Pengawasan Distribusi Pupuk Subsidi Diperketat

Distribusi dan penyaluran pupuk subsidi, khususnya di Jawa Barat (Jabar), diperketat. Langkah ini diawali dengan penandatanganan Surat Perjanjian Jual Beli antara distributor dengan pemilik kios.

Penandatanganan ini disaksikan oleh Dirjen PSP Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy dan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat, di Purwakarta, Rabu (27/2/2019).

Sebanyak 24 distributor dan 476 kios ini — yang berlokasi di Purwakarta, Subang, Karawang dan Bandung — merupakan distributor yang berada di bawah koordinasi anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), yaitu PT Pupuk Kujang dan Petrokimia Gresik.

Total jumlah distributor di wilayah Jabar adalah sebanyak 131 distributor dan 3.807 kios resmi pupuk bersubsidi.

Sarwo Edhy mengatakan, Kementerian Pertanian meminta dukungan semua pihak, terutama aparat, untuk mengawal distribusi pupuk bersubsidi, sehingga tidak ada penyalahgunaan pupuk bersubsidi. “Dalam menjalankan pendistribusian pupuk harus sesuai prinsip 6 Tepat. Yaitu tepat waktu, tepat jumlah, tepat tempat, tepat jenis, tepat mutu dan tepat harga,” ujarnya.

Kementan juga mendorong PT Pupuk Indonesia menjalankan sejumlah strategi untuk menjaga agar penyaluran pupuk bersubsidi bisa optimal. Salah satunya adalah mewajibkan anak usaha produsen pupuk yang tergabung dalam Pupuk Indonesia Grup untuk menyediakan stok pupuk bersubsidi dan nonsubsidi hingga lini IV atau Kios Pupuk.

“Untuk memastikan penyaluran pupuk berjalan dengan optimal, terutama sepanjang momentum musim tanam hingga Maret, kami bersama Pupuk Indonesia mengantisipasi dengan meningkatkan sistem monitoring distribusi,” ungkapnya.

Upaya lain dilakukan melalui optimalisasi alokasi pupuk bersubsidi yang tersedia di tiap-tiap kabupaten/kota serta mendorong distributor dan kios untuk mengoptimalkan penyaluran pupuk bersubsidi.

Dijamin tersedia

Pendistribusian pupuk bersubsidi diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian secara nasional, mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/SR.310/12/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk bersubsidi.

Aas Asikin menyampaikan, Pupuk Indonesia dengan didukung anggota holding berusaha menjalankan tugas yang diberikan Pemerintah untuk menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai alokasi yang telah ditetapkan dalam Permentan No. 47/SR.310/11/2018.

“Kami menjamin ketersediaan di daerah-daerah sesuai dengan alokasi dan prinsip 6 tepat, yaitu tepat harga, tepat waktu, tepat tempat, tepat mutu, tepat jenis dan tepat jumlah,” tegas Aas.

Oleh karena itu, Aas memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Distributor dan Kios Resmi sebagai garda terdepan dalam penyaluran pupuk bersubsidi atas kerja sama yang telah terjalin selama ini. “Distributor dan kios adalah kunci keberhasilan penyaluran pupuk bersubsidi agar bisa sampai ke tangan petani yang berhak sesuai dengan mekanisme yang ada, yaitu melalui RDKK,” jelas Aas.

Hal ini penting agar pupuk bersubsidi tidak diselewengkan ke sektor lain dan diterima oleh mereka yang tidak berhak. Tercatat, sepanjang tahun 2018 Pupuk Indonesia telah menyalurkan pupuk bersubsidi dengan total 9,34 juta ton.

Stok pupuk subsidi yang ada di lini III (gudang kabupaten) hingga per 26 Februari 2019, tercatat sebanyak 1,26 juta ton atau 3 kali stok minimum yang telah ditentukan.

Dengan jumlah stok tersebut, hingga 24 Februari 2019 Pupuk Indonesia telah menyalurkan pupuk bersubsidi sebanyak 1.363.431 ton dengan rincian urea sebanyak  641.694 ton, SP-36 sebanyak  144.227 ton.

Sedangkan pupuk ZA sudah terserap  137.035 ton,  pupuk NPK tersalur 355.315 ton, dan organic sebanyak 85.159 ton.

Khusus untuk wilayah Jawa Barat sendiri, yaitu sebesar 211.788 ton dengan rincian sebanyak 101.006 ton Urea, 31.808 ton SP-36, 10.896 ton ZA, 60.121 ton NPK, dan 7.958 ton Organik.

Mengkhawatirkan

Secara  terpisah Direktur Teknik dan Pengembangan PT Petrokimia Gresik, Arif Fauzan, mengatakan, penggunaan pupuk anorganik di petani ternyata sudah sangat mengkhawatirkan.

Dari hasil Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, pola penggunaan pupuk oleh petani padi hampir didominasi pupuk anorganik.

Dari hasil tersebut diketahui,  petani yang menggunakan pupuk anorganik 86,41%, sedangkan yang menggunakan pupuk berimbang (organik dan anorganik) hanya 13,5% dan yang hanya organik 0,07%.

“Ini menunjukkan petani kita lebih tertarik menggunakan pupuk anorganik,” katanya dalam Forum Diskusi ‘Penggunaan Pupuk Organik, Hayati dan Pembenah Tanah untuk Meningkatkan Produktivitas-Padi Berkelanjutan’ di Jakarta, Rabu (27/2/2019).

Menurut Arif, jika melihat ke belakang, maka sebenarnya petani di Indonesia jauh sebelum Revolusi Hijau telah mengenal penggunaan pupuk organik.

Tetapi ketika pemerintah mencanangkan Revolusi Hijau, penggunaan pupuk organik berangsur-angsur terlupakan. Petani kemudian tergantikan pupuk kimia karena lebih praktis, harganya murah (subsidi) dan mudah didapat.

Namun, persoalannya, bukan hanya masalah kesuburan tanah, penggunaan pupuk anorganik terutama N (Nitrogen) yang berlebihan menyebabkan perubahan iklim. Pada dasarnya N yang diserap tanah hanya 50%, sisanya menguap ke udara.

Penggunaan pupuk anorganik yang berlebih tentu mempengaruhi kesuburan fisik, kesuburan biologi dan kesuburan kimia. Padahal, idealnya kadar bahan organik di dalam tanah harus lebih dari 5%, populasi mikrobanya di dalamnya lebih dari 105 cfu/gbk, serta tersedianya unsur hara makro dan mikro. Dengan demikian akan didapat kesuburan tanah yang ideal.

Sudah terbukti bahwa penggunaan pupuk anorganik terus-menerus dan berlebihan akan mengurangi kesuburan tanah. Untuk meningkatkan kembali kesuburan tanah, maka petani dianjurkan menggunakan pupuk organik. PSP