Resolusi parlemen Eropa yang mendiskreditkan minyak sawit dinilai menghina Indonesia. Pasalnya, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia justru sedang gencar mendorong praktik manajemen lestari dan pengelolaan kebun sawit dan industri berbasis lahan lainnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan, mosi parlemen Eropa tentang sawit merupakan penghinaan kepada Indonesia dan tidak dapat diterima. “Tuduhan bahwa sawit adalah korupsi, sawit adalah eksploitasi pekerja anak, sawit adalah pelanggaran hak azasi manusia dan sawit menghilangkan hak masyarakat adat, semua itu tuduhan yang keji dan tidak relevan sekarang,” tegas Menteri Nurbaya di sela kunjungan kerja untuk penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Menteri Pertanian dan Lingkungan Hidup Finlandia, Kimmo Tiilikainen, di Helsinski, Finlandia, seperti siaran pers yang diterima Agro Indonesia, Jumat (07/04/2017).
Menteri Nurbaya menegaskan, pemerintah Indonesia dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo, justru sedang melaksanakan praktik-praktik manajemen lestari dalam pengelolaan sawit, dan industri-industri berbasis lahan lainnya. “Sustainable development menjadi concern pemerintah saat ini. Sama seperti orientasi parlemen Eropa dan negara-negara lain di dunia, Indonesia juga termasuk yang didepan dalam upaya implementasi Paris Agreement. Dan kita memiliki ratifikasi Paris Agreement tersebut serta berbagai ratifikasi lainnya untuk langkah-langkah sustainable development,” kata dia.
Lebih lanjut Menteri Nurbaya menerangkan, saat ini Presiden Joko Widodo memberikan perhatian khusus terhadap masyarakat adat. “Hak-hak masyarakat adat diberikan dalam berupa hutan adat. Langkah ini sedang terus berlangsung. Begitu pula dalam tata kelola gambut dan manajemen bentang alam secara keseluruhan. Oleh karena itu, saya kira tentang studi sawit yang ada itu tidak lengkap dan tidak tepat potret yang ada untuk Indonesia dalam studi resolusi parlemen Eropa tersebut,” jelas Nurbaya.
Untuk diketahui, parlemen Eropa baru saja mengesahkan Report on Palm Oil and Deforestation of Rainforests. Mosi terkait Laporan tentang Sawit itu bersifat non-binding dan akan diserahkan kepada Dewan Eropa dan Presiden Eropa untuk menindaklanjutinya. Laporan itu secara khusus menyebut Indonesia, yang isinya menyatakan persoalan sawit adalah persoalan besar yang dikaitkan dengan isu korupsi, pekerja anak, pelanggaran HAM, penghilangan hak masyarakat adat dan lain-lain.
Studi sawit akan dirilis pada pertengahan tahun ini dan Komisi Eropa akan mengadakan konferensi terkait sawit. Sisi pandangan negatif juga menyatakan perlunya alih investasi dari sawit ke minyak biji bunga matahari dan minyak rapak, serta kritik terhadap perbankan, yang dianggap ikut mendukung.
Menteri Nurbaya menekankan mosi parlemen Eropa itu telah menyinggung kedaulatan Indonesia, karena menuduh dan mengajak pihak-pihak untuk “boikot “ investasi sawit dan pindah ke minyak biji bunga matahari dan biji rapak. “Saya kira ini langkah yang tidak pas. Jika dunia berharap Indonesia sebagai bagian penting dalam lingkungan global dan sebagai paru-paru dunia, dunia harus percaya bahwa Indonesia dapat menyelesaikan persoalan dalam negerinya,” tegas dia.
Menteri Nurbaya melanjutkan, bagi Indonesia isu sawit seperti ini merupakan hal yang sensitif. Menurut dia, industri sawit di Indonesia merupakan industri besar yang menyangkut hajat hidup petani, yang meliputi areal tanam sawit seluas 11,6 juta hektare, dimana 41% merupakan tanaman petani atau small holders, dengan tenaga kerja dari usaha hulu hingga hilir tidak kurang dari 16 juta orang petani dan tenaga kerja. Sugiharto