Paket Kebijakan Ekonomi jilid IX yang diumumkan pemerintah bulan Januari lalu, di mana salah satu isinya adalah perluasan negara asal impor daging, mulai direalisasikan pemerintah.
Presiden Jokowi pekan lalu telah meneken peraturan pemerintah (PP) yang mengubah skema impor daging sapi. Jika pada aturan sebelumnya pemerintah menerapkan sistem country-based dalam kegiatan impor daging, di mana hanya negara yang seluruh wilayahnya benar-benar bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), maka dengan aturan baru, sistemnya berubah menjadi zone-based.
Dengan menggunakan sistem zona, pemerintah dimungkinkan mengimpor daging dari negara yang setidaknya memiliki daerah yang terbebas PMK. Dua negara yang masuk kategori itu adalah India dan Meksiko.
Menurut Menteri Perekonomian Darmin Nasution, pemerintah akan mulai mendatangkan daging impor dari kedua negara itu dalam waktu dekat. “PP-nya kan sudah ditandatangani. Tapi perlu dicatat itu impor daging, bukan impor sapi,” kata dia.
Namun, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan impor daging India belum bisa masuk pada bulan April nanti karena pemerintah telah mengeluarkan alokasi impor daging sapi dan hewan sapi untuk periode Januari-April 2016 yang jumlahnya mencapai 200 ekor sapi. Kemungkinan daging India baru bisa masuk mulai bulan Mei, setelah Kemendag mengeluarkan alokasi impor daging untuk periode Mei-Agustus 2016.
Selain itu, Kemendag juga masih menunggu adanya perubahan aturan dari Kementan mengenai rekomendasi tentang jumlah dan negara asal impor daging.
“Kemendag hanya tinggal menunggu aturan baru soal rekomendasi volume dan negara asal impor yang dikeluarkan Kementerian Pertanian,” kata Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Karyanto Suprih, akhir pekan lalu.
Karyanto menilai penerbitan PP akan menjadi payung hukum bagi kegiatan impor daging dari negara-negara yang tidak semua wilayahnya bebas PMK.
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan sistem baru dalam kegiatan impor daging, Karyanto menyatakan kebijakan itu tidak otomatis menambah alokasi impor daging dan hewan sapi yang dikeluarkan pemerintah. “Besar kecilnya alokasi impor ditentukan oleh banyaknya kebutuhan dan kemampuan pasokan dari dalam negeri,” ucapnya.
Jika ternyata pasokan daging dan hewan sapi dari dalam negeri tidak mencukupi, ungkapnya, maka besarnya alokasi impor akan ditentukan oleh kantor Menko Perekonomian. “Jadi, pembukaan impor dari India dan Meksiko tidak serta merta akan menambah alokasi impor daging dan hewan sapi,” katanya.
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, pada 2016 konsumsi nasional mencapai 2,61 kg/kapita. Dengan angka itu, maka kebutuhan nasional daging sapi setahun mencapai 674,69 ribu ton atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi.
Kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi peternak dalam negeri, karena produksi sapi lokal hanya mencapai 439,53 ribu ton per tahun atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Jadi, terdapat kekurangan pasokan daging yang mencapai 235,16 ribu ton yang harus dipenuhi melalui impor.
Minimalisir impor ilegal
Walaupun pemerintah telah menerapkan sistem zona, Karyanto Suprih menegaskan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan impor daging akan tetap diterapkan pemerintah. “Prinsip hati-hati akan tetap diterapkan agar jangan sampai daging yang masuk ke Indonesia merugikan konsumen,” tuturnya.
Dia juga meyakini perubahan sistem impor daging sapi akan meminimalisir terjadinya aksi impor secara ilegal. “Dengan adanya perluasan sumber pasokan, maka kegiatan impor bisa diminimalisir,” jelasnya.
Terkait kegiatan impor daging secara ilegal, Karyanto Suprih menyatakan Kemendag akan menerapkan sanksi administrasi dan pidana terhadap pengusaha pelaku kegiatan ilegal itu. “Sanksinya bisa pembekuan API-nya, pencabutan API hingga sanksi pidana,” ujarnya.
Terkait dengan ditemukannya daging asal India yang diimpor secara ilegal, dia mendukung upaya penegakan hukum terhadap pelakunya. “Kami mendukung tindakan hukum terhadap pelakunya. Masyrakat harus melaporkan kalau ada aksi ilegal,” ucapnya.
Menurut dia, Kementerian hanya mengawasi adanya daging ilegal atau tidak setelah daging berada di pasaran. Namun, jika daging ilegal itu masih berada di pelabuhan, maka itu merupakan kewajiban instansi lain.
Berita tentang adanya impor daging ilegal dari India kini ramai dibicarakan. Dilaporkan bahwa pada 6 Januari 2016 ada kapal masuk pelabuhan Tanjung Priok membawa tujuh kontainer yang diduga berisi daging dari India.
Dalam dokumen disebutkan, isi kontainer adalah kulit olahan (wet blue), namun menimbulkan kecurigaan petugas Bea Cukai sebab kulit itu berada di dalam kontainer dengan pendingin mencapai 20 derajat Celcius.
