Sentra produksi pertanian rawan terjadi pemalsuan pestisida. Seperti yang terjadi di sentra produksi hortikultura, Brebes, Jawa Tengah, polisi mengamankan sekitar 1.500 kaleng/saset pestisida palsu.
Kementerian Pertanian (Kementan) terus meningkatkan pengawasan pestisida palsu dan ilegal dengan menggerakkan unsur pengawas pupuk dan pestisida dari pusat hingga ke daerah.
Pengamanan pestisida palsu ini dilakukan polisi atas informasi petani kepada petugas di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Brebes. “Yang dipalsukan di Brebes ada 9 jenis pestisida, di antaranya Round Up, Score, Amistar,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy pada Jumpa Pers Pengawasan Pestisida Palsu di Brebes, Jumat, (5/4/2019).
Sarwo Edhy mengatakan, tidak hanya di Brebes, di tempat lain pemalsuan juga bisa saja terjadi. “Yang menjadi sasaran pemalsuan pestisida adalah sentra-sentra produksi hortikultura dan pangan,” katanya.
Dia menjelaskan, perkembangan pendaftaran pestisida di Kementan hingga saat ini jumlah pestisida yang terdaftar di Kementan sejumlah 4.437 formulasi. Dari jumlah formulasi tersebut, tercatat jenis Insektisida sebanyak 1.530 formulasi dan Herbisida 1.162 formulasi dan sisanya sebanyak 1.745 formulasi terdiri dari Fungisida, Rodentisida, Pestisida rumah tangga dan lain-lain.
Pada tahun 2018, Kementan telah melakukan pencabutan sebanyak 1.147 formulasi yang terdiri dari pestisida yang habis izinnya pada tahun 2017 sebanyak 956 formulasi.
Pencabutan tersebut atas permintaan sendiri sebanyak 191 formulasi. Hal ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.107 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pestisida dan Peraturan Menteri Pertanian No. 39 Tahun 2015 tentang Pendaftaran Pestisida.
“Informasi ini harus disampaikan kepada petani Brebes dan petani lainnya di seluruh Indonesia, sehingga mereka tahu mana pestisida yang palsu dan mana yang asli,” tambahnya.
Hancurkan kaleng bekas
Modus pemalsuan pestisida sendiri sebetulnya sederhana. Mereka membeli kaleng bekas pestisida, lalu diisi ulang dengan yang palsu. Untuk satu botol bekas pestisida — yang harganya mahal — mereka beli kalengnya dari petani Rp10.000/buah. “Oleh karena itu, kita minta para petani menghancurkan kaleng bekas pestisida,” pinta Sarwo.
Iptu Tumiya, Kanit Tipidter SatReskim Polres Brebes mengatakan, Polri berkomitmen untuk penindakan pestisida palsu. “Kita amankan dua pelaku yang diduga melakukan pemalsuan. Kita amankan 1.500 botol dan saset dalam bentuk cair maupun bubuk yang tidak sesuai dengan komposisi pada label,” katanya.
Dia menjelaskan, berdasarkan hasil analisa laboratorium, Polres Brebes memastikan bahwa pestisida yang diamankan adalah palsu. Polres Brebes sedang mengembangkan pengawasannya untuk menangkap produsen pestisida palsu.
“Saat ini yang ditangkap adalah pengedarnya, baru 3 bulan main di Brebes. Kita berharap bisa menangkap produsennya,” tambahnya.
Sarwo Edhi berharap pemalasuan pestisida bisa dihentikan. “Dampak dari pemalsuan pestisida ini tanah menjadi rusak dan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) resisten dan muncul OPT baru,” jelasnya.
“Harapan kita, petani bisa membudidayakan tanaman secara tenang dan dapat hasil sesuai dengan yang diharapkan,” katanya.
Beberapa upaya yang dilakukan Kementan untuk meningkatkan pengawasan pupuk dan pestisida palsu adalah penguatan pengawasannya oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3), penertiban dan pengawasan kios, kerja sama dengan Polri dan asosiasi produsen pestisida.
“Dengan langkah-langkah itu, kita sangat optimis pengawasan pestisida palsu bisa dilakukan secara optimal,” tambahnya.
Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Pestisida Croplife, Agus Kurniawan mendukung proses penangkapan pestisida palsu ini karena merugikan produsen juga petani.
“Kami sangat mengapreasi langkah pemerintah dan berharap pihak swasta bisa bekerja sama dengan pemerintah maupun dengan kabupaten,” kata Agus Kurniawan.
Kasubdit Pestisida, Dirjen PSP, Lolitha Tasik Taparan engatakan, Kementan akan merevisi Peraturan Menteri Pertanian No. 39 Tahun 2015 tentang Pendaftaran Pestisida.
Revisi tersebut guna menghindari pemalsuan pestisida yang kerap terjadi di lapangan. Dalam Permentan yang baru nantinya akan diatur komposisi bahan aktif/bahan teknis dari pembuat bahan aktif/bahan teknis.
Revisi Permentan juga terkait persyaratan teknis. Salah satunya penambahan definisi tentang impurities. Untuk meningkatkan pendaftaran pestisida alami perlu dilakukan perubahan untuk uji efikasi yang semula 2 unit menjadi 1 unit.
Sedangkan untuk efek karsinogenik pada pestisida perlu penmabahan acuan dari lembaga internasional, yaitu Joint Meeting Pesticide Residues (JMPR).
“Revisi ini akan disyahkan setelah dilaksanakan Pemilu, sehingga masih ada kesempatan untuk memberikan masukan dari masyarakat, khususnya berbagai unsur yang berkepentingan, sehingga dicapai hasil yang terbaik untuk periode mendatang,” kata Lolitha.
Lolitha mengakui, peranan pestisida dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman masih sangat besar. Apalagi, jika serangan hama dan penyakit telah mencapai ambang batas pengendalian atau ekonomi.
Namun demikian, menurut Lolitha, mengingat pestisida juga mempunyai risiko terhadap keselamatan manusia dan lingkungan, pemerintah berkewajiban mengatur perizinan, peredaran dan penggunaan pestisida agar dapat dimanfaatkan secara bijaksana. PSP