Perbaikan lingkungan dan kehutanan menjadi agenda yang harus direalisasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Agenda itulah yang kini dijabarkan Pusat Pelatihan Masyarakat dan Pengembangan Generasi Lingkungan (Puslatmas PGL) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya manusia (BP2SDM) KLHK. Berbagai program pelatihan masyarakat sejak usia dini diharapkan bisa membentuk sumber daya manusia di Indonesia yang mencintai lingkungan hidup dan pelestarian hutan.
Kepala Puslatmas PGL BP2SDM Cicilia Sulastri tugasnya terfokus melatih atau membina kader lingkungan hidup, termasuk saka kalpataru, generasi lingkungan hidup dan program adi wiyata yang sudah jadi andalan.
Program tersebut, ujar Cicilia masih dalam rangka pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan dimana Indonesia sedang menghadapi masalah serius yaitu pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Termasuk persoalan yang dihadapi adalah kerusakan hutan 2,4 juta hektare/tahun serta kerusakan lahan yang sudah mencapai angka 43 juta hektare.
Peran Pramuka
Untuk mengendalikan kerusakan lingkungan tentu memerlukan peran aktif semua pemangku kepentingan termasuk masyarakat. Sasarannya, kata Kepala Bidang Pengembangan Generasi Lingkungan Asri Tresnawati, salah satunya Pramuka. Pasalnya, komunitas pendidikan non formal yang ada di masyarakat ini sangat potensial untuk diperankan secara aktif dalam ikut mengatasi permasalahan tersebut.
Dia menjelaskan, pihaknya akan menggelar diklat (pendidikan dan pelatihan) bagi anggota Pramuka untuk membekali meningkatkan kemampuan teknis, manajerial, dan fungsional di bidang perlindungan dan pengelolaan LHK. Materi diklat diantaranya mencakup kebijakan nasional pengendalian pencemaran udara, isu lingkungan global (perubahan iklim, deposisi asam, penipisan lapisan ozone), identifikasi dan karakteristik sumber-sumber pencemar udara.
“Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat memahami dasar sistem pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan,” kata dia
Mengacu pada RPJMN KLHK, peserta pelatihan diklat memang ditargetkan mencapai 50.000 anggota Pramuka. Namun akibat keterbatasan anggaran, jumlah target dipastikan berkurang. Meski demikian, Asri memastikan dari sisi kualitas akan lebih baik.
Untuk di tahun 2017, peserta diklat saka kalpataru dan saka wanabakti diproyeksikan masing-masing 500 orang atau total 1.000 orang. Sampai Juni, realisasi pelatihan sudah mencapai 510 orang. Diklat dilakukan diantaranya di Kabupaten Toba Samosir, Simalungun, Asahan, Parapat, Porsea, dan Balige. Diklat juga dilakukan di kapuas Hulu, Sintang, Singgau, Landak, Pontianak, Singkawang, dan Kubu Raya.
Saka Kalpataru
Sekadar mengingatkan, Saka Kalpataru dibentuk pada Munas Gerakan paramuka tahun 2013. Ini menindaklanjuti Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka tentang Pelaksanaan Program dan Kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang ditekan pada tahun 2011.
Lewat Saka Kalpataru dilakukan pengenalan pengetahuan dan ketrampilan anggota Pramuka Penegak dan Pandega, yang mencakup 3 Krida dan Tanda Keahlian Khusus (TKK). Yaitu Krida 3R (reduce, reuse, recycle), krida perubahan iklim dan krida konservasi keanekaragaman hayati.
Untuk Krida 3R, Pramuka diharapkan memiliki keterampilan untuk melakukan komposting, daur ulang, dan bank sampah. Sementara Krida konservasi kehati meliputi, pelestari sumber daya genetik, pelestari ekosistem, jasa lingkungan.
Sedangkan Krida perubahan iklim konsestrasinya meliputi, konservasi dan hemat air, hemat energi listrik, transportasi hijau.
“Setelah pengenalan, anggota pramuka penegak dan pandega yang telah mengikuti kegiatan ini akan tertarik menjadi anggota saka kalpataru yang dibina oleh pamong dan instruktur di daerahnya masing-masing,” kata Asri.
Saka Wanabakti
Sementara Saka Wanabkati punya usia yang lebih tua. Dibentuk pada tahun 1983, Saka Wanabkati dikembangkan sebagai wadah pendidikan dan pembinaan bagi Pramuka Penegak dan Pandega menambah bekal pengetahuan dan kecakapan serta memperoleh latihan dan bimbingan di bidang keterampilan kehutanan, serta membaktikannya kepada masyarakat.
