Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menilai pemerintah, terutama Kementerian Pertanian (Kementan), terlalu terburu-buru mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian tentang pemasukan daging yang berasal dari zona.
“Pemerintah terlalu teburu-buru keluarkan aturan tentang pemasukan daging dari zona. Padahal, kami sedang menunggu keputusan Mahkama Konstitusi mengenai uji materi isi Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan,” kata Teguh Boediyana, kepada Agro Indonesia, di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, sidang terakhir untuk perkara Nomor 129/PUU-XII/2015 sudah dilaksanakan tanggal 12 Mei 2016. Kini tinggal menunggu keputusan MK. “Semestinya Permentan soal pemasukan daging dari zona menunggu keputusan MK dulu,” tegasnya.
Kritik Teguh disampaikan terkait diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian No. 17/Permentan/PK.450/5/2016 tentang Pemasukan Daging Tanpa Tulang Dalam Hal Tertentu Dari Negara Atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan. Permentan ini diterbitkan tanggal 2 Mei 2016 yang ditandatangan Mentan Amran Sulaiman.
Teguh mengatakan, jika MK mengabulkan tuntutan PPSKI, maka Permentan dan peraturan lainnya batal demi hukum. “Saya menghargai proses hukum dan masih percaya dengan hakim-hakim MK. Kami merasa yakin tuntutan dikabulkan, karena sebelumnya kami pernah mengajukan hal yang sama dan tuntutan kami dikabulkan majelis hakim,” ungkapnya.
Dia menyebutkan, dengan menggunakan sistem zona, kemungkinan impor daging dari negara yang belum bebas Penyakit Mulut Kuku (PMK), tapi punya wilayah yang bebas, bisa masuk ke Indonesia. “Kemungkinan bulan Mei 2016 ini daging dari India ataupun negera-negara yang statusnya belum bebas PMK segera membanjiri pasar daging di tanah air,” katanya.
Menurut dia, pemerintah berkilah bahwa kebijakan yang ditunjang dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IX dan PP No. 4/2016 itu sebagai upaya untuk menekan harga daging sapi dalam negeri yang dianggap terlalu tinggi.
Pemerintah menginginkan harga daging sapi murah dan membandingkan dengan harga daging di Malaysia yang mengkonsumsi daging India dengan harga sekitar separuh dari harga daging sapi di Indonesia.
Melukai rakyat
Menurut Teguh, kebijakan pemerintah membuka kran impor daging dari India dan negara lain yang belum bebas penyakit PMK benar-benar melukai hati peternak sapi rakyat.
PPSKI menilai keputusan pemerintah itu sangat tidak bijak dan terburu-buru. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan masuknya PMK yang sangat berbahaya bagi ternak berkuku genap seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi.
Pengalaman pahit Inggris — ketika terjadi outbreak PMK di tahun 2001 harus memusnahkan sekitar 600.000 ekor sapi dan sempat juga domba dan ternak berkuku genap lainnya — harusnya jadi pelajaran berharga.
Negara-negara yang belum bebas PMK juga harus mengeluarkan anggaran yang tidak kecil untuk melakukan vaksinasi ternak mereka.
Selain itu, kebijakan harga daging akan memukul harga sapi yang telah terbentuk sekarang ini. Sapi lokal di Jawa harga di pasar Rp45.000/kg berat hidup. Kalau menjadi daging, maka harga tidak bisa kurang dari Rp100.000/kg.
Di Nusa Tenggara Timur, harga sapi sekitar Rp35.000-Rp41.000/kg berat hidup dan harga daging sekitar Rp95.000/kg. Siapa yang akan menanggung kerugian peternak rakyat kalau pemerintah memasukkan daging dengan harga sekitar Rp60.000/kg? Terdapat sekitar 5,4 juta rumah tangga peternak yang hidupnya sebagian bergantung dari sapi yang mereka pelihara.
Teguh mengatakan, harga daging sapi yang tinggi saat ini tidak lepas dari kesalahan pemerintah era SBY karena gagal mewujudkan program Swasembada Daging Sapi 2010 dan Program Swasembada Daging Sapi 2014. Menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), program ini menghabiskan dana APBN sekitar Rp18 triliun dan ternyata hasilnya gagal total.
Tahun 2014 impor daging sapi di Indonesia ternyata masih sekitar 45% dari kebutuhan nasional. Tidak kurang dari sekitar 800.000 ekor sapi bakalan dan 100.000 ton daging beku harus diimpor.
Kegagalan program swasembada daging ini tampaknya ditutup-tutupi oleh Menteri Pertanian di era Kabinet Kerja Presiden Jokowi dengan berbagai kebijakan yang makin membuat harga daging tidak jelas.
Implikasinya adalah antara lain tingginya angka pemotongan sapi betina produktif yang secara undang-undang dilarang. Kebijakan mengimpor daging sapi dari India dan negara lain yang belum bebas PMK juga jelas-jelas kontradiktif dengan janji Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang sanggup swasembada daging sapi di tahun 2017. Jamalzen
Karantina Razia Daging India
Pengawasan daging menjelang Puasa dan Lebaran coba diperketat, terutama di pintu masuk impor dan gudang penyimpanan daging milik importir. Hal ini dilakukan Badan Karantina Pertanian, menyusul masuknya ratusan konteiner (peti kemas) berisi produk hewan di Tanjung Priok Jakarta yang siap masuk pasar.
