Petani Rasakan Manfaat Rehabilitasi JIT

Rehabilitasi atau  pembangunan jaringan irigasi tersier (JIT) yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan), melalui Ditjen Prasarana dan Sarana (PSP), terbukti dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

“Kami berusaha meningkatkan prasarana pertanian melalui perbaikan JIT dan jalan usaha  tani di Kabupaten Bandung,” kata Kabid Sarana Prasarana, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Yayan Agustian di Bandung, pekan lalu.

Dia mengatakan, JIT yang sudah dibangun dan diperbaiki di Kabupaten Bandung antara lain di Kecamatan Pasirjambu, Ciwidey, Banjaran, Paseh, Ibun, Solokanjeruk, Cicalengka, Rancaekek, dan Cikancung.

“Dibangun atau direbalititasinya JIT itu dapat meningkatkan produksi 0,5-1 ton/hektare (ha),” tegasnya. Dengan demikian, petani merasakan manfaat dari program yang dilakukan Kementan. Paling tidak produksi petani meningkat nyata.

Dia memberikan contoh, jika sebelum ada perbaikan JIT produktivitas tanaman hanya 6,5 ton gabah kering panen (GKP)/ha,  maka setelah diperbaiki meningkat menjadi 7 ton/ha GKP.

Yayan mengatakan, pembangunan JIT pada 2018 yang berasal dari APBN itu setiap titik lokasi sepanjang 150-200 meter. Pembangunan itu pada bagian kanan-kiri sehingga panjangnya antara 300 meter-400 meter.  “Pembangunan jaringan irigasi tersier itu sudah dilaksanakan di 12 kecamatan tadi untuk meningkatkan produksi pertanian,” katanya.

Yayan mengatakan, pembangunan JIT tersebut  dengan cara dicor untuk memudahkan dalam proses perawatan yang dilakukan oleh para petani di kawasan tersebut.

“Adanya pembangunan JIT ini bisa mengairi lahan pertanian padi antara 50 ha-100 ha,  dengan anggaran setiap titik lokasi rata-rata Rp60 juta,” kata Yayan.

Menurut dia, adanya peningkatan pembangunan JIT ini, maka yang semula lahan pertanian padi tak terairi akhirnya bisa terairi. “Soalnya, air bisa mengalir cukup jauh dan menjangkau lahan pertanian lebih luas lagi,” tegasnya.

Dia menyebutkan, pembangunan jaringan irigasi tersier ini untuk menyalurkan air dari saluran induknya atau sekunder. Bahkan, pembangunan infrastruktur ini untuk menyalurkan air dari dam yang dikerjakan satu paket dengan pembangunan jaringan irigasi tersier.

“Bahkan, pembangunan jaringan irigasi tersier ini untuk menyalurkan air dari sumbernya, selain proses penyalurannya dengan cara menggunakan pompa yang bersumber dari sungai. Prasarana pertanian ini untuk memudahkan aliran air,” katanya.

Yayan menyebutkan, jika masih ada lahan pertanian padi yang tidak terjangkau aliran air yang bersumber dari jaringan irigasi tersier, Dinas Pertanian memfasilitasi pembangunan sumur pantek dengan menggunakan mesin pompa air.

“Mesin pompa air di lokasi sumur pantek sedalam 40 meter itu bisa mengairi lahan pertanian padi seluas 25 ha,” katanya.

Namun yang harus diperhatikan para petani itu, kata Yayan, bagaimana proses pemeliharaan mesin pompa air dan pipanya yang digunakan untuk menyalurkan airnya.

“Pembangunan berbagai prasarana pertanian itu, mulai dari jaringan irigasi tersier dan sumur pantek bisa dirasakan manfaatnya oleh para petani di Kabupaten Bandung,” katanya.

Di samping itu, kata Yayan, pemerintah pun fokus pada peningkatan infrastrukur jalan usaha tani. Di antaranya di Desa Neglasari Kecamatan Ibun.

“Yang semula jalan setapak, kini bisa menggunakan kendaraan roda dua untuk mengangkut hasil pertanian ataupun mengangkut pupuk saat pengolahan lahan pertanian,” katanya.

Dia  mengatakan, pembangunan jalan usaha pertanian dapat meningkatkan produksi pertanian, selain mengurangi biaya produksi pertanian.

Pada 2019 ini, kata Yayan, pihaknya sedang melakukan proses usulan untuk menambah peningkatan pembangunan jaringan irigasi tersier di lahan pertanian di Kabupaten Bandung. “Titik lokasinya sudah ada. Namun masih dalam proses usulan,” katanya.

Rekening kelompok

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy mengungkapkan, Kementan telah berhasil melakukan rehabilitasi jaringan irigasi tersier seluas 3,7 juta ha pada periode 2014-2019.

Dana rehabilitasi ini besar disalurkan melalui rekening kelompok, sehingga petani melakukan perbaikan dengan pola swakelola. “Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarkat petani,” tambahnya.

Sarwo Edhy menambahkan, rumus program RJIT adalah jaringan sudah rusak, di sekitarnya ada sawah yang diairi, ada sumber air dan ada petaninya.

Menurut dia, dengan diserahkan RJIT ini kepada kelompok tani, maka pembangunan jaringan irigasinya dilakukan secara gotong royong atau swakelola.

Namun RJIT ini juga bisa dipihak-ketigakan.“Mayoritas RJIT dilakukan melalui bansos oleh petani. Itu lebih kuat, lebih bagus volumenya, lebih panjang dari yang ditetapkan dan mereka merasa memiliki,” tegasnya.

Direktur Irigasi Pertanian PSP, Rahmanto mengatakan, dalam waktu tiga tahun (2015-2017) Ditjen PSP telah melaksanakan program pengembangan bangunan konservasi air, yakni  embung, dam parit, dan long storage sejumlah 2.785 unit.

Untuk irigasi perpompaan, Ditjen PSP mencatat hingga 5 November 2018 telah membangun 2.978 unit. Dengan estimasi luas layanan per unit 20 ha, maka luas oncoran atau yang dapat diairi saat musim kemarau mencapai 59,78 ribu ha.

Pengembangan embung, dam parit, long storage dalam empat tahun terakhir (2015-2018) realiasi per 5 November 2018 mencapai 2.956 unit.

Dengan estimasi luas layanan 25 ha/unit, maka mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73,90 ribu ha. Untuk 2019 akan dilakukan rehabilitasi jaringan irigasi tersier seluas 134.075 ha. PSP