Presiden Joko Widodo mengambil keputusan berani membuka kran impor daging dari India, negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). Namun, izin yang dibuka melalui peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU No.41 Tahun 2014 itu dinilai terburu-buru. Pasalnya, UU tersebut sedang diuji-materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apakah upaya menurunkan harga sepadan dengan ancaman PMK?
Pemerintah akhirnya menggunakan “jurus maut” setelah gagal menurunkan harga daging sapi di dalam negeri. Daging kerbau dari India dipakai untuk menggertak pasar. Maklum, harga daging ini lebih murah dan India punya pasok kerbau melimpah sebagai eksportir daging terbesar dunia. Hanya satu saja kurangnya, dan ini bisa fatal. India tidak bebas penyakit hewan paling berbahaya: penyakit mulut dan kuku (PMK).
Ancaman yang tertutup sejak Orde Baru itu kini dibuka lewat Paket Kebijakan Ekonomi jilid IX. Presiden Jokowi meneken PP yang membolehkan impor dari negara yang di suatu daerahnya bebas dari PMK. Dengan beleid ini, Indonesia tidak lagi menerapkan zero tolerance alias country-based terhadap PMK, tapi berubah menjadi zone-based.
“Kami tidak mengerti mengapa pemerintah mengambil risiko masuknya penyakit PMK yang berbahaya hanya untuk menurunkan harga. Jika terjadi wabah PMK lagi, maka 4,6 juta peternak rakyat terancam dimiskinkan. Bukan hanya peternak sapi, tapi juga kerbau, kambing domba dan babi. Karena sesuai UU, pemusnahan ternak yang terkena wabah tidak dapat ganti rugi,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Joni Liano di Jakarta, Jumat (11/3). Gapuspindo adalah perubahan dari Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo).
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Muladno Bashar mengakui impor dari negara tak bebas PMK dalam rangka menekan harga daging yang terus tinggi. Harapannya, India masuk, harga daging melorot dan paling tinggi mentok di posisi Rp85.000/kg. Bagaiman dengan ancaman PMK? “Kita punya dokter hewan dan tim ahli untuk memeriksa. Persyaratan teknisnya juga akan ada,” kata Guru Besar Peternakan IPB itu.
Menurut Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sri Mukartini, impor daging dari zona bebas PMK hanya boleh dimasukan oleh BUMN dan BUMD. “Impornya daging dalam bentuk boneless, beku, sudah dihilangkan limpoglandulanya dan dilayukan hingga pH di bawah 6,” katanya.
Pede, memang. Padahal, siapa sih yang tidak paham lemahnya infrastruktur dan pengawasan di negeri ini? Apalagi, ancaman PMK daging India bukan isapan jempol. Rusia contohnya. Awal Oktober 2015, tim inspeksi Rusia menemukan satu kiriman daging kerbau India masih mengandung virus PMK setelah dilakukan pengujian. Padahal, sesuai kebijakan yang ada, setiap kiriman ekspor dikenai wajib uji mikrobiologi serta tes lainnya dan inspeksi sebelum pengapalan (PSI). Akhirnya, kran impor yang pembahasannya dilakukan sejak Januari 2015 itu ditutup kembali. AI