Pada 7 Januari 2016, kantor Bea Cukai menerbitkan nota hasil intelijen (NHI). Lalu pada 22 Januari 2016, kontainer itu dibongkar di gudang milik importir di Cileungsi, Bogor. Hasilnya, petugas Bea Cukai menemukan daging sapi beku. Gudang itu kini disegel. B. Wibowo
Populasi Kerbau India 115 Juta Ekor
Niat pemerintah membuka kran impor daging dari India nampaknya bakal terlaksana. Terlepas dari persoalan penyakit mulut dan kuku (PMK). di mana India belum bebas, masyarakat juga perlu tahu bahwa daging yang diimpor dari India bukanlah daging sapi (Bos taurus), tapi daging kerbau (Bubalus bubalis).
India memang luar biasa. Menurut Departemen Pertanian AS (USDA), tahun 2014 mereka mampu menyalip Brasil sebagai eksportir daging terbesar di dunia sebesar 2,082 juta ton. Namun, ekspor mereka turun tipis menjadi 2 juta ton tahun lalu, meski tetap di posisi teratas sebagai eksportir daging terbesar dunia.
Hanya saja, daging yang dimaksud bukanlah daging sapi (beef), tapi daging kerbau (buff). Deptan AS memang memasukkan daging kerbau sebagai beef karena hewan ini masih dalam famili bovine.
Di India, perdagangan kerbau meningkat pesat dan menjadi sumber devisa buat negara yang lebih besar dari beras basmati. Data yang ada, devisa ekspor daging kerbau India mencapai 4,8 miliar dolar AS, sementara beras basmati 4,5 miliar dolar AS.
Industri daging India sendiri tumbuh bukan dalam semalam. India sudah melakukan ekspor sejak tahun 1960-an dan terus berkembang secara signifikan 10 tahun terakhir. Saat ini, India tercatat mengekspor daging kerbau ke 65 negara, di mana buff bersaing ketat dengan beef dari seluruh dunia.
Menurut Ketua Otorita Pengembangan Ekspor Pertanian dan Produk Makanan Olahan (APEDA), Santosh Sarangi, tingginya permintaan daging kerbau India terjadi terutama karena kerbau di India dilepas bebas dan mengkonsumsi pakan alami dari padang rumput serta tidak diberikan hormon pertumbuhan. “India punya populasi kerbau 115 juta ekor atau separuh lebih dari populasi kerbau seluruh dunia, dan menghasilkan sekitar 1,53 juta ton daging tiap tahunnya,” ujar Sarangi.
Jadi, jangan terkecoh. Jika pemerintah mengatakan berniat akan mengimpor daging dari India, itu artinya bukan impor daging sapi, tapi kerbau. Apalagi, sapi adalah hewan suci dan dihormati di India. Bahkan pemotongan sapi pun dilarang berdasarkan pasal 48 Konstitusi India. Dari 29 negara bagian yang ada di India, sebanyak 24 negara bagian membuat beragam aturan yang melarang pemotongan atau penjualan sapi. Negara bagian yang tidak ada larangan pemotongan sapi hanya Kerala, West Bengal, Arunachal Pradesh, Mizoram, Meghalaya, Nagaland, Tripura dan Sikkim.
Yang jelas, apakah masyarakat yang selama ini sudah terbiasa mengkonsumsi daging sapi mau dan berminat membeli daging kerbau yang lebih kenyal dan berserat besar dibanding daging sapi? Belum tahu, memang. Tapi, daging kerbau eks India biasanya memang tidak dikonsumsi langsung seperti daging sapi. Sebagian besar daging kerbau ini dijadikan sebagai daging olehan semacam hamburger dan sosis. Daging kerbau yang sedikit lemak akan dicampur dengan bahan-bahan lainnya untuk menghasilkan produk bernilai tambah. Jamalzen
Negara Eksportir Daging Dunia (Ton)
Ranking | Negara | 2014 | 2015 | Perubahan |
1 | India | 2.082.000 | 2.000.000 | -82.000 |
2 | Australia | 1.851.000 | 1.815.000 | -36.000 |
3 | Brasil | 1.909.000 | 1.625.000 | -284.000 |
4 | Amerika Serikat | 1.167.000 | 1.035.000 | -132.000 |
5 | Selandia Baru | 579.000 | 590.000 | 11.000 |
6 | Paraguay | 389.000 | 400.000 | 11.000 |
7 | Kanada | 378.000 | 375.000 | -3.000 |
8 | Uruguay | 350.000 | 360.000 | 10.000 |
9 | Uni Eropa | 300.000 | 300.000 | 0 |
10 | Meksiko | 194.000 | 245.000 | 51.000 |
11 | Argentina | 197.000 | 230.000 | 33.000 |
12 | Belarusia | 184.000 | 195.000 | 11.000 |
13 | Nikaragua | 133.000 | 125.000 | -8.000 |
Sumber: USDA