Target pemerintah mencapai surplus beras 10 juta ton tahun ini nampaknya bakal kandas direndam banjir. Namun, Kementan masih optimis, meski 40.000 hektare lahan sawah juga sudah puso. Caranya? Setujui dan cairkan alokasi anggaran Rp2,7 triliun yang diminta. Sekadar dalih?
Tidak ada kata menyerah buat Kementerian Pertanian (Kementan). Padahal, hampir semua target swasembada yang dicanangkan tercapai tahun 2014 ini sudah diambang kegagalan. Mulai dari produksi gula, daging sapi, kedele, jagung sampai beras sulit tercapai. Semuanya terpaksa masih impor. Bahkan, untuk beras, yang katanya surplus jutaan ton, negeri ini masih mengimpor beras premium yang belakangan bocor ke pasaran dan jadi heboh.
Pengakuan Kementan gagal mewujudkan surplus beras 10 juta ton memang soal waktu. Pasalnya, selama empat tahun terakhir, surplus beras yang dicapai secara kumulatif baru 5,4 juta ton. Dengan sisa waktu beberapa bulan saja, mustahil Kementan sanggup mengejar sisa 4,6 juta ton.
Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Nellys Soekidi menilai mustahil pemerintah bisa mengejar target itu. Apalagi dengan sejumlah bencana alam, terutama banjir. “Kondisi di lapangan menunjukkan sangat tidak mungkin tercapainya target surplus sebesar itu,” katanya.
Hal ini dibenarkan Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir. “Berat,” katanya. Yang bisa dicapai, katanya, sekadar menambah surplus dari 5,4 juta ton. Itu pun sudah bagus kalau memang terjadi.
Namun, Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Udhoro Kasih Anggoro tetap optimis target surplus 10 juta ton tercapai. Banjir yang merendam 236.846 ha sawah dan menghancurkan panen (puso) 40.000 ha lainnya dianggap kecil karena tak sampai 1% dari luas tanam. Pemerintah, katanya, terus menggenjot program percepatan yang dikenal dengan aksi Bukittinggi untuk mencapai swasembada.
Hanya saja, dia tak menjamin semua itu bisa terlaksana jika tidak didukung kebutuhan dana yang sudah diajukan. “Untuk pencapaian swasembada padi, jagung dan kedele kita butuh alokasi anggaran sekitar Rp2,7 triliun,” katanya. Dalam kondisi keuangan negara yang seret, bisa jadi permintaan itu ‘pintu keluar’, excuse, kegagalan pemerintah mengejar target. AI