Materi pembinaan saka wanabakti sejalan dengan program-program pembangunan kehutanan yang dikemas dalam 4 krida yaitu krida tata wana, krida guna wana, krida bina wana dan krida reksa wana.
Untuk Krida Tata Wana, Pramuka diharapkan memilikiketrampilan meliputi perisalah hutan, pengukuran hingga pemetaan hutan, dan penginderaan jauh. Smenetara untuk Krida Guna Wana, keterampilan yang dimiliki diharapkan pengenalan jenis pohon, pencacahan pohon, pengukuran kayu, kerajinan hasil hutan, pengolahan hasil hutan, penyulingan minyak astiri.
Sedangkan untuk Krida Bina Wana, keterampilan yang diperkenalkan antara lain konservasi tanah dan air, perbenihan, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan, perlebahan, budidaya jamur, persuteraan alam. Dan Krida Reksa Wana meliputi pengenal ekosistem pengenal tumbuh dan satwa, pelindung dan pengamana hutan, pemandu wisata alam, penjelajah hutan, pendaki gunung, pengembara.
Untuk diketahui secara nasional terdapat 11 saka pramuka terdiri, Saka Bahari (Kelautan dan AL), Saka Bakti Husada (Kemenkes), Saka Dirgantara (AU), Saka Bhayangkara (Kepolisian), Saka Kencana (BKKBN), Saka Taruna Bumi (Kementan), Saka Wira Kartika (AD), Saka Pariwisata (Kemenpar), Saka Widya Budaya Bakti. Sedangkan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki 2 saka pramuka terdiri dari Saka Kalpataru, dan Saka Wanabakti. AI
Melatih Masyarakat DAS Asahan
Selain anggota Pramuka, pelatihan juga membidik kelompok masyarakat yang harapannya dapat menjadi kader lingkungan hidup dan kehutanan. Kepala Sub Bidang Pameran Puslatmas PGL KLHK Heny Puspita Rokhwani, mengatakan di tahun 2017 sebanyak 600 kader menjadi target untuk pelatihan kader lingkungan dan kehutanan kepada komunitas atau kelompok masyarakat peduli lingkungan. Sampai dengan Bulan Juni 2017, telah mencapai 300 orang. Fokus pelatihan tersebut dilakukan di 2 lokasi yaitu DAS Asahan-Toba dan DAS Siak-Riau. Pelatihan dilakukan bekerjasama dengan Balai Diklat LHK Pematang Siantar , Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Utara, DLH Kota Pematang Siantar, DLH Kabupaten Simalungun, dan BLH Kabupaten Toba Samosir,Balai Diklat LHK Riau, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Propinsi Riau, Dinas Lingkungan Hidup Siak, DLH Pekanbaru serta Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera-KLHK. Unsur perwakilan masyarakat yang dilibatkan pada pelatihan ini adalah Komunitas Yayasan Pecinta Danau Toba dan Kader Konservasi Alam Sumatera Utara, sedangkan di Riau peserta berasal dari Kabupaten Siak, Kampar dan Kota Pekanbaru.
Heny menuturkan, fokus pelatihan di DAS Asahan-Toba dan Siak merupakan upaya penyelamatan fungsi DAS dan pelestarian lingkungan di lokasi tersebut. Pasalnya, kedua DAS tersebut merupakan 2 DAS dari 15 DAS Prioritas Nasional yang mendapat perhatian dari pemerintah pusat dan daerah. Harapannya setelah mengikuti pelatihan masyarakat dapat berperan dalam mengatasi masalah-masalah lingkungan yang berdampak negatip terhadap keberlangsungan hidup masyarakat sekitar. Untuk kedepannya peran ini diharapkan dapat mendorong kemajuan pembangunan dengan upaya peningkatan pada sektor lain yang menopang ekonomi masyarakat sekitarnya, misalnya sektor pariwisata.
Heny menuturkan, “selain teori di dalam kelas, pelatihan ini memberikan praktik-praktik yang dapat lakukan oleh peserta sebagai aksi nyata saat kembali ke asalnya seperti: budidaya jamur tiram, pembuatan kompos padat dan pupuk cair dari sampah organik.”
Menurut Heny, materi pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di tiap-tiap daerah, karena kondisi lingkungan dan kebutuhan dari tiap daerah berbeda. Untuk masyarakat perkotaan misalnya; materi pelatihan yang diberikan terkait pencemaran udara, pengelolaan dan pemanfaatan sampah serta bagaimana masyarakat dapat berperan dalam konservasi energi dengan menghemat listrik . AI