Membaca Surplus Beras di Cipinang

Dampak bencana banjir yang terjadi di sejumlah sentra produksi beras di kawasan pantai utara  (Pantura) Jawa dan sejumlah daerah sejak awal tahun 2014 ini dipastikan bakal mengugurkan target pemerintah untuk mencapai surplus beras sebanyak 10 juta ton pada tahun ini.

Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Nellys Soekidi menegaskan sangat tidak mungkin bagi pemerintah untuk mencapai target surplus 10 juta ton beras di tahun ini jika mengacu pada konsisi yang terjadi saat ini.

“Kondisi di lapangan menunjukkan sangat tidak mungkin bagi tercapainya target surplus sebesar itu,” katanya, akhir pekan lalu.

Menurut Nellys, biasanya produksi beras akan mencapai volume yang cukup besar pada panen pertama, yang tahun ini akan jatuh mulai Maret nanti. Setelah itu, volume produksi padi akan mengalami penurunan di panen kedua dan begitu juga pada panen ketiga yang hanya mengandalkan tadah hujan.

Secara keseluruhan, ujarnya, 65% dari total produksi padi dalam setahun dihasilkan pada panen pertama, 25% dari panen kedua dan sisanya 10% dari panen ketiga.

“Yang jadi masalah, produksi padi pada panen pertama tahun ini dipastikan akan mengalami penurunan, yang utamanya dipicu oleh banyaknya lahan sawah yag mengalami puso dan kerusakan akibat diterjang banjir,” ujarnya.

Potensi ancaman

Selain lahan yang terkena puso dan rusak, Nellys juga mengingatkan bahwa ancaman penurunan produksi padi bisa juga datang dari lahan persawahan yang tidak mengalami puso atau kerusakan akibat banjir.

Menurutnya, lahan sawah yang tidak puso atau rusak akibat bencana banjir, namun tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup menjelang panen, juga akan berpotensi tidak optimal volume produksinya. “Sawah yang dalam 30 hari menjelang panen tidak terkena sinar matahari bisa mengakibatkan produksinya tidak optimal,” jelasnya.

Nah, curah hujan yang terus mendera sejumlah sentra produksi padi, yang diperkirakan berlangsung hingga bulan Maret, ungkapnya, menjadi ancaman bagi besarnya volume produksi padi yang hilang pada panen pertama tahun ini. Apalagi, lahan sawah yang terancam tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup menjelang panen, jumlahnya cukup besar di kawasan Pantura.

Nellys mengakui, hingga saat ini dampak banjir telah mengurangi pasok beras dari sejumlah sentra produksi ke Pasar Induk Beras Cipinang (Cipinang). Pasokan beras yang masuk ke Cipinang pada hari Rabu lalu mencapai 1.500 ton atau masih di bawah pasokan rata-rata harian yang normalnya mencapai sekitar 2.200 ton.

“Penurunan pasokan itu memang belum menimbulkan gejolak karena aktivitas di Jakarta juga masih belum normal, sehingga permintaannya juga mengalami penurunan,” ucapnya.

Namun, dia mengkhawatirkan kalau kondisi penurunan pasokan berlangsung lama dan aktivitas di ibukota Jakarta sudah kembali normal. “Jika kondisi itu terjadi, maka kekurangan pasokan beras di Cipinang bisa menimbulkan masalah,” paparnya.

Dia juga mengesampingkan klaim pemerintah soal surplus beras sebanyak 5,4 juta ton di tahun 2013, yang terdiri atas cadangan beras pemerintah di Bulog sebanyak 2,1 juta ton dan sisanya sekitar 3,4 juta ton lagi tersebar di masyarakat.

Menurutnya, jika memang beras mengalami surplus yang cukup besar, seharusnya pemerintah tidak melakukan kegiatan impor beras, seperti yang terjadi pada impor beras Vietnam. “Kalau beras banyak beredar, seharusnya tidak perlu impor beras dari Vietnam,” ucapnya.

Beras impor

Terkait impor beras asal Vietnam itu, Kementerian Perdagangan menegaskan  kalau beras yang diimpor itu adalah beras khusus atau premium, yang memang setiap tahun kegiatan impor itu dilakukan Indonesia.

Menurut pernyataan Kementerian Perdagangan pekan lalu, sepanjang tahun 2013, instansi itu telah menerbitkan SPI untuk beras konsumsi khusus jenis Japonica sebesar 14.997 ton dan beras Basmati sebesar 1.835 ton (total 16.832 ton) dengan Pos Tarif/HS Ex 1006.30.99.00. Seluruh SPI tersebut diterbitkan berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengungkapkan, dalam kasus impor beras impor dari Vietnam, Kementerian Perdagangan (Kemendag)  tidak salah sama sekali. “Begitu juga dengan importir yang sudah mengikuti prosedur yang ada,” katanya.

Menurutnya, tidak ada kesalahan dalam proses pengajuan perizinan. Mulai dari rekomendasi Kementerian Pertanian hingga turunnya izin impor oleh Kementerian Perdagangan.

“Kalau secara prosedural terkait kepentingan perdagangan enggak ada kesalahan. Kan kalau di Kementerian Perdagangan hanya memberikan rekomendasi dari Kementerian Pertanian untuk mengeluarkan SPI,” ujar Bayu di Kementerian Perdagangan, Jumat (7/2).

