Di tengah agenda pertemuan Working Group Komisi Eropa bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar memimpin delegasi Indonesia bertemu dengan tiga elemen penting Uni Eropa, di Brussel, Belgia.
Secara maraton, Menteri Nurbaya bertemu dengan Wakil Presiden Parlemen Uni Eropa, Heidi Hautala; Komisioner Uni Eropa bidang lingkungan Karmenu Vella, dan Ketua Persahabatan Parlemen Indonesia-Uni Eropa, Ana Gomes. Turut hadir dalam pertemuan tersebut unsur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, serta Kedutaan Besar Republik Indonesia di Brussel.
Kesempatan itu dimanfaatkan Menteri Nurbaya untuk menjelaskan perspektif lingkungan terkait dengan persoalan sawit paska resolusi sawit parlemen Uni Eropa.
Setelah mendapatkan penjelasan dari Menteri Nurbaya, Wapres UE Heidi Hautala mengapresiasi berbagai upaya Indonesia untuk memperbaiki pengelolaan kelapa sawit di Indonesia, terutama dalam aspek lahan. “Selain itu ia juga melihat banyak kemajuan dalam hal penanganan lingkungan, termasuk sampah plastik. Namun begitu masih ada beberapa pekerjaan rumah, seperti monitoring independen Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK),” kata Menteri Nurbaya dalam rilis pada media, Selasa (27/3/2018).
Respons senada juga datang dari Komisioner Karmenu Vella yang membawahi bidang lingkungan. “Ia menghargai berbagai kemajuan yang dilakukan pemerintah Indonesia. Namun juga mengatakan kiranya pengambilan keputusan kebijakan impor terkait Uni Eropa, untuk terus diinformasikan,” kata Menteri Nurbaya.
Kedua pihak menghargai kerjasama pengembangan SVLK, skema pertama yang berjalan dalam kerangka EU Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Skema tersebut akan diterapkan untuk Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang sedang disempurnakan dan akan disahkan dalam sebuah Perpres pada akhir 2018.
Terkait hal itu Wakil Presiden Parlemen Uni Eropa menyarankan untuk mengintegrasikan ISPO dengan skema internasional Responsible Sustainable Palm Oil (RSPO). “Penerapan SVLK pada ISPO merupakan hal yang baik, karena EU mementingkan transparansi,” ujar Hautala.
Ia menjelaskan bahwa sejak Kamis lalu dokumen proses pembahasan antara Parlemen, Dewan dan Komisi EU mengenai rencana pengenaan tarif untuk kelapa sawit terbuka untuk publik sesuai perintah pengadilan. Ini memudahkan Indonesia untuk mencermati dan menyampaikan respons.
Sawit Berkelanjutan
Dalam paparannya, Menteri Nurbaya menegaskan kembali komitmen Pemerintah Indonesia dalam menekan angka deforestasi dan penguatan sistem sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan.
Menteri Siti juga mengungkapkan bahwa angka deforestasi di Indonesia saat ini telah menurun secara signifikan, dari 1,09 juta hektare (ha) menjadi 0,61 juta ha. Tahun 2020 diproyeksikan akan menurun menjadi 0,45 juta ha, dan 0,35 juta ha pada tahun 2030.
Tahun 2017, deforestasi bahkan sudah turun menjadi 497 ribu ha. Artinya sudah lebih dekat ke proyeksi tahun 2020. “Ini hasil dari serangkaian tindakan, seperti moratorium izin baru di lahan gambut dan hutan primer, penegakan hukum, tata pemerintahan yang baik, Perhutanan Sosial, FLEGT, tinjauan lingkungan strategis dan lainnya,” jelasnya.
Lebih lanjut Menteri Nurbaya yang didampingi Dubes RI Brussels, Yuri Thamrin, menjelaskan bahwa produksi kelapa sawit menjadi tumpuan hidup lebih dari 5,3 juta orang secara langsung dan 21 juta orang secara tidak langsung, dimana 42% di antaranya adalah petani kecil.
Bisnis ini juga telah menjadi sumber pendapatan bagi banyak pekerja di Eropa yang bekerja di industri hilir minyak sawit. “’Jika UE peduli dengan kelestarian lingkungan dan penghidupan masyarakat pedesaan, seruan kami adalah mendorong kerja sama antara Indonesia dan UE untuk meningkatkan legalitas dan industri sawit berkelanjutan,” tegas Menteri Nurbaya.
Indonesia juga bertekad menerapkan ISPO dengan menyesuaikan SVLK yang berhasil di bawah skema FLEGT. ISPO bertujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar global dan mengurangi emisi gas rumah kaca serta menarik perhatian terhadap isu-isu lingkungan. “Kami menargetkan bahwa pada akhir tahun ini Keputusan Presiden terkait hal tersebut akan keluar,” tutup Menteri Nurbaya. Sugiharto