Teknologi Penginderaan Jauh Optimalkan Pengelolaan DAS dan Wilayah Sungai

Profesor Totok Gunawan pada webinar “Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Daerah Aliran Sungai di Indonesia”, Minggu (3/1/2021).

Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) bisa mengoptimalkan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS) secara terpadu.

Keterlibatan semua sektor dan pemangku kepentingan tetap menjadi kunci agar sumber daya alam yang ada bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Demikian terungkap pada webinar “Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Daerah Aliran Sungai di Indonesia”, Minggu (3/1/2021).

Webinar yang juga diselenggarakan dalam rangka purna tugas Guru Besar Fakultas Geografi UGM Profesor Totok Gunawan itu diikuti oleh peserta yang hadir dari berbagai wilayah Indonesia.

Menurut Totok, pemanfaatan teknologi penginderaan jauh bisa dimanfaatkan dalam pengelolaan DAS dan WS, pengkajian perencanaan wilayah, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta untuk memetakan dan manajemen bencana alam.

Totok mengungkapkan, saat ini dia sedang merancang konsep embung terpadu wiro sono di kaki Gunung Merapi. Konsep tersebut dibuat dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan analisis geografi.

“Presiden (Joko Widodo) telah mencanangkan pembangun 1.000 embung di seluruh Indonesia. Di Yogyakarta ada 10, makanya saya ciptakan konsep embung terpadu,” katanya.

Embung akan berfungsi sebagai penampung air hujan, penahan limpasan, penangkal material apabila ada erupsi Gunung Merapi, dan meningkatkan cadangan air tanah (CAT) di Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.

Embung juga bisa menjadi tempat wisata edukasi dan wisata ekologis.

Menurut Totok, teknologi penginderaan jauh akan memberi informasi seperti batas daerah resapan air sehingga mendukung perencanaan lokasi dan saluran air sehingga embung bisa dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama.

Dia menuturkan, banyak waduk di Indonesia yang dirancang tanpa dukungan penginderaan jauh. Waduk di bangun bukan untuk menampung air tapi malah untuk menampung lumpur.

“Seperti di (waduk) Gajah Mungkur dan Jendral Sudirman. Akibatnya waduk yang seharusnya berumur 100 tahun jadi hanya 25 tahun saja karena banyak sedimentasi,” katanya.

Totok menekankan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh bisa membantu perencanaan waduk sehingga dibangun tepat pada zona transport air, bukan pada zona deposisi.

Dalam webinar tersebut, Profesor Totok juga meluncurkan dua buku bertajuk “Penginderaan jauh untuk terapan hidrologi” dan “Analisis geografi dalam pengelolaan SDA”.

Webinar “Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Daerah Aliran Sungai di Indonesia”, Minggu (3/1/2021).

Akurat

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dalam pengelolaan DAS dan WS juga didukung oleh Profesor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo dari Chiba University, Jepang.

Menurut WNI asli yang karena kepakarannya diangkat menjadi guru besar di salah satu universitas terkemuka di Jepang itu, radar mampu menembus awan, kabut, asap, bahkan bisa menembus tanah.

Radar bisa dioperasionalkan memanfaatkan drone, pesawat, maupun satelit. Akurasi informasi dari radar pun sangat akurat.

“Informasi radar bisa mendukung pengelolaan DAS, menentukan arah aliran sungai, menentukan embung dan resapan air,” kata Josapat yang di Chiba University mengelola laboratorium penginderaan jauh yang diberi nama sesuai namanya, Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory.

Satelit yang diciptakan Josaphat telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai institusi di Indonesia, Jepang, dan banyak negara lain. Satelit Josaphat terkenal unggul karena efisien, ringan, kompak, dan berbiaya rendah.

Dr Eka W Soegiri pada webinar “Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Daerah Aliran Sungai di Indonesia”, Minggu (3/1/2021).

Sinergi Seluruh Sektor

Sementara itu Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr Eka W Soegiri menekankan perlunya sinergi seluruh sektor dan pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS.

“DAS ini rumah kita bersama,” katanya.

Dia menyatakan pada sebuah DAS ada aktivitas kehidupan dari instansi pemerintah, swasta, masyarakat swadaya dan ada juga keanekaragaman flora dan fauna.

Begitu kompleksnya unsur yang ada pada sebuah DAS maka perlu ditata dan dikelola bersama agar ada keharmonisan.

“Komunikasi menjadi faktor penentu. Egosektoral harus ditinggalkan,” katanya.

Untuk mendukung pengelolaan DAS yang harmonis, perlu disusun dokumen Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (RPDAST).

Penyusunan dokumen RPDAST sendiri menjadi amanah dari Peraturan Pemerintah No 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS.

Sementara Guru besar Ekonomi UGM Profesor Gunawan Sumodiningrat mengingatkkan pentingnya partisipasi masyarakat agar DAS bisa terus sehat dan bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Sugiharto