Ditegaskan, beras premium memang harus diimpor untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Sucofindo, beras dari Vietnam tersebut adalah beras premium, bukan jenis medium seperti yang selama ini diributkan. “Berasnya itu beras premium, rekomendasinya juga sudah ada, semua. Ke depan, yang penting adalah kita membuat perbaikan kepada sistem importasi,”  ujarnya. B Wibowo

Program Asuransi Pertanian Terkena Imbas Banjir

Bencana banjir yang menghancurkan lahan pertanian telah menyebabkan tertundanya penerapan program  asuransi pertanian.  Program yang  diwacanakan sejak 2012 dan akan direalisasikan tahun ini bakal tertunda. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Pertanian hanya memfokuskan penanganan bantuan pemulihan sektor pertanian yang dianggarkan pada dana kontigensi tanggap darurat bencana. 

“Penerapan asuransi pertanian dengan menggunakan APBN ditunda. Ini tak lepas dari keterbatasan fiskal pemerintah. Apalagi, makin luasnya wilayah areal pertanian yang terdampak bencana sehingga dibutuhkan langkah pemulihan segera,” kata Direktur Pembiayaan Ditjen Sarana dan Prasarna Kementan, Mulyadi Hendiawan, pekan lalu

Menurut dia, anggaran asuransi pertanian sebesar Rp162 miliar itu awalnya akan menjadi jaminan dalam APBN. “Sumber pendanaan berasal dari dana kontigensi tanggap darurat sektor pangan, sebagai gantinya pemerintah memfokuskan pada perbaikan infrastruktur seperti perbaikan irigasi sekunder dan tersier yang rusak terkena banjir,” katanya.

Adapun bagi petani yang sawahnya terkena puso akan memperoleh penggantian benih dan sarana produksi pertanian senilai Rp3,7 juta/ha. Ancaman bencana banjir masih terjadi dan meluas, sehingga berpotensi meningkatkan yang terkena puso.

Namun, dalam kesempatan berbeda Menteri Pertanian Suswono mengatakan, penerapan program asuransi pertanian secara massif masih menunggu keputusan lintas sektor dalam rakor menko perekonomian. Program asuransi pertanian sudah dirintis dalam skala kecil sejak tahun 2012. Petani dapat mengklaim Rp6 juta/ha apabila terkena puso. Untuk itu, petani harus membayar premi Rp36.000/ha (20%). Adapun pemerintah membayar Rp180.000 atau 80%. Sebagaimana diketahui, laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, bencana itu berupa banjir bandang di wilayah sepanjang Pantai Utara baik di Jawa Barat hingga Jawa Timur, seperti Karawang, Subang, Indramayu, Pekalongan, Pati, Kudus dan Semarang.

Sementara di Jawa Timur, banjir bandang dan tanah longsor terjadi di Malang, Situbondo dan Jombang. Belum lagi ada bencana erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Adapun langkah proteksi kepada usaha tani ini sebagai amanat UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3). Pasal 37 menyebutkan, pemerintah wajib melindungi petani dalam bentuk premi asuransi. Cakupan usaha pertanian padi yang diproteksi adalah 70% sawah yang puso, dengan tiga kategori yakni banjir, kekeringan, dan serangan Organisme Tanaman Penganggu (OPT).

Program asuransi diprioritaskan pada lahan pertanian yang dinilai rawan terkena puso dari tiga kategori itu. Apabila lahan terkena puso, petani akan mendapatkan klaim pembayaran sebesar Rp6 juta. Kementan akan menyiapkan peta lahannya. Berapa luas dan petani mana yang diproteksi asuransi akan disebutkan by name by address, sehingga jelas pertanggungjawabannya.

Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Jatim, Ahmad Nurfalakhi mengatakan, asuransi pertanian digadang-gadang menjadi program pengganti Bantuan Petani Padi Puso (BP3) yang telah ditiadakan. Sedianya, dari BP3 petani bisa mendapat ganti rugi jika lahan alami puso sesuai kriteria yang ditentukan.

“Asuransi pertanian ini lebih bagus dari pada BP3, karena ini lebih mendidik. Petani tidak dimanjakan dengan diberi uang cuma-cuma ketika mengalami gagal panen. Mereka diharuskan membayar premi walaupun murah. Dan ini akan memacu mereka untuk lebih berhati-hati dan serius merawat tanaman,” katanya.

Asuransi pertanian ini, ujar dia, berbeda dengan BP3, di mana pemilik lahan yang mengalami puso (gagal panen) maupun terkena banjir berhak memperoleh uang ganti rugi senilai Rp3,7 juta/ha. Dari bantuan itu, upah tenaga kerja mendapatkan Rp2,6 juta/ha dan sisanya untuk paket pupuk Rp1,1 juta/ha. Namun, itu melalui tahapan pengajuan uang ganti ruginya membutuhkan proses seperti memerlukan surat keterangan dari RT maupun RW setempat.

Sesuai prosedur, petani yang padinya puso melaporkan pada ketua kelompok taninya, lalu mantra tani mencatat dan selanjutnya dibuatkan SK (surat keputusan) oeh Dinas Pertanian kabupaten/kota setempat. SK tersebut dikirimkan pada Dinas Pertanian Jatim. Elsa Fifajanti