“Kami melakukan pengetatan pengawasan daging India dengan mendatangi gudang penyimpanan milik importir dan instalasi karantina,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini kepada Agro Indonesia, di Jakarta, Jumat (20/05/2016).
Dari pengawasan ini, terbukti terjadi penyimpangan yang dilakukan importir. Badan Karantina Pertanian bahkan melakukan penyegelan tiga konteiner berisi produk hewan milik PT Suri Nusantara Jaya (SNJ). “Sebenarnya kami (Badan Karantina, Red.) yang melakukan penyegelan itu. Bukan pihak Inspektorat Jenderal Kementan,” tegasnya.
Sebelumnya, muncul isu bahwa aparat yang melakukan penyegelan tiga peti kemas itu adalah pihak Inspektorat Jenderal Kementan. Namun, isu itu dibantah Badan Karantina. Justru pihak Badan Karantina mempertanyakan kehadiran pihak Irjen ke lokasi SNJ.
“Dalam konteks pengawasan barang impor, Karantina adalah aparat terdepan. Kita justru curiga dan mempertanyakan ada apa pihak Irjen juga datang?” kata seorang sumber Agro Indonesia di Badan Karantina Pertanian.
Kepala Pusat Karantina Hewan, Badan Karantina Pertanian, Sujarwanto, saat dikonfirmasikan membenarkan bahwa penyegelan konteiner isi produk hewan milik SNJ itu dilakukan Badan Karantina Pertanian. ”Sore ini (Jumat, 20/05/2016), kami akan rapat mengenai hal tersebut,” tegasnya.
Dia menyebutkan, hampir semua gudang penyimpanan daging impor milik importir sudah dirazia (pengawasan), namun tidak ditemukan daging India di gudang-gudang tersebut. “Anehnya, daging itu di pasaran justru beredar. Apa kunjungan petugas kami ke gudang-gudang itu sudah bocor?” katanya keheranan.
Menurut Sujarwanto, razia daging — khususnya daging India — akan terus dilakukan, apalagi ada isu yang yang menyatakan ratusan konteiner produk hewan sudah mengantre di Tanjung Priok.
“Ya, saya dengar ada ratusan konteiner produk ternak akan masuk. Kami tingkatkan pengawasan lebih ketat lagi,” tegasnya. Dia menambahkan, pihak Karantina tidak bisa melakukan pemeriksaan jika tidak diminta pihak Bea dan Cukai.
Disegel
Untuk itu, pihak Badan Karantina Pertanian akan memperketat pengawasan di gudang importir dan instalasi karantina pertanian. Beberapa importir daging mengakui sudah didatangi petugas karantina.
Diana, pemilik PT SNJ, mengakui kepada Agro Indonesia bahwa daging impor miliknya disegel pihak karantina karena diduga dokumen tidak lengkap. “Ya, konteiner saya sudah disegel dengan tuduhan menyalahi prosedur impor,” katanya.
Dia menyatakan, sampai minggu lalu belum diputuskan bagaimana nasib barang tersebut. ”Kami menerima keputusan yang diambil pemerintah. Saya dengar kemungkinan akan di re-ekspor,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi), Thomas Sembiring mengatakan, isu soal daging India sudah tidak asing lagi. Tiap tahun selalu muncul isu ini dan penanganannya tidak pernah tuntas. Bahkan, yang ditangkap pun bisa dilepas.
“Kita tiap tahun selalu dengar ada daging India masuk pasar Indonesia, tapi kita tidak pernah dengar apa aparat keamanan atau aparat pemerintah menangkap pelakunya? Tidak kan?” katanya.
Sampai sejauh ini, lanjut Thomas, pasar daging dalam negeri masih tidak terpengaruh dengan adanya daging India yang ilegal. ”Saya lihat harga daging stabil. Artinya, kalau memang ada daging ilegal masuk pasar, seharusnya pasar bereaksi,” tegas Thomas.
Aspidi minta pemerintah serius menangani daging ilegal karena masalah ini berlarut-larut dan selalu muncul tiap tahun. Apalagi, kata Thomas, perizinan impor daging sekarang ini lebih gampang karena pemerintah tidak menetapkan sistem kuota.
Sementara itu Ketua Asosiasi Industri Distributor Daging Indonesia (AIDDI) Suharjito mengatakan, tidak mungkin ada daging illegal. Paalnya, sekarang ini proses perizinan daging impor sudah gampang.
“Tidak mungkin lah ada yang memasukan daging India secara ilegal karena pemerintah tidak tetapkan kuota impor. Saya di lapangan tidak melihat ada daging India,” tegasnya.
Menurut Harjito, tidak ada alasan lagi bagi importir untuk menyelundupkan daging karena prosedur impor sekarang sudah gampang. “Harga daging di India dan Australia atau Selandia Baru tidak jauh beda kok. Jadi, logika saya, tidak mungkin ada daging India,” tegasnya. Jamalzen