Strategi Menekan Australia?

PASOKAN DAGING BERKURANG

Harga daging sapi di pasar dalam negeri, terutama di kawasan Jabodetabek, masih tinggi. Hingga Kamis  pekan lalu, data Kementerian Perdagangan menunjukkan harga daging sapi di wilayah Jakarta dan sekitarnya mencapai Rp114.090/kg. Sementara secara nasional, harga daging sapi berada di posisi Rp113.890/kg.

Harga yang terjadi tersebut tentu masih jauh di bawah harapan pemerintah yang sangat menginginkan harga daging sapi bisa berada di bawah Rp100.000/kg.

Padahal, untuk menurunkan harga daging sapi, berbagai jurus telah dilakukan pemerintah. Misalnya, mempermudah kegiatan impor dengan tidak lagi menerapkan syarat country-based, cukup dengan zona-based. Bahkan, untuk menurunkan harga daging sapi, pemerintah juga membuka pintu impor daging kerbau dari India.

Melihat perkembangan stabilisasi harga daging sapi yang hasilnya belum maksimal, Kemendag kembali meluncurkan upaya baru, yakni berusaha merevisi aturan yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2016  tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal Dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan.

Melalui revisi itu, Kemendag menginginkan importir swasta diberikan peluang untuk memasukkan daging yang termaktub dalam PP tersebut.

Dalam Bab I pasal 2 ayat 1 di PP Nomor 4 tahun 2016 disebutkan, dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemasukan ternak  dan/atau  produk hewan  ke  dalam  wilayah negara  kesatuan Republik Indonesia yang berasal  dari  negara atau zona dalam suatu  negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan ternak dan/atau produk hewan.

Sementara pasal 2 ayat 2 menyebutkan kalau pemasukan  ternak  dan/atau  produk hewan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memerhatikan kepentingan nasional.

Sedangkan pada Bab IV Pasal  7 ayat 1 menyebutkan, pemasukan  ternak  dan/atau produk  hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  2 ayat (1) dilaksanakan  oleh  badan  usaha  milik  negara yang ditugaskan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang  pembinaan  badan usaha milik.

Dalam keterangannya kepada media, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyebutkan, Kemendag berusaha menggodok revisi aturan yang memungkinkan perusahaan swasta diberi peluang mengimpor daging sapi beku dalam rangka stabilisasi harga. “Selama ini penugasan impor daging sapi dengan tujuan stabilisasi harga selalu diberi ke badan usaha milik negara (BUMN),” ujarnya.

Namun, ungkapnya, belum optimalnya jaringan dan anggaran membuat hasil penugasan tersebut dipandang kurang maksimal. Belum lagi, imbuh Oke, penugasan ke BUMN dinilai malah menambah jalur birokrasi yang mengerek naik harga komoditas daging sapi.

Untuk mengatasi keterbatasan dan efek samping tersebut, Oke berujar pihaknya tengah menggodok revisi PP Nomor 4 Tahun 2016. Nantinya, revisi itu memungkinkan pemerintah menugaskan swasta sebagai operator pengimpor daging sapi dalam rangka stabilisasi harga.

“Ini nuansanya kami menginginkan apakah dimungkinkan mengizinkan importasi penugasan di luar BUMN, yakni ke swasta. Kalau bisa sebelum akhir tahun ini,” papar Oke.

Dia menjelaskan, revisi PP ini dikebut untuk menahan gejolak harga daging sapi yang berpeluang muncul pada akhir tahun nanti. Apalagi, pemerintah berambisi harga daging sapi bisa ditekan hingga ke level di bawah Rp100.000/kg sebelum akhir tahun ini.

Maksudnya daging kerbau

Apa yang dikemukakan Oke sebetulnya bukan daging sapi, tapi bagaimana importir swasta dimungkinkan mengimpor daging kerbau eks India untuk menstabilkan harga. Selama ini, impor daging India hanya ditugaskan kepada BUMN. Ketika ditegaskan masalah ini, Oke membenarkan.

“Ada upaya untuk mempelajarinya juga tentang kemungkinan itu (swasta impor daging kerbau India, Red.). Namun, saat ini Perum Bulog masih menjadi pihak yang ditunjuk mengimpor daging kerbau,” ujar Oke Nurwan kepada Agro Indonesia, akhir pekan lalu.

Perum Bulog sendiri awalnya mendapatkan tugas mengimpor 10.000 ton daging kerbau dari India pada bulan Septemebr lalu. Kemudian, BUMN ini mendapatkan tambahan alokasi impor sebanyak 70.000 ton yang izinnya berakhir pada tahun 2016 ini.

Kegiatan importasi telah dilakukan Perum Bulog. Daging kerbau yang masuk ke dalam negeri itu kemudian dijual Perum Bulog kepada masyarakat dengan harga Rp 65.000/kg.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Dody Edward mengatakan, importasi daging kerbau oleh Perum Bulog masih akan terus berlangsung hingga akhir tahun 2016. “Impor daging kerbau masih berjalan dan daging tersebut mayoritas ditujukan untuk kawasan Jabodetabek,” kata Dody.

