrah. Pemilu tanggal 14 Februari 2024 ini memberikan harapan baru agar ada rimbawan yang duduk di Parlemen yang dengan berani memperbaiki kebijakan pengelolaan.

“Rakyat jangan menderita akibat hutan yang salah urus. Rimbawan seharusnya mau berpolitik untuk membuat aturan, menganggarkan biaya reboisasi serta ikut mengawasi keselamatan lingkungan hidup yang sangat vital itu,” kata Dr. Transtoto Handadhari, rimbawan senior KAGAMA yang telah memelopori menjadi Caleg DPR-RI di Dapil “Kerajaan Hutan” Wilayah Blora Raya yang sudah berkurang hutannya itu.

“Sangat disayangkan hutan jati yang rimbun banyak yang sudah menjadi kebun jagung, dipatoki bambu cat merah, dengan batas-batas kawasan hutan yang tidak standar.

Kantor BPKH Wilayah Jawa kayaknya tidak dilibatkan dalam proses pemetaan dan pengukuhan karena waktu politik yang pendek,” lanjutnya.

“Hutan Bojonegoro yang di tahun 1970an merupakan hutan impian yang KKPH-nya antara lain Rochadi saat ini sudah menjadi hutan yang kosong dan tandus.

Dalam waktu tidak lama lagi hutan Padangan akan berkurang dari 27.000 hektare menjadi 6.000 hektare.

Lalu, bagaimana mengendalikan kerusakan hutan itu yang juga sangat mungkin ikut rusak oleh kelakuan pihak intenal Perhutani yang makin tidak sejahtera maupun praktik illegal logging?

“Contoh yang sering diberitakan adalah tercabik-cabiknya hutan jati di KPH Blitar, namun laporan LSM Budi Sulistyo Kediri itu terabaikan,” imbuh Transtoto.

Apa yang diharapkan Transtoto agar rimbawan berpolitik nampaknya juga dapat diikuti. Pasalnya menjadi caleg biayanya sangat mahal.

“Kalau seorang mantan Dirut Perhutani saja mengeluh kesulitan ekonomi, maka bagaimana karyawan biasa?,” katanya lebih lanjut.

Transtoto yang dikenal seorang pemimpin yang baik, bahkan dijuluki sebagai “Dirut Perhutani sepanjang masa” itu mengaku hanya bisa menggunakan uang hasil jual tanahnya (1982) di Bengkulu, usaha warung pelayanan wisata Omah Elabu di Gunung Kidul, pinjaman Pegadaian dan Bank.

Dengan uang pensiunnya yang sedikit harus berhadapan dengan pemodal besar yang bisa membeli suara dan melakukan pemikatan suara pemilih.

Tentang kebutuhan uang tersebut Transtoto mengatakan “uang saweran memang sangat nyata terjadi. Hampir di segala tatanan masyarakat. Jumlahnya bervariasi. Untuk saweran kelompok kecil sesaat bisa mencapai Rp100.000 sampai Rp250.000 per kepala. Tapi untuk kelompok besar khususnya “serangan fajar” di pusaran Rp20.000an per kepala, tapi ada berita untuk Jawa Timur sudah turun jadi Rp10.000an rupian per kepala.

“Biaya total ada yang berkata Rp15-30 miliar atau bahkan lebih. Itu terlalu berlebihan. Saya dengan kemampuan “BONEK” sebelumnya habis sekitar Rp300 juta. Tapi mendadak pusing juga diminta ratusan juta ketika kelompok-kelompok besar mencantumkan biaya sekedar Rp20.000 per kepala,” keluhnya. Dan itu berhasil diredamnya sekadar uang kopi kalau caleg tersebut punya investasi sosial baik berupa jasa, persaudaraan dan ketenaran.

“Rimbawan saya minta juga berkarir di politik, paling tidak setelah pensiun sebagai aparat. Dengan memberikan kebaikan, jujur bekerja, dan dikenal jasanya. Biaya yang bisa sebagai hambatan dapat ditekan. Perhutani bisa menjadi contoh yang baik mendukung kelancaran nyaleg bekas anggota korsanya. Hutanpun akan terjaga”, tutup Transtoto yang mantan Direktur Utama Perum Perhutani optimis. **