Terpuruknya bisnis kehutanan ternyata tidak menyurutkan niat pemerintah mengeruk pemasukan. Terhitung mulai pekan ini, tarif Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) naik. Bahkan, iuran izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) kini dipungut per hektare per tahun plus berlakunya aturan penggantian nilai tegakan (PNT).
Di tengah lesunya industri kehutanan, pemerintah mengeluarkan beleid yang menyesakkan. Dengan dalih sudah 15 tahun tak ada perubahan, tarif Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) akhirnya dinaikkan. Tak hanya tarif yang naik. Lewat Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2014 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian Kehutanan, jenis PNBP terkait pengusahaan hasil hutan kayu pun diperluas dari 5 jenis menjadi 15 jenis.
“Tarif yang lama sudah berlaku 15 tahun lebih. Pantas jika disesuaikan,” kata Sekjen Kemenhut, Hadi Daryanto di Jakarta, Kamis (13/3/2014). Menurutnya, tarif DR dan PSDH selama ini masih mengacu pada PP No.59/1998 yang terakhir diubah menjadi PP No.92/1999. Apalagi, tahun ini DPR menargetkan penerimaan PNBP sektor kehutanan bisa mencapai Rp5,1 triliun atau naik dari tahun lalu sebesar Rp4,3 triliun.
Namun, kalangan pengusaha kontan keberatan. “Pemerintah sepertinya tak peduli dengan usaha kehutanan. Kami sangat keberatan karena iklim usaha kehutanan belum kondusif,” tegas Ketua Umum Asosiasi Industri Kayu Pertukangan dan Kayu Olahan (ISWA), Soewarni. Protes juga disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto. Hanya saja, dia mengaku pengusaha cuma bisa pasrah, meski aturan tersebut tak bisa diterima.
Pengusaha kehutanan, sejak dulu, memang paling enggan berbenturan langsung dengan pemerintah. Padahal, PP No.12/2014 jelas memberatkan. Bahkan, pengamat kehutanan IPB, Bintang Simangunsong menilai pemerintah sudah lama melanggar prinsip ekonomi kehutanan: menerapkan pungutan berganda. Pungutan DR, PSDH dan sekarang ditambah penggantian nilai tegakan (PNT) menjadikan log dikenai tiga pungutan sekaligus.
Dia mengingatkan, jika kebijakan keliru ini terus dipelihara, bisa dipastikan bisnis kehutanan makin tertekan. “Cost usaha kehutanan tentu akan naik. Sementara iklim usaha belum membaik. Kalau begini terus, omong kosong revitalisasi industri kehutanan,” tandasnya.
Hadi mengaku bisa memahami keberatan pengusaha. Itu sebabnya, dia menjanjikan terus melakukan reformasi birokrasi dan percepatan pelayanan. Selain itu, dia minta seluruh koleganya di Kemenhut bekerja lebih keras menggairahkan usaha kehutanan. “Jangan malah sibuk nonton lomba baris-berbaris atau lomba menyanyi,” kata dia, merujuk keasyikan beberapa pejabat Kemenhut yang justru intensif mengikuti lomba-lomba pada peringatan Hari Bhakti Rimbawan, pekan lalu. AI