Program SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani) diharapkan dapat menjadi kunci keberhasilan pertanian dalam meningkatkan produksi pangan. Dengan demikian, kebutuhan pangan, terutama beras, untuk 267 juta penduduk Indonesia dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Hal itu dikemukakan Kepala Badan Litbang Pertanian, Fadjry Jufry saat acara panen raya perdana padi di Demfarm SERASI, Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Rabu (6/11/2019).
Kementerian Pertanian (Kementan) telah mempersiapkan lahan rawa sebagai tulang punggung pertanian di masa depan. Penerapan teknologi yang tepat akan meningkatkan produktivitas petani secara signifikan.
“Kita sudah membuat model percontohan bagaimana pengolahan lahan rawa yang benar, mulai dari penataan lahannya, penataan airnya, termasuk inovasi teknologi yang ada di dalamnya,” paparnya.
Dia mengaku, pihaknya telah mempersiapkan paket teknologi yang siap mendukung efektivitas dan efisiensi pertanian lahan rawa. Dari proses olah tanah, tanam hingga panen. Potret teknologi lahan rawa bahkan dipamerkan melalui pengembangan Demfarm SERASI binaan Badan Litbang Kementan.
Fadjry menambahkan, Demfarm dibangun untuk percepatan dan efektivitas adopsi teknologi oleh petani dalam upaya meningkatkan produksi pertanian dan kesejahteraan petani di lahan rawa.
“Teknologinya kita sudah punya, yakni bagaimana mengatur tata airnya. Di lahan rawa ini ada lapisan pirit namanya. Oleh karena itu, kita memperkenalkan traktor rawa berbentuk perahu,” tegasnya.
Traktor Perahu
Menurut dia, traktor rawa berbentuk perahu itu merupakan solusi bagaimana pengolahan tanah yang tepat di lahan rawa, karena menggunakan traktor biasa kedalaman pengolahanya itu lebih dari 30 cm. “Mudah-mudahan dengan traktor model seperti itu bisa mempercepat pengolahan lahan,” ujar Fadjry.
Meski masih dalam tahap prototipe, kata Fadjry, traktor tersebut dapat mengolah satu hektare lahan dalam waktu satu jam. Dia menambahkan, pihaknya juga tengah memperkenalkan drone tanam berbasis GPS. “Artinya, dari Jakarta pun, di mana saya tidak perlu ke sini, saya bisa menginstruksikan dari jauh. Itu outonomous, bisa ada treknya,” ungkapnya.
Tidak hanya traktor perahu dan drone, Fadjry juga mengungkapkan ada teknologi mikroorganisme sebagai pemberat pada gabah yang ditebar, sehingga pada saat gabah tersebut masuk ke tanah bisa menyuburkan tanah sehingga daya tumbuhnya lebih baik.
“Selain itu kita juga ada teknologi varietas unggul baru. Kita punya Inpara 1 hingga 7, Inpara itu Inbrida Padi Lahan Rawa, ini yang banyak berkembang Inpara 4, potensinya bagus bisa sampai 6 ton kalo padi biasa 2-3 ton saja,” jelas Fadjry.
Validasi
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy mengungkapkan, Indonesia memiliki 34 juta hektare (ha) lahan rawa lebak, 10 juta ha hingga 17 juta ha di antaranya dapat dijadikan lahan produktif pertanian.
“Tahun 2019 ini, pemerintah membuat semacam proyek percontohan lebih kurang 500.000 ha yang awalnya terdiri dari tiga Provinsi, yakni Kalsel seluas 200.000 ha, Sumsel 250.000 ha, dan Sulsel 50.000 ha,” beber Sarwo Edhy.
Namun, dalam perkembangannya Sarwo Edhy mengatakan, hasil validasi yang sudah diinventarisasi dan dihimpun, Sumsel hanya mampu 200.000 ha, Kalsel 120.000 ha, dan Sulsel 333.200 ha, sehingga kekurangannya itu kita tawarkan ke propinsi lain.
“Sulteng siap 25.000 ha, kemudian Lampung 25.600 ha. Jadi, semua tetap lebih kurang 500.000 ha sebagai pilot project untuk 2019 ini,” katanya.
Sarwo menambahkan, sentuhan teknologi lahan rawa mampu meningkatkan indeks pertanaman hingga produktivitas manfaatnya terasa, bahkan hingga pendapatan petani.
“Jadi, tujuan optimasi lahan rawa yang pertama adalah meningkatkan indeks pertanaman (IP) dan yang kedua meningkatkan produktivitas per hektarenya, yang biasa panen 1 kali sekarang 2 kali, yang produktivitas per hektarenya hanya 2 ton sekarang bisa di atas 5 ton. Artinya, dari sisi penghasilan bisa naik dua kali. Dari sisi pertanaman juga bisa dua kali. Jadi untungnya berlipat-lipat,” tegasnya.
Program SERASI adalah optimalisasi lahan yang terintegrasi dengan upaya peningkatan taraf hidup petani melalui bantuan pengembangan sistem irigasi di lahan rawa dan komoditas pertanian/peternakan.
“Kegiatan SERASI tidak hanya fokus pada pekerjaan kontruksi atau perbaikan jaringan irigasi dan pengolahan tanah di lahan rawa,” katanya.
Namun, lanjut Sarwo Ehdy, lokasi-lokasi yang masuk ke wilayah SERASI akan mendapatkan pula bantuan sarana produksi pertanian sepert herbisida, dolomit, benih, pupuk hayati, ternak (itik), hortikultura dan bantuan lainnya dari pemerintah.
Dia menjelaskan, sesuai dengan Permentan No. 40.1/PERMENTAN/RC.010/10/2018 tentang Pedoman Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani Berbasis Pertanian Tahun 2019 disebutkan, pengelolaan Lahan Rawa pasang surut/lebak melalui optimalisasi pemanfaatan Lahan Rawa.
Selain itu, program ini untuk peningkatan peran petani dan Kelompok Tani/Gabungan Kelompok Tani, penumbuhan dan pengembangan Kelompok Tani untuk melaksanakan Usaha Tani, dan pengembangan kawasan dan/atau cluster berbasis korporasi petani.
Salah satu petani lahan rawa di Jejangkit, yang sekaligus Ketua Kelompok Tani Karya Membangun, Zainal Hakim mengaku, petani di wilayahnya sangat merasakan manfaat dari bantuan pemerintah lewat program SERASI.
“Kami sangat berterimakasih atas bantuan dari Kementan. Baik dari sisi pertanian modern maupun pendampingannya kami dilatih bagaimana menjadi petani yang produktif,” katanya.
Zainal Hakim menceritakan, dulu sebelum ada program ini, produktivitas tanaman mereka paling banyak hanya 3 ton/ha. Sekarang bisa sampai 6 ton/ha, bisa tanam hingga dua kali setahun. Manfaatnya betul-betul terasa untuk kesejahteraan petani. PSP