Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia (Pusdiklat SDM) menggelar rangkaian Diklat Dasar dan Lanjutan untuk mediasi konflik dan paralegal. Diklat ini bertujuan untuk mencetak praktisi mediasi dan paralegal di desa/kelurahan yang ada di bawah payung program Desa Peduli Gambut. Sebanyak 150 warga telah mengikuti pelatihan ini yang diselenggarakan di Pekanbaru untuk wilayah Sumatra dan Samarinda untuk wilayah Kalimantan.
Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna Safitri, mengatakan pemberdayaan masyarakat di desa-desa gambut meliputi banyak aspek. Pemberdayaan hukum adalah salah satunya. “Dengan kegiatan ini kami berharap masyarakat dapat mengelola dan mencegah konflik dengan baik, paling tidak pada lingkup kehidupan mereka dan antar desa,” kata Myrna dalam pernyataannya, Jumat (26/1/2018)
Dia menjelaskan pelaksanaan restorasi gambut dapat terhambat jika konflik tidak dapat diselesaikan dan dicegah dengan baik. Sejauh ini, konflik di lahan gambut muncul dalam berbagai bentuk. Dimulai dari konflik internal warga, konflik antar desa, hingga konflik antara warga dengan pemegang izin/konsesi dan instansi pemerintah.
Menurut dia, BRG telah menjalankan fasilitasi resolusi konflik. Namun hal ini perlu didukung oleh masyarakat. Dengan mengikuti diklat yang diselenggarakan ini maka para peserta sudah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan mediasi bagi konflik antar warga dan menjalankan pemberdayaan hukum sebagai paralegal masyarakat.
Penyelenggaraan Diklat Lanjutan untuk wilayah Sumatera bertempat di Pusdiklat SDM KLHK, di Bogor pada 22-16 Januari 2018. Diklat dasar dan lanjutan untuk mediasi konflik dan paralegal itu juga diselenggarakan dengan kerja sama Epistema Institute dan International Development Law Organization (IDLO)
Myrna menyatakan bahwa kerja sama dengan Pusdiklat SDM KLHK dilakukan mengingat pengalaman Pusdiklat menyelenggarakan berbagai pelatihan resolusi konflik.
Sementara itu Kepala Pusdiklat, TriJoko Mulyono menambahkan, pihaknya telah membangun sistem pelatihan resolusi konflik secara profesional. “Kurikulum dengan standar kompetensi yang jelas dan ketersediaan pengajar yang kompeten menjadi kekuatan pelatihan ini,” katanya.
Pelatihan ini juga menjadi bagian dari Proyek Indonesia-Belanda untuk Negara Hukum (Indonesia-Netherlands Rule of Law Fund) yang dikelola Epistema Institute dengandukungan IDLO dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia. Sebagai hasil dari kolaborasi ini, warga yang mengikuti pelatihan lanjutan membentuk Asosiasi Praktisi Mediasi Konflik dan Asosiasi Paralegal Gambut. Sugiharto