Yogyakarta dikenal sebagai salah satu kota yang mempunyai banyak sekali ragam kuliner. Tak hanya makanan enak, tapi juga sejumlah minuman yang bisa dinikmati. Salah satu minuman khas Yogya adalah limun Sarsaparilla. Limun ini merupakan salah satu minuman jadul yang sebenarnya sangat familier bagi generasi 60-70 an
Limun Sarsaparilla ini adalah sejenis limun yang memiliki warna ungu kecoklatan. Minuman ini merupakan hasil fermentasi tanaman Sarsaparilla, (Smilax ornata) dan ini adalah salah satu minuman bersoda dari Indonesia. Ketika diminum, memiliki ciri khas rasa yang unik, semacam rasa balsamik.
Konon limun sarsaparilla dulu merupakan minuman favorit kaum ningrat dan para bangsawan keraton Yogya. Limun ini selalu disuguhkan dalam acara-acara istimewa. Namun kini keberadaannya seakan menghilang dari peredaran dan tergerus oleh zaman. Sarsaparilla mulai menghilang seiring dengan hadirnya berbagai produk minuman soda dari luar negeri. Akibatnya, banyak produsen minuman khas Yogyakarta ini gulung tikar dan membuatnya semakin sulit untuk ditemukan di pasaran.
Berangkat dari rasa keprihatinan akan hilangnya cita rasa lokal Indonesia khususnya Yogya, Hendrawan Judianto, mengembangkan kembali limun sarsaparela dengan merk Indo Saparella.
Bagaimana upaya Hendrawan dalam melestarikan dan mengembangkan minuman jadul ini, berikut hasil wawancaranya dengan Agro Indonesia.
Apa yang membuat bapak tertarik dengan limun ini?
Bermula dari kecintaan kita dengan cita rasa lokal, saya suka cita rasa limun ini, kita merasa sayang, masak kita punya cita rasa yang enak kok hilang. Kami teman-teman di sararella prihatin untuk cita rasa yang hilang ini.
Kami juga melihat cenderung untuk oleh-oleh itu berupa makanan, jarang minuman. Waktu itu saya berfikir, alangkah menariknya kalau kita coba mengenalkan lagi minuman yang sebenarnya sudah dikenal dari dulu oleh nenek-nenek kita, orangtua kita, tetapi sekarang susah. Jadi saya coba mendevelop ulang dengan cita rasa yang kita pahami.
Memorinya kita, sarsaparela itu dulu begini, soda ringan. Di produk kami ini, kami menekankan bahwa produk kami masuk kelas lite soda. Limun jaman dulu lebih relatif lite sodanya. Jadi kita buat Indo Saparella dengan lite carbonate soft drink.
Bagaimana perkembangannya?
Kita awali dengan dari pameran ke pameran, di Jakarta, DIY dan sekitarnya. Kami banyak di support dari Kementerian Perindustrian waktu itu. Di pameran kita kenalkan, free drink, ini lo cita rasa Indonesia. Kita juga pernah diminta mengisi paviliunnya Indonesia di Jepang untuk Foodex Asia. Kita kenalkan ada cita rasa Indonesia dan mereka welcome. Tahun 2010 pernah jadi Welcome Drinknya untuk ASEAN. Kebetulan ada acara Asean Women’s Circle di Kantor Asean Women’s Circle . Kita pernah support disana, responnya positif juga.
Dari satu pameran ke pameran lain, kami mendapat input, memang orang kita, cenderung suka manis, dibanding yang kecut. Jadi kita sesuaikan, akhirnya keluarlah varian Indo Saparella yang sekarang. Indo saparella kami cenderung manis. Karena apa, karena cita rasa Yogya yang cenderung manis. Kita menyesuaikan dengan khas Yogya.
Bahan sarsaparillanya dari mana?
Sarsaparilla untuk cita rasa saja. Jadi memang kami tidak dari ekstrak, andaikata ada ekstraknya pun itu kandungannya sangat kecil. Karena pemanfaatannya bukan lari ke herbalnya tapi lebih ke cita rasa. Karena sarsaparilla sendiri kalau kita cermati tanamannya atau ekstraknya dengan konsentrasi cukup tinggi sudah keluar bitternya dan tidak enak untuk dikonsumsi sebagai minuman, lebih ke jamu. Di minuman kami sarsaparillanya digunakan sebagai cita rasa, lebih ke aromatik, tanpa ada khasiat. dan memang lebih ke flavor seperti itu.
Jadi ini bukan produk dari tanaman sarsaparilla langsung?
Kami memang tidak klaim sebagai herbal. Karena kalau dari BPOM kami mendeklernya sebagai minuman berkarbonasi cita rasa sarsaparilla. Cita rasa itu banyak, ada rasa strawberry, rasa melon, atau rasa cola, seperti itu. Kebetulan kami mengambil ciri khas di sarsaparilla.
