Kegandrungan terhadap barang impor masih saja menyelimuti negeri ini. kali ini barang yang diimpor adalah cangkul. Meski volume impornya dianggap tak besar, masuknya cangkul yang berasal dari Tiongkok tersebut diprotes banyak kalangan. Pasalnya, cangkul merupakan perkakas sederhana yang bisa dibuat dengan mudah oleh pengrajin pandai besi di negeri ini.
Polemik tentang impor cangkul ini muncul setelah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) mendatangkan 86.000 buah cangkul dari Tiongkok pada tahun ini.
Memang, jika dibandingkan dengan kebutuhan nasional terhadap peralatan bernama cangkul yang mencapai sekitar 10 juta cangkul, impor 86.000 cangkul memang bisa dibilang sedikit.
Namun, karena produk yang digunakan untuk kegiatan pertanian an perkebunan tersebut sebenarnya bisa dibuat di dalam negeri dengan cara sederhana, kegiatan impor tersebut tetap menjadi pertanyaan banyak pihak.
Memang, adanya kegiatan impor merupakan suatu tanda dari kegagalan pemerintah dan produsen di dalam negeri terhadap pemenuhan kebutuhan suatu barang.
Dalam hal cangkul, banyak hal yang menjadi penyebab kegagalan pemerintah dan produsen dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri sehingga harus mengimpornya dari Tiongkok.
Salah satu penyebabnya adalah kualitas dan harga produk impor yang jauh lebih baik dibandingkan dengan produk dalam negeri.Kalangan petani di sejumlah daerah mengakui kalau cangkul-cangkul impor itu sudah sejak lama beredar di pasar dalam negeri dan petani banyak yang memakainya. Alasannya, cangkul impor itu enak dipakai dan harganya lebih murah.
Selain masuk melalui jalur resmi, cangkul-cangkul impor itu juga masuk ke pasar dalam negeri melalui jalur ilegal. Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, menyebut selain lewat jalur impor, ternyata ada juga cangkul made in China yang masuk ke Indonesia secara ilegal alias selundupan.
Permasalahan yang terjadi itu tentunya menjadi pekerjaan rumah atau PR bagi pemerintah dan produsen cangkul dan bahan pendukung lainnya yang ada di dalam negeri ini.
Langkah pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan kalau produksi cangkul di dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan nasional. Jika kebutuhannya adalah 10 juta cangkul, maka pemerintah harus bisa memastikan produsen di dalam negeri memproduksi cangkul minimal 10 juta cangkul.
Agar produsen bisa memproduksi cangkul sebanyak yang dibutuhkan itu, pasokan bahan baku tentunya harus bisa dijamin.dalam hal ini, produsen baja nasional, seperti PT Krakatau Steel dan produsen baja lainnya harus mendahulukan pemenuhan baja produsen cangkul.
Tentunya, pemerintah juga perlu melakukan pengetatan terhadap masuknnya cangkul impor baik secara legal maupun ilegal. Pengetatan bisa dilakukan melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan peningkatan pengawasan di daerah perbatasan maupun pelabuhan-pelabuhan yang sering digunakan untuk memasukkan cangkul secara selundupan.