Rancangan Peraturan Presiden tentang Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang tengah disusun terus disempurnakan oleh pemerintah. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyempurnakan RPP ISPO itu adalah dengan menjalin komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari petani, lembaga swadaya masyarakat, pelaku industri hingga negara-negara konsumen.
“Dalam proses penguatan ISPO dimungkinkan adanya penilaian, masukan, kritikan, dan usulan dari seluruh pemangku kepentingan yang menjadi pertimbangan Tim Penguatan ISPO,” tutur Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud ktika memberikan penjelasan mengenai perkembangan kelapa sawit di Jakarta, akhir pekan lalu.
Hadir dalam acara tersebut Kepala Seksi Pembinaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan Kementerian Pertanian Prasetyo Jati, Senior Advisor Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) Diah Suradiredja, dan Direktur Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) Herryadi.
Menurut Musdhalifah, lewat kebijakan tentang ISPO, pemerintah Indonesia berkomitmen melakukan perbaikan tata kelola kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan agar produk kelapa sawit Indonesia dapat lebih baik lagi diterima pasar.
“Penguatan ISPO diharapkan memberikan kontribusi yang lebih nyata terhadap peningkatan pembangunan ekonomi, sosial budaya, dan kualitas lingkungan hidup,” katanya.
Serupa dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), ISPO diharapkan akan memiliki dampak transformasional terhadap sektor kelapa sawit dengan memperkuat tata kelola, melindungi pekebun, membangun kepercayaan di antara pembeli internasional, dan memperkuat kontribusi minyak kelapa sawit terhadap perekonomian Indonesia.
Lebih lanjut, penguatan ISPO akan diwujudkan melalui Peraturan Presiden karena merupakan komitmen lintas kementerian dan lembaga yang prosesnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah maupun non pemerintah
“ISPO merupakan sistem sertifikasi yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia,” ungkapnya.
Seperti diketahui, komoditas kelapa sawit dan produk turunannya sering kali mendapatkan kampanye negatif dari masyarakat internasional. Predikat negatif terus digembar-gemborkan LSM internasional terhadap komoditas itu, mulai dari tidak ramah lingkungan hingga melanggar aturan memperkerjakan anak di bawah umur.
Padahal, komoditas sawit yang diekspor harus memenuhi persyaratan ketat yang ditetapkan dunia internsional, yakni Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO adalah asosiasi yang terdiri dari berbagai organisasi dari berbagai sektor industri kelapa sawit (perkebunan, pemrosesan, distributor, industri manufaktur, investor, akademisi, dan LSM bidang lingkungan) yang bertujuan mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.
Organisasi yang didirikan tahun 2004 dengan kantor pusat berada di Zurich, Swiss, itu diklaim telah memiliki 1000 anggota di lebih dari 50 negara. Walaupun sudah memenuhi standar RSPO, namun komoditas sawit Indonesia masih saja terus diserang dengan kampanye negatif.
Untuk membuktikan kalau komoditas sawit Indonesia benar-benar sustanaible (brkelanjutan), pemerintah akhirnya berencana membuat standar tata kelola sawit sendiri yang dinamakan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil).Keberadaan ISPO nantinya akan memperkuat komoditas sawit Indonesia untuk menghapus kesan negatif itu
Agar ISPO bisa diterapkan lebih cepat dan secara baik, Musdhalifah menekankan pentingnya komunikasi dengan pasar, termasuk pasar internasional. Oleh sebab itu sangat disayangkan adanya pemberitaan soal intervensi asing terhadap proses penguatan ISPO yang tidak benar.
“Kita perlu berkomunikasi dengan semua pasar-pasar kita, termasuk pasar dari luar negeri,” tutup Musdhalifah. B Wibowo