Persis kembali ke cita rasa limun jaman dulu. Limunpun sebetulnya tidak menggunakan ekstrak. Limun dulu yang pakai botol kawat, tutup keramik, itu bukan ekstrak, tapi menggunakannya sebagai pencita rasa.
Banyak yang memahaminya seperti itu, karena ada nama tanaman semacam ramuan berkhasiat?
Sebetulnya tidak juga. Label kami Indo Saparella. Bukan sarsaparilla. Sarsaparilla hanya sebagai cita rasa. Kalau yang lari ke herbal itu, mereka pasti ada klaimnya, misalnya menyehatkan apa, menguatkan apa, baik untuk pengobatan rematik, seperti itu. Sedangkan kalau di minuman, klaim itu dilarang. Aturannya seperti itu. Jadi kalau orang bilang minum Saparella rasanya anget, itu relatif. Kalau memang minumnya di daerah dingin, mungkin terasa anget. Tapi kalau minumnya di daerah panas ya rasanya seger. Minuman penyegarlah karena tidak ada embel-embel klaim khasiat apapun, begitu.
Formula yang sekarang sama dengan yang dulu?
Kalau kami sebetulnya tidak ada kaitan dengan limun yang dulu. Kebetulan para foundernya ini pecinta sarsaparilla limun jaman dulu. Kami punya keprihatinan yang sama. Limun yang dulu itu sulit didapat, semakin hari semakin hilang di peredaran. Dulu jaman saya SD bisa jumpai di warung-warung seperti limun, temulawak, kalau beli limunnya dituang ke plastik pakai sedotan, sekarang mulai tergusur, jarang kita temui lagi. Di Yogya dulu ada banyak produsennya skala home industri. Mungkin banyak yang sudah tutup. Nah dari situ, kami memberanikan diri mulai untuk mendevelop lagi cita rasa yang kita rasa ini enak khas Indonesia, kenapa tergusur. Jadi kita mulai kenalkan lagi.
Dan secara management kami betul-betul berbeda dengan yang lama. Karena yang lamapun tidak ada keterikatan dengan kita. Cuma karena sarsaparilla itu adalah nama pasar dan sarsaparilla itu nama tumbuh-tumbuhan, tidak bisa dipakai untuk brand. Maka kami mencreated brand, brand kami Indo Sarparella.
Kalau minuman sarsaparilla sendiri sebetulnya banyak. Setahu kami di Indonesia dulunya tidak hanya di Pulau Jawa saja, ada juga di Kalimantan, Sumatera. Tersebar, hampir merata di seluruh Indonesia. Mungkin penyebarannya lingkupnya lokal. Jadi misal yang di Bandung ya dipasarkannya seputar Bandung saja.
Pasarnya mana saja?
Sebetulnya target kami diawal dulu itu mengenalkan pada anak anak, orang-orang muda akan cita rasa lokal sarparella yang mulai hilang. Jadi waktu awal masuknya ke kuliner, minuman sarparella kami tidak masuk di modern market. Kebanyakan hanya ada di tempat makan, rumah makan, warung sate, soto. Apalagi yang tempat kuliner jadul, kita masuk. Tapi seiring waktu banyak teman-teman yang “protes” ke kita, mereka tidak ingin makan maunya minum saja, kalau ke rumah makan tidak enak kalau tidak makan. Akhirnya kita coba masuk ke beberapa modern market. Terlebih (khususnya) karena pandemi ini, banyak rumah makan-rumah makan tutup. Akhirnya mulai kenalkan ke modern market, ke mini market. Beberapa tahun terakhir ini yang khusus Yogya, kita masuk ke Mirota, Progo, Gardena, Transmart Carefour. Dan untuk luar seperti Jakarta, kami merger di modern market. Karena disana memang konsepnya take away, beli bawa, bukan untuk minum ditempat.
Visi misi?
Kami ingin mengenalkan cita rasa lokal yang dulu. Indonesia kaya taste, cita rasa lokal kita ini kaya, tapi banyak cita rasa kita yang tidak terekspos. Beda dengan cita rasa luar. Cita rasa kita tidak kalah cuma cara penyajiannya mungkin kita kurang.
Kita ingin mengenalkan kembali minuman ini lebih luas. Sehingga orang tahu Indonesia punya lokal soft drinknya sendiri. Ada kebanggaan tersendiri buat kami, bisa memproduksi produk lokal asli Indonesia, yang mana sebetulnya nenek dan orangtua kita kenal minuman itu. Jadi dengan kembalinya minuman jadul ini, orang tua kita bisa bernostalgia dan yang muda tidak kehilangan jejak. Anna Zulfiyah