Pengurangan jumlah keramba jaring apung dinilai menjadi solusi yang paling layak untuk memulihkan danau Maninjau, Sumatera Barat. Opsi lain berupa penggunaan teknologi ultrafine bubble dinilai terlalu mahal.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MR Karliansyah di Jakarta, Selasa (12/3/2019), menjelaskan KLHK sudah melakukan upaya perbaikan kualitas air danau Maninjau dengan menerapkan teknologi Ultrafine Bubble dan Wetland Terapung pada tahun 2018 bersama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Ultrafine bubble menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung ukuran nano. Gelembung nano berupa ozon dan oksigen diinjeksikan ke air danau. Tujuannya, ozon bisa mengurai bau dan zat organik, membunuh bakteri patogen, menambah kadar oksigen terlarut, dan menghidupkan bakteri aerob.
“Penggunaan teknologi ultrafine bubble berhasil meningkatkan kualitas air di sekitar alat yang dibangun,” kata Karliansyah.
Sebagai gambaran, saat alat ultrafine bubble baru dioperasikan, 1-3 hari, kondisi oksigen terlarut (DO) di titik nol alat, kurang dari 5 miligram per liter (mg/L). Pengukuran kembali yang dilakukan pada Februari 2019, mengungkapkan, oksigen terlarut pada titik nol alat mencapai 9,1 mg/L. Sementara pada jarak 50 meter dari alat jumlah oksigen terlarut sebesar 7,3 mg/L dan pada jarak 100 meter sebesar 6,4 mg/L.
“Jadi kami menyimpulkan, terdapat perbaikan kualitas air pada radius 100 meter dari alat atau sekitar 40.000 m2,” kata Karliansyah.
Dia melanjutkan, untuk memulihkan seluruh perairan danau maninjau seluas 9737,5 hektare dibutuhkan alat sebanyak 2.435 unit. Sementara harga tiap unitnya sekitar Rp1,9 miliar. Oleh karena itu Karliansyah menilai, pemulihan danau Maninjau yang paling efisien adalah dengan mengurangi sumber utama pencemaran danau, yaitu keramba jaring apung (KJA). “Perlu dilakukan perhitungan daya tampung beban pencemaran dari kegiatan KJA di Maninjau sehingga dapat diketahui jumlah maksimal KJA yang diperbolehkan,” katanya.
Danau Prioritas
Danau Maninjau menjadi salah satu dari 15 danau prioritas pemulihan KLHK. Ini sesuai target pemulihan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019.
Salah satu permasalahan utama di danau Maninjau adalah adalah akumulasi sedimen yang sudah tinggi selama 12 tahun terakhir. Jumlah sediman telah mencapai 50,8 juta m3 dengan laju pertambahan sedimen sebesar 5 cm/tahun yang meliputi luasan 3,66 km2 pada tepi-tepi danau.
Karliansyah menyatakan saat ini sedang dikaji untuk melakukan penyedotan sedimen dengan pipa untuk dipindahkan ke dumping-dumping area yang memungkinkan seperti ke area sawah, permukiman, atau tepi-tepi jalan. “Sedimen ini bisa dijadikan pupuk karena tidak mengandung logam berat,” kata dia. Sugiharto