Daerah yang kekurangan pupuk subsidi diimbau untuk sementara waktu dapat menggunakan pupuk non-subsidi, sampai validasi data luas baku lahan sawah selesai. Imbauan ini terkait adanya kabar bahwa Provinsi Sumatera Utara mulai kesulitan pupuk subsidi.
Seperti diketahui, saat ini Kementerian Pertanian (Kementan) bersama instansi terkait lainnya sedang melakukan validasi data luas baku lahan sawah. Diperkirakan dalam waktu dekat ini pemerintah akan mengumumkan hasil validasi tersebut.
Alokasi pupuk subsidi dikurangi karena luas baku lahan pertanian berdasarkan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) hanya 7,1 juta hektare (ha). Akibatnya, beberapa daerah diperkirakan kekurangan pupuk. Dan hal itu terbukti di Provinsi Sumatera Utara.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, untuk musim tanam yang sekarang sedang berlangsung, petani diimbau menggunakan pupuk non-subsidi sampai validasi data lahan selesai. “Kami juga minta produsen pupuk untuk menyediakan pupuk non-subsidi agar petani tidak kesulitan mencari pupuk,” tegasnya.
Sarwo Edhy mengatakan, validasi data luas lahan sangat penting karena terkait dengan alokasi pupuk bersubsidi yang akan diberikan pemerintah.
Dia mengatakan, kesalahan data luas baku lahan pertanian ini memang terjadi di sejumlah daerah, sehingga mempengaruhi jatah pupuk yang diterima daerah.
Hal itu disebabkan saat ini Kementan bersama Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) tengah memvalidasi lahan sawah yang dinolkan dari peta lahan pertanian.
“Untuk sementara daerah yang kekurangan pupuk bersubsidi memakai pupuk non-subsidi sebagai pengganti pupuk subsidi pada musim tanam ini. Sampai proses validasi diselesaikan masing-masing daerah,”katanya.
Berkurangnya data lahan sawah memang mengakibatkan jatah pupuk subsidi di daerah juga berkurang. Alokasi pupuk secara nasional juga berkurang dari 9,55 juta ton kini menjadi 8,8 juta ton.
Penurunan, alokasi ini sejalan dengan penetapan luas baku lahan sawah yang berkurang dari 7,7 juta ha menjadi 7,1 juta ha. “Data ini yang menjadi acuan untuk mengalokasikan pupuk bersubsidi,” katanya.
Untuk mengantisipasi kelangkaan pupuk, Ditjen PSP, sudah merealokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian tahun 2019 dilakukan berdasarkan SK Dirjen No. 21.2/KPTS/SR.310/B/05/2019 tanggal 13 Mei 2019.
Realokasi ini dilakukan karena terjadi peningkatan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi, terutama di Sumatera Utara. Alokasi pupuk urea di Sumut semula hanya 96.893 ton, kemudian diubah menjadi 101.750 ton, SP-36 dari 32.155 ton naik menjadi 33.773 ton,
Sedangkan pupuk ZA yang semula hanya 29.107 ton naik dan diubah menjadi 34.107 ton, NPK dari 78.129 ton naik menjadi 83.221 ton. Dengan realokasi ini, seharusnya sudah tidak ada lagi kekurangan pupuk bersubsdi di Sumut. Namun, jika masih terdapat kelangkaan pupuk atau kekurangan pupuk, Kementan akan segera menindak lanjuti dengan menerbitkan SK Dirjen lagi.
Butuh Strategi
Sarwo Edhy juga mengatakan, tahun 2020 mendatang alokasi pupuk subsidi turun dari 8,6 juta ton (2019) menjadi 7,9 juta ton. “Untuk itu, kita butuh strategi agar tidak terjadi kekurangan pupuk dan produksi tidak terpengaruh,” katanya.
Mengingat pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah jumlahnya terbatas, petani harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin. Selain itu, petani juga bisa memanfaatkan pupuk organik untuk memulihkan kondisi lahan.
“Walau ketersediaan pupuk bersubsidi masih kurang, tapi kalau tidak disediakan, petani bisa mengeluh. Kita akan atur kadar penggunaannya. Porsinya dikurangi, namun masih dalam kadar standar sehingga tidak mempengaruhi tanaman,” tegasnya.
Sarwo Edhy menyebut pihaknya sedang mengkaji pengurangan atau penambahan kandungan unsur pupuk. Misalnya pada pupuk NPK. “Bisa saja kita kurangi unsur P (Pospat) dan K (Kalium),” katanya.
Dia mencontohkan, jika komposisi NPK 15-15-15, maka bisa saja dikurangi menjadi NPK 15-10-10. Pengurangan komposisi ini bisa dialihkan untuk menambah volume pupuk subsidi.
Volume pupuk NPK adalah nomor dua terbesar setelah urea. Tahun ini, dari alokasi pupuk 8,6 juta ton, urea mencapai 3,825 juta ton dan NPK mencapai 2,326 juta ton.
Sementara itu, Direktur Utama Petrokimia Gresik, Rahmad Pribadi menjelaskan, perusahaan saat ini sedang melakukan transformasi bisnis dengan sasaran untuk memperluas pangsa pasar (market share) dan menjadi pemain utama di sektor retail komersil.
“Kami ingin memperkuat barisan produk komersil. Saat ini Petrokimia Gresik baru menguasai sekitar 10%-15% market share pupuk NPK retail komersil di Indonesia,” ujar Rahmad.
Upaya memperkuat pasar retail komersil adalah strategi Petrokimia Gresik untuk menghadapi kemungkinan berubahnya kebijakan pemerintah, di mana wacana pengalihan subsidi pupuk semakin kuat. Sehingga Petrokimia Gresik harus siap bersaing di pasar komersil.
“Kami adalah produsen pupuk NPK pertama, terbesar, dan berpengalaman di Indonesia. Sejak tahun 2000 hingga kini telah memiliki 8 unit pabrik NPK dengan kapasitas produksi 2,7 juta ton per tahun,” ujar Rahmad. PSP