Rimbawan Senior: Kebijakan KHDPK Seharusnya Tidak Dibela

Ilustrasi LMDH

Rimbawan senior Transtoto Handhadari menilai saat ini berbagai kekuatan sedang dikerahkan untuk membela kebijakan pengelolaan hutan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) di Jawa.

Salah satunya adanya kelompok yang mendorong keras Pengadilan TUN untuk menolak gugatan karyawan Perhutani dan masyarakat desa hutan yg menginkan kebijakan  KHDPK tersebut dihentikan dan diperbaiki dulu.

“Ini sangat ironis,” kata Transtoto, Rabu 12 Oktober 2022.

Menurut dia, kelompok yang mengaku pahlawan pemulihan hutan Jawa “nampak” sedang mengkhayalkan segala yang terbaik yang memang diimpikan semua orang. Namun faktanya sangat bertentangan dengan kekacauan serta perusakan hutan yg sedang terjadi dan ancaman-ancaman  yang dapat dibuktikan secara ilmiah maupun fakta kejadian bencana lingkungan yang terjadi.

“Sangat memprihatinkan orang-orang terpelajar bahkan akademisi, dan sangat dimumgkinkan orang-orang yang paham hukum, berkoalisi dan berserikat tenggelam dalam tulisan indah terinci, disetir oleh kekuasaan yang menafikan telah dirintisnya kehancuran hutan Jawa oleh sebuah kebijakan kehutanan oleh pengelola hutan negara itu sendiri,” kata Transtoto.

Menurut Transoto, kepentingan perut sekelompok masyarakat dijadikan tameng pembenaran KHDPK tanpa memperhatikan kepentingan kelompok masyarakat (LMDH) yang telah lama dibina oleh pemerintah juga dan kelestarian lingkungan hidup yang seharusnya menjadi pedoman KLHK.

“Mengapa ada kelompok masyarakat yang tentunya bukan tidak paham, tetapi mengherankan bila tidak tahu, bahwa ada kelompok masyarakat lain yang sedang menderita karena kecemasannya menghadapi masa depan kehidupannya tanpa dibela,” kata Transtoto.

Dia menilai situasi tersebut sangat naif. Ada kelompok yang mengatasnamakan dan berlindung atas nama pemulihan hutan Jawa namun sedang dengan langkah-langkah yang kotor ikut menggerakkan kekisruhan pengelolaan hutan di Jawa. Transtoto menilai kelompok itu mengkhianati keselamatan rakyat dan kemajuan pembangunan Jawa.

“Lalu, berbahagiakah mereka merenungkan apa yang sedang terjadi di lapangan serta bencana lingkungan yang jelas nyata akan membesar dari yang telah terjadi saat ini?

Ataukah banjir sebagai salah satu bencana yang paling umum ditakuti di Jawa sudah tidak dianggap penting diperhatikan?,” tanya Transtoto.

Transtoto menyayangkan sikap dimana kerusakan hutan juga sudah dianggap biasa. “Sumber daya hutan dan segala isinya apakah sudah dianggap hanya fenomena alam raya saja?,” kata dia. *** AI