Perum Bulog diminta mengutamakan membeli produksi jagung petani dari pada mengimpor. Apalagi Febuari-Mei, mendatang akan panen raya, di beberapa daerah. “Impor itu untuk stabilisasi harga. Ini memang tugas Bulog,” kata Sekretaris Dewan Jagung Nasional, Maxdyul Sola kepada Agro Indonesia, di Jakarta, pekan lalu.
Menurut dia, Bulog punya peran penting dalam menstabilkan harga komoditi pertanian seperti gabah dan jagung. Konsep impor yang dikendalikan, maksudkan untuk mengontrol importasi agar impor tidak merusak harga di tingkat petani.
Produksi jagung nasional cukup untuk kebutuhan industri pakan ternak. Namun, masalahnya, kata Sola, industri pakan tidak mau turun ke sentra produksi. “Dari dulu masalahnya industri pakan tidak mau turun ke sentra produksi, membeli jagung petani dan membangun silo-silo. Jika ini mereka lakukan, maka impor tidak perlu,” tegasnya.
Selain tidak mau terjun ke sentra produksi, indutri pakan, lebih suka membeli jagung dengan pedagang pengumpul. Akibatnya, kenaikan harga jagung yang menikmati adalah pedagang, bukan petani.
“Peran pedagang pengumpul dapat digantikan Bulog. Jika mekanisme ini berjalan baik, maka petani dan industri pakan sama-sama diuntungkan,” ungkapnya.
Sola mengatakan, pemerintah telah menetapkan impor jagung untuk tahun 2016 sebanyak 2,4 juta ton. Namun, pelaksanaan impor masih disesuaikan dengan produksi dalam negeri. “Artinya, jika produksi dalam negeri kurang, maka impor bisa dilakukan. Tetapi jika produksi nasional tersedia, maka impor bisa ditunda,” katanya.
Dia menyebutkan, dari rencana Bulog yang akan impor jagung sebanyak 600.000 ton, yang sudah dipastikan untuk dilakukan impor sebanyak 20.000 ton. Impor ini untuk menstabilkan harga atau untuk antisipasi kalau harga jagung melonjak tinggi.
Bulog, kata Sola, akan menjual jagung tersebut dengan harga Rp3.700/kg franco gudang Bulog. Dengan harga ini, diharapkan harga jagung menjadi stabil di tingkat petani.
“Tahun lalu harga jagung di petani jatuh hingga Rp2.000/kg. Hal ini tentunya tidak menguntungkan petani. Namun, jika kelak Bulog menampung jagung petani, tentunya harga menjadi lebih baik,” tegasnya.
Menurut Sola, harga jagung selama ini dikuasai oleh pedagang pengumpul, sehingga petani tidak menikmati harga yang baik. Dampaknya, petani beralih kepada tanaman lain. “Jika harga jagung tinggi, maka petani akan kembali tanam jagung,” tegas mantan Direktur Serelia, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan ini.
Dia membahkan, produksi jagung nasional tiap tahun mengalami peningkatkan, namun karena distribusi dan musim panen tidak terjadi sepanjang musim, maka ada waktu-waktu tertentu produksi jagung tidak tersedia. “Secara nasional produksi kita cukup untuk kebutuhan industri dalam negeri. Namun, masalahnya sentra produksi jagung tidak berdekatan dengan industri pakan,” katanya.
Direktur Pakan Ternak, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Nasrullah mengatakan, Indonesia juga sudah ekspor jagung. Tahun 2015 ekspor jagung Indonesia sebanyak 250.172 ton atau naik 1,818% dibandingkan tahun 2014.
Dia mengatakan landasan hukum impor jagung adalah Pementan No.57/2015 yang menyebutkan impor harus mendapatkan rekomendasi persetujuan dari Kementan.
Hasil Rakortas di Menko Perekonomian dalam pembahasan ketersediaan pangan (beras dan jagung) tanggal 16 Desember 2015 disebutkan, kebutuhan industri pakan ternak (jagung) 70% dipenuhi dari dalam negeri. “Sisanya impor. Untuk kebutuhan jagung Januari-Maret 2016 dipenuhi dari dalam negeri karena tanaman sudah panen raya,” kata Nasrullah.
