Pengadaan gabah Bulog, meski dalam kondisi panen raya, ternyata masih relatif kecil. Sampail akhir April 2016, gabah petani yang dibeli Bulog tercatat 856.000 ton setara beras. Bulog pun berkilah, kecilnya penyerapan gabah petani karena harga di tingkat petani saja sudah di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
“Alasan klise, pengadaan Bulog rendah karena harga gabah di tingkat petani di atas HPP. Begitu juga harga beras di pasaran cukup bagus. Kami hanya beli gabah petani kalau harga gabah jatuh di bawah HPP,” kata Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu kepada Agro Indonesia, pekan lalu.
Menurut Wahyu, jika harga gabah di tingkat petani tinggi, maka Bulog kesulitan untuk melakukan pembelian. Pasalnya, petani akan lebih memilih menjual kepada pedagang pengumpul atau tengkulak beras.
“Kami akan membeli gabah di daerah yang harga gabahnya rendah. Pasukan Bulog siap melakukan pembelian jika ada harga gabah rendah,” tegasnya.
Kondisi ini memang kontras dengan kenginan Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berkali-kali menekankan kepada Bulog agar menyerap gabah petani. Harga beli Bulog tidak boleh di bawah Rp3.700/kg – sesuai Inpres No.5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Wahyu menyebutkan, pihaknya membeli gabah sesuai dengan HPP. Namun, sampai sejauh ini, harga gabah di tingkat petani cukup bagus, sehingga Bulog tidak melakukan pembelian. “Mandat kami beli gabah jika harga di tingkat petani di bawah HPP,” tegasnya.
Bulog sendiri ditargetkan melakukan pengadaan beras hingga 4 juta ton, di mana dari jumlah itu sekitar 3,2 juta ton untuk pelayanan publik (Public Service Obligation/PSO) dan 800.000 ton beras komersil.
Wahyu mengatakan, untuk menyerap gabah petani dalam jumlah yang besar, pihaknya melakukan kerjasama dengan beberapa pihak, antara lain dengan sejumlah BUMN yang memiliki mesin pengering berkapasitas 1.500 ton/hari.
Selain itu juga dengan pihak swasta yang memiliki fasilitas pengeringan berkapasitas 750 ton/hari, serta BUMD di Indramayu dan Sulawesi Selatan yang memiliki fasilitas serupa dengan kapasitas 500 ton/hari. “Total ada 2.750 ton/hari kapasitas pengering yang kami miliki saat ini,” ucapnya.
Wahyu mengatakan, Bulog masih terus menjajaki kerjasama dengan pihak lain, baik BUMN, BUMD, dan Swasta, untuk memperbanyak mesin pengering yang dapat digunakan Bulog. “Sebab, idealnya, Bulog harus memiliki mesin pengering dengan kapasitas pengeringan 5.000 ton/hari,” katanya.
Impor
Ditanya soal impor beras yang masuk, Wahyu menyebutkan, untuk tahun 2016 ini Bulog belum mendapat izin untuk melakukan impor. Lagi pula, produksi gabah tahun ini diprediksinya mencukupi.
“Kalau sampai bulan Maret 2016 ada beras impor yang masuk ke Indonesia, itu sisa izin tahun 2015,” tegasnya. Bulog tahun lalu mendapat izin impor beras sebanyak 1,5 juta ton yang impornya secara bertahap.
Menurut Wahyu, impor tersebut berakhir pada bulan Maret 2016. Jatah impor itu terealisasi 100%. Tahun ini belum ada rencana impor lagi.
Impor beras Bulog tetap menggunakan nomor HS ex. 1006.30.99.00, sesuai dengan Permendag No.103/M-DAG/12/2015 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras, di mana tingkat kepecahan (broken) maksimal 25%. “Beras yang kami impor yang patahnya 15%. Kami tidak menggunakan HS nomer yang lain,” tegasnya.
Beras impor yang masuk Maret 2016 sendiri sama sekali tidak melanggar, karena musim panen raya baru dimulai bulan April. Berdasarkan Permendag 103/2015, impor beras hanya bisa dilakukan di luar masa satu bulan sebelum panen raya. “Panen kita kan baru mulai bulan April,” kilahnya.
Namun, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Gardjita Budi mengaku heran tahun 2016 masih ada beras impor yang masuk. Masalahnya, dalam rapat koordinasi terbatas sebulan lalu, Kementan tidak merekomendasi adanya impor beras.
“Soal impor beras Kementan tidak merekomendasi. Produksi kita cukup untuk kebutuhan masyarakat. Ini kami sampaikan tertulis dalam rapat tersebut,” tegasnya.
Dia menyebutkan, tahun 2016 pemerintah tidak impor beras. Gardjita menduga beras impor yang masuk tahun ini adalah sisa beras impor dari Bulog., Namun, kalau jenis yang diimpor adalah premium, maka itu dipastikan bukan beras Bulog. “Biasanya beras impor milik Bulog itu adalah jenis medium. Bukan premium. HS nomer juga tidak bisa ditukar-tukar,” katanya.
Surplus Beras
Terkait dengan serapan beras/gabah dalam negeri oleh Bulog, Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementan, Suwandi punya data berbeda. Dari data yang disampaikan Direktur Pengadaan Bulog, Wahyu, pengadaan beras Bulog sampai akhir April 2016 baru mencapai 856.000 ton. Sementara Suwandi menyebutkan, pengadaan Bulog sampai 1 April 2016 sudah mencapai 1,9 juta ton gabah kering panen (GKP) atau setara 888.399 ton beras.
“Pengadaan Bulog ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” ungkapnya.
Dia mengatakan, prediksi produksi gabah Januari-Mei 2016 mencapai 38,5 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara beras 24,2 juta ton. Produksi ini dihasilkan dari luas areal panen 7,2 juta hektare (ha).
Indonesia sebenarnya dari tahun lalu sudah mengalami surplus beras. Tahun ini juga mengalami hal yang sama. Menurut Suwandi, kebutuhan beras sekitar 2,6 juta ton/bulan. Untuk lima bulan ke depan sampai bulan Oktober, kebutuhan beras nasional sekitar 13 juta ton. “Dengan demikian, kita ada surplus beras sekitar 11 juta ton,” ungkapnya.
Menurut dia, program Upaya Khusus (Upsus) padi, jagung dan kedelai (pajale) yang diluncurkan satu setengah tahun lalu telah berhasil meningkatkan produksi komoditas pertanian, terutama gabah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka sementara (Asem) produksi padi tahun 2015 sebanyak 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau meningkat 4,5 juta ton (6,3%) dibandingkan tahun 2014.
Sedangkan produksi jagung tercatat 19,6 juta ton pipilan kering meningkatkan 0,60 juta ton (3,1%) dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan produksi kedelai tercatat 963.000 ton biji kering meningkatan 8,1 ribu ton dari tahun sebelumnya.
Kinerja produksi pangan tersebut harus terus ditingkatkan. Upaya percepatan peningkatan produksi yang dilakukan antara lain adalah peningkatan luas tambah tanam, gerakan tanam cepat atau tanam culik dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, alsintan, benih, pupuk dan sebagainya.
Dia mengatakan, sukses produksi yang dicapai harus diikuti dengan sukses pengadaan stok beras pemerintah, mampu mengantisipasi anjloknya harga gabah di tingkat petani.
Sementara itu Direktur Jenderal Tanaman Pangan Hasil Sembiring mengatakan, realisasi musim tanam 2014/2015 sampai dengan Februari tahun 2016 adalah padi seluas 6.868.192 ha atau lebih rendah 417,734 ha dibanding musim tanam 2013/2014, jagung seluas 2.149.094 ha atau lebih rendah 25.415 ha dibanding musim tanam 2013/201.
Untuk tanaman kedelai seluas 183.846 ha atau lebih rendah 42.306 ha dibanding musim tanam 201/3/2014. Hasil juga menyampaikan data angka sementara produksi padi, jagung, dan kedelai 2016.
Kementan tahun ini menetapkan sasaran produksi padi sebesar 76.226.000 ton, naik dari tahun 2015 sebesar 75.361.248 ton. Perkiraan produksi tersebut didasarkan pada luas area tanam seluas 14.314.742 ha naik dari tahun lalu 14.115.475 ha. Jamalzen