Restorasi Ekosistem Riau Capai Banyak Kemajuan

Pada tahun 2013, APRIL Grup membentuk Restorasi Ekosistem Riau (RER), sebuah program pemulihan ekosistem yang bertujuan untuk melindungi, memulihkan dan melestarikan hutan gambut yang penting secara ekologis di provinsi Riau, Indonesia. (foto:RER)

Program kolaboratif untuk memulihkan hutan gambut, Restorasi Ekosistem Riau (RER), mencapai sejumlah kemajuan sejak diluncurkan tahun 2013. Upaya perlindungan dan restorasi dilaksanakan sejalan dengan upaya pengelolaan berkelanjutan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat setempat.

Dibentuk oleh Grup APRIL, RER punya misi untuk melindungi, merestorasi dan mengkonservasi hutan gambut seluas 150.000 hektare (ha) di Riau. Rinciannya, seluas 130.000 ha berada di jantung Semenanjung Kampar, sementara 20.000 ha lainnya ada di jantung Pulau Padang — tak jauh dari Semenanjung Kampar.

Inilah kawasan yang memiliki nilai penting secara ekologis. Semenanjung Kampar merupakan lanskap hutan gambut tropis utuh terluas yang tersisa di Riau, bahkan di Sumatera. Kawasan ini bukan saja berperan penting untuk menyangga kehidupan manusia, tapi juga bagi berbagai satwa liar.

“Upaya kami untuk menjaga dan mengembalikan fungsi jasa lingkungan dan ekologis di Riau menunjukan perkembangan yang menggembirakan,” kata Direktur of External Affairs RER, Nyoman Iswarayoga.

RER merupakan bagian dari perwujudan Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0 yang dijalankan Grup APRIL. Dalam kebijakan tersebut, ada komitmen 1 berbanding 1, sebuah komitmen untuk melakukan konservasi ataupun restorasi 1 hektare hutan alam untuk setiap hektare hutan tanaman yang dikelola.

Di lapangan, RER merupakan program yang dijalankan oleh 4 perusahaan yang mendapatkan lima konsesi Restorasi Ekosistem (IUPHHK – RE ) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perusahaan itu adalah PT Gemilang Cipta Nusantara, PT Sinar Mutiara Nusantara, PT The Best One Unitimber dan PT Global Alam Nusantara.

Untuk mendukung program konservasi dan pemulihan jangka panjang ini, pada tahun 2015 lalu Grup APRIL telah mendedikasikan dana 100 juta dolar AS untuk periode 10 tahun. Dalam mendukung pelaksanaan program di lapangan, RER telah dan sedang bekerja sama dengan sejumlah mitra, seperti Flora Fauna Internasional (FFI), Bidara, dan The Nature Conservancy.

Nyoman menuturkan, dalam pelaksanaan kegiatannya, RER menggunakan 4 pendekatan. Pendekatan pertama adalah melindungi. Pada praktiknya, pendekatan ini tidak hanya mengedepankan penjagaan dan patroli dari 70 jagawana, tapi juga kerja sama dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan RER.

Perlindungan kawasan RER juga terbantu berkat adanya perisai hijau dari hutan tanaman dan areal hutan bernilai konservasi tinggi yang dikelola oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) — anak usaha Grup APRIL yang bergerak di industri bubur kayu dan kertas terintegrasi. Perisai hijau tersebut sangat efektif mencegah masuknya pembalak liar ke kawasan RER.

Dampak dari upaya perlindungan pun sangat nyata. Kawasan yang sempat dahulunya kerap menjadi sasaran illegal logging ini sekarang bebas dari praktik haram tersebut. Tak hanya itu, ritual kebakaran hutan pun tak lagi terjadi. Bahkan, sejak tahun 2015 — saat kejadian kebakaran hutan sedang tinggi-tingginya – hingga tahun 2017 kawasan RER bebas dari kebakaran.

Mengkaji, Merestorasi dan Mengelola

Pendekatan kedua yang dilaksanakan RER adalah mengkaji. Lewat pendekatan ini, dilakukan survei dan pemantauan untuk mempelajari keadaan dan kekayaan flora, fauna, dan habitat di kawasan RER. Hasil penilaian awal yang telah diselesaikan bisa menjadi pedoman untuk kajian dan pengelolaan kawasan RER dengan tetap memastikan masyarakat terlibat dalam proses tersebut.

“Kami memiliki sekitar 200 kamera jebak untuk memantau keberadaan berbagai fauna sebagai bagian dari pendekatan penilaian ini,” kata Nyoman.

Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan lewat survei bersama FFI di tahun 2015 dan pemantauan selama ini, terdapat setidaknya 718 spesies fauna dan flora di kawasan RER. Termasuk di dalamnya 70 spesies mamalia, 300 spesies burung, 107 spesies amfibia dan reptil, 89 spesies ikan dan 112 jenis pohon dan 40 spesies jenis nonpohon.