Mengenai kemungkinan ketidakmampuan Perum Bulog untuk memenuhi semua alokasi impor daging kerbau sebanyak 70.000 ton hingga akhir tahun 2016 ini, pemerintah masih berharap Perum Bulog bisa memaksimalkan tugasnya, kata Dody.

“Kita lihat saja dulu kegiatan Perum Bulog. Jika nanti ternyata masih ada alokasi impor daging kerbau yang belum dipenuhi, kita akan bicarakan di kantor Menko Perekonomian untuk diambil langkah selanjutnya, apakah bisa di-carry over di tahun 2017 atau tidak,” jelas Dody.

Tekan Australia

Selain memberikan peluang kepada swasta untuk mengimpor daging dan hewan ternak, pemerintah Indonesia juga berusaha menekan Australia, selaku negara sumber utama impor daging sapi dan hewan sapi, untuk menurunkan harga jual komoditas tersebut.

Menteri Perdagangan Enggartiarto Lukita mengatakan, isu tentang importasi daging dan hewan sapi ikut dibahas dalam perundingan bilateral antara Indonesia dan Australia pada pekan pertama Nopember ini.

Mendag menyebutkan, pihak Australia mempertanyakan soal penerapan kebijakan 5:1 dan 10:1 yang diterapkan pemerintah Indonesia dalam mengimpor hewan sapi bakalan. Dengan Rasio 5:1, setiap importir yang ingin mengimpor lima sapi bakalan, harus mengadakan satu sapi indukan. Rasio ini bahkan diperbesar jika perusahaan penggemukan sapi bersedia bermitra dengan peternak lokal. Jika perusahaan menyanggupi, regulator perniagaan ini memberlakukan rasio 10:1.

Rasio itu berarti setiap 10 sapi bakalan yang diimpor, perusahaan pengimpor wajib menyediakan 1 sapi indukan. Dalam kerja sama ini, nantinya sebanyak 5 sapi bakalan akan digemukkan perusahaan penggemukkan sapi. Kemudian, sisanya akan digemukkan para peternak lokal. “Mereka khawatir kalau auditnya dilakukan per shipment,” kata Enggar.

Mendag pun memberikan penjelasan bahwa kebijakan itu auditnya akan dilakukan pada tahun 2018.

Kepada pihak Australia, Mendag juga menyatakan kebijakan itu diterapkan pemerintah Indonesia karena harga daging sapi dan hewan sapi dari Australia terus mengalami kenaikan. “Kita juga berikan penjelasan mengapa kita membuka pintu impor dati Meksiko, Brasil dan Spanyol serta impor daging kerbau dari India, yakni demi menurunkan harga daging di dalam negeri,” ujar Enggartiasto.

Menurutnya, pihak Australia memahami kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia dan akan berusaha membantu dengan melakukan investasi di sektor peternakan sapi di dalam negeri.

“Mereka juga berjanji akan meminya asosiasi ternak di sana untuk meninjau kembali harga jual hewan sapinya ke Indonesia,” papar Mendag.

Indonesia memang memiliki kontribusi cukup besar bagi ekspor daging dan hewan sapi Australia. Untuk ekspor daging sapi, Indonesia termasuk dalam urutan 10 besar negara tujuan ekspor daging sapi Australia.

Namun, untuk ekspor hewan sapi, Indonesia merupakan salah satu tujuan utama ekspor hewan sapi Australia. Untuk tahun ini saja, pemerintah berencana menetapkan alokasi impor hewan sapi sebanyak 600.000 ekor yang mayoritas didatangkan dari Australia.

Sementra secara umum, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai total  perdagangan bilateral Indonesia dan Australia  pada 2015  mencapai 8,51  miliar dolar AS. Neraca perdagangan  Indonesia-Australia  pada tahun 2015 mengalami defisit bagi Indonesia sebesar 1,1 miliar dolar AS.

Ekspor Indonesia ke Australia pada periode Januari-Agustus 2016 tercatat sebesar 2,19 miliar dolar AS atau turun 10,34%  dibandingkan  periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 2,45 miliar dolar AS. Sementara itu, impor Indonesia dari Australia pada periode Januari-Agustus 2016 mencapai nilai  3,36 miliar  dolar AS atau  naik  3,56%  dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,25 miliar dolar AS.

Komoditas ekspor andalan Indonesia ke Australia antara lain adalah other tubes & pipes; wood; tubes, pipes and hollow profiles;  reception app. for television; dan  tyres. Sedangkan, komoditas impor utama Indonesia dari Australia antara lain adalah wheat & meslin; live bovine animals; cane;coal; dan iron ores. B Wibowo