Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengeluarkan data terbarunya mengenai upah buruh pertanian dan bangunan di Indonesia. Disebutkan, upah buruh di kedua sektor itu sejatinya naik secara nominal, tetapi secara riil mengalami penurunan.
Rata-rata upah nominal harian buruh tani pada Januari 2017 mencapai Rp49.000, naik 0,77% dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar Rp48.627. Namun, rata-rata upah riil buruh kelompok ini hanya mencapai Rp37.064, turun 0,02% dibandingkan dengan posisi Desember 2016 senilai Rp37.072.
Sementara itu, rata-rata upah nominal harian buruh bangunan pada bulan pertama tahun 2017 ini mencapai Rp83.432, naik 0,29% dari bulan sebelumnya Rp83.190.
Kendati demikian, rata-rata upah riilnya hanya mencapai Rp65.211, turun 0,67% dibandingkan dengan akhir tahun lalu Rp65.654.
Penurunan upah riil ditengah kenaikan upah nominal ini merupakan dampak dari inflasi. Terlebih inflasi bulan lalu sudah terdongkrak di level 0,97% karena pengaruh kenaikan administered prices. Akibatnya, gap antara upah nominal dan riil, baik buruh tani maupun buruh bangunan, pun terus melebar.
Pada Januari 2016, gap untuk upah buruh tani mencapai Rp11.936, naik hingga 21% dari posisi Januari 2016 senilai Rp9.869.
Dengan melihat kondisi di atas, berarti kenaikan upah riil buruh tani dan bangunan tahun lalu juga tidak besar.
Melebarnya gap antara buruh tani maupun buruh bangunan itu harus diwaspadai oleh pemerintah karena daya beli buruh tani berkaitan erat dengan kemiskinan di tingkat pedesaan.
Buruh bangunan menjadi bagian dari kelompok masyarakat miskin di tingkat perkotaan. Saat ditanya terkait usulan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah, pihaknya enggan berkomentar lebih lanjut.
Untuk itu, ada baiknya pemerintah memperhatikan dengan seksama perkembangan harga bahan kebutuhan pokok yang selama ini memberikan sumbangan terbesar bagi besaran inflasi.
Jujur saja, kita akui kalau banyak bahan pangan yang harganya melambung atau dalam posisi stabil tinggi. misalnya saja harga cabe rawit merah yang harganya sudah di atas Rp140.000 per kilogramnya atau mengalahkan harga daging sapi.
Terkait lonjakan harga bahan kebutuhan pokok ini, pemeriksa tidak perlu lagi melakukan pencitraan kepada masyarakat. Jika memang pasokan di dalam negeri tidak bisa dipenuhi oleh produksi nasional, tak ada salahnya jika pemerintah membuka kran impor komoditas tersebut.
Pembukaan kran impor bahan pangan itu bisa dilakukan secara terbatas pada awalnya. Jika harga terus naik juga, pemerintah tidak perlu ragu untuk membuka kran impor secara besar guna memberikan pelajaran kepada produsen.
Penurunan harga bahan pangan bisa menjadi penolong utama bagi pemerintah untuk mempersempit gap pendapatan petani dan pekerja bangunan.. Jika kita tidak mampu menurunkan harga bahan pangan, maka upaya penurunan jumlah penduduk miskin hanya sia-sia saja. Yang ada adalah kenaikan jumlah penduduk miskin.