Rangkong badak (Buceros rhinoceros) merupakan salah satu spesies burung rangkong terbesar di Asia. Menurut Daftar Merah IUCN, rangkong badak termasuk spesies yang hampir mengalami kelangkaan. (foto: RER)
Rangkong badak (Buceros rhinoceros) merupakan salah satu spesies burung rangkong terbesar di Asia. Menurut Daftar Merah IUCN, rangkong badak termasuk spesies yang hampir mengalami kelangkaan. (foto: RER)

Banyak dari spesies tersebut tergolong langka, terancam atau hampir punah. Setidaknya 48 spesies diklasifikasikan sebagai terancam secara global oleh IUCN, dengan 79 terdaftar di dala Appendiks CITES, dan 101 terdaftar sebagai spesies yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 di Indonesia.

“Termasuk yang teridentifikasi adalah harimau sumatera, trenggiling, kucing kepala datar, dan mentok rimba,” kata Nyoman.

Dia menuturkan, kondisi gambut yang basah menjadi tantangan tersendiri dalam proses identifikasi. Kondisi tersebut seringkali menyamatkan jejak satwa, sekaligus membuat camera trap yang dipasang cepat mengalami kerusakan.

Pendekatan ketiga yang dilakukan RER adalah Merestorasi. Melalui pendekatan ini, dilakukan pemulihan lahan terdegradasi secara hati-hati dengan bibit tanaman asli di kawasan itu. Tahun 2017 lalu, RER menghasilkan lebih dari 39.000 bibit dari lebih dari 70 spesies pohon yang berbeda. Bibit tersebut membantu regenerasi alami hutan gambut di kawasan RER.

Nyoman menyatakan, penutupan kanal yang dilakukan juga merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan restorasi hidrologis di RER. Penutupan kanal akan memastikan lahan gambut tetap basah dan mendukung proses regenerasi alami yang sedang diupayakan. Nyoman menjelaskan, upaya perlindungan yang dilakukan termasuk menutup kanal yang sebelumnya  digunakan untuk jalur pengangkutan kayu ilegal. Hingga tahun 2017, RER telah menutup 9 kanal sepanjang 29,5 kilometer dengan menggunakan 25 bendungan. Sebagai catatan, survei yang dilakukan telah mengidentifikasi 36 kanal dengan panjang mencapai 116 kilometer di seluruh kawasan RER.

“Penutupan kanal penuh tantangan karena lokasinya yang cukup sulit dijangkau. Ada lokasi yang baru bisa dicapai 2-3 hari perjalanan. Tapi kami tak menyerah dan terus melakukan penutupan kanal,” kata Nyoman.

Pendekatan terakhir yang dilakukan adalah mengelola. Nyoman menjelaskan, pengelolaan yang dilakukan RER berbasis bentang alam, oleh karenanya model pengelolaan kolaboratif untuk Semenanjung Kampar di bawah keberadaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tasik Besar Serkap . Arahan dari pihak yang berwenang seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan pemerintah daerah sangat mendukung upaya tersebut.

Dia berharap model pengelolaan berbasis bentang alam bisa diterapkan untuk kawasan Semenanjung Kampar.

Macaca fascicularis, merupakan salah satu mamalia yang banyak ditemukan di kawasan Restorasi Ekosistem Riau di Pulau Padang. foto: RER)
Macaca fascicularis, merupakan salah satu mamalia yang banyak ditemukan di kawasan Restorasi Ekosistem Riau di Pulau Padang. (foto: RER)

Masyarakat

Pastinya, pendekatan yang dilakukan RER selalu melibatkan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut. Edukasi dan pelatihan pertanian tanpa membakar dilakukan. Teknik pertanian organik yang memanfaatkan kompos dan pupuk organik cair juga diperkenalkan. Langkah tersebut diharapkan bisa mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga mengurangi intensi untuk terlibat dalam kegiatan ilegal seperti pembalakan liar dan perambahan.

Komoditas hortikultura seperti cabai merah, terong, dan jahe merah merupakan sebagian dari tanaman yang kini ditanam oleh masyarakat. RER juga memberikan dukungan pemasaran, menjual hasil produksi dan mengembalikan pendapatan serta keuntungan kepada masyarakat.

“Penting untuk menyediakan mata pencaharaian alternatif bagi masyarakat, sehingga mereka mau terlibat dan memiliki tujuan yang sama untuk melindungi RER. Ini adalah bagian dari keseimbangan segitiga sosial-ekonomi-lingkungan,” kata Nyoman. AI

Masyarakat yang tinggal di sekitar RER dibina dan didampingi untuk memanfaatkan lahan mereka tanpa membakar, sebagai metode alternatif persiapan lahan untuk dapat menghasilkan tanaman pangan, seperti cabai merah. (foto: RER)
Masyarakat yang tinggal di sekitar RER dibina dan didampingi untuk memanfaatkan lahan mereka tanpa membakar, sebagai metode alternatif persiapan lahan untuk dapat menghasilkan tanaman pangan, seperti cabai merah. (foto: RER)