Menyinggung mengenai jagung impor yang sudah ada di pelabuhan, Nasrullah menyebutkan impor itu tidak memenuhi Permentan No. 57/2015. Selain itu, Rakortas tidak menyetujui impor yang bukan dilakukan oleh Bulog. “Kalau importir melakukan importasi jagung semestinya ada rekomendasi dari Kementan,” tegasnya.
Produksi surplus
Produksi jagung nasional di atas kertas sebetulnya surplus. Angka Ramalan (Aram) II Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 mencatat 19,8 juta ton pipilan kering. Sementara total kebutuhan jagung hanya 19,4 juta ton. Jadi, ada surplus sekitar 400.000 ton pipilan kering.
“Mestinya impor jagung untuk saat ini belum diperlukan. Apalagi, bulan depan kita mulai panen raya jagung,” kata Dirjen Tanaman Pangan, Kementan, Hasil Sembiring, di Jakarta, pekan lalu.
Menurut dia, untuk Januari 2016, masih ada areal tanaman jagung yang panen. Jumlahnya hanya sekitar 82.000 hektare (ha). Untuk bulan Febuari, diperkirakan terdapat luas areal panen jagung 630.000 ha. Jika dikalikan dengan rata-rata produktivitas tanaman 5 ton/ha, maka bulan Februari 2016 nanti setidaknya ada produksi jagung 3,1 juta ton pipilan kering.
Dengan jumlah produksi tersebut, maka kebutuhan jagung nasional — konsumsi langsung, kebutuhan industri pakan, pakan peternak lokal, kebutuhan untuk benih dan industry — tercatat sebanyak 1,9 juta ton pipilan kering. Dengan demikian, pada bulan Febuari nanti ada surplus jagung sekitar 1,2 juta ton pipilan kering.
Data Ditjen Tanaman Pangan, Kementan mencatat kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung sebesar 398.520 ton pipilan kering/tahun, kebutuhan untuk industri pakan setiap tahun mencapai 8.250.000 ton pipilan kering, kebutuhan jagung untuk pakan peternak lokal 6.613.345 ton/tahun, kebutuhan untuk benih 83.947 ton/tahun dan untuk industri 4.092.007 ton/tahun (lihat Tabel).
Hasil Sembiring menyebutkan, kebijakan pengendalian impor yang diterapkan pemerintah dimaksudkan untuk memperbaiki pola impor yang selama ini tidak respek pada pola produksi, sehingga impor jagung terjadi pada musim panen raya.
“Data yang kami miliki, impor jagung kerap terjadi pada musim panen raya. Akibatnya, harga di tingkat petani melemah. Dengan ada pengaturan impor ini, kita harapkan pada musim panen tidak terjadi impor, sehingga harga di tingkat petani tetap bagus,” tegasnya.
Dia mengatakan, kebijakan pengendalian impor untuk melindungi petani lokal, tanpa ada pengaturan impor, harga jagung di tingkat petani akan mengalami penurunan.
Sebagai contoh, harga jagung per September 2015 sebesar Rp3.430/kg, sementara pada periode yang sama tahun 2014 harga mencapai Rp3.576/kg. Namun, dengan harga Rp3.430/kg, petani telah mendapat harga yang baik. “Jadi, dengan pengaturan impor ini, harga jagung di tingkat petani akan stabil tinggi. Apalagi jika Bulog akan membeli jagung petani, maka harga akan lebih baik lagi,” tegasnya.
Target 24 juta ton
Hasil Sembiring menyebutkan, target produksi jagung tahun 2016 ditetapkan sebesar 24 juta ton pipilan kering dengan luas areal sekitar 4 juta ha. Dengan produksi sebesar itu, maka diharapkan tahun 2017 Indonesia sudah berswasembada.
Untuk mencapai target produksi serta untuk berswasembada jagung, stategis khusus yang disiapkan antara lain peningkatan produksi, perluasan areal tanam, penurunan susut hasil, mempertahankan kualitas hingga memperkuat manajemen kawasan.
Dia mengatakan, peningkatan produktivitas melalui upaya penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dengan komponen utama meliputi pemakaian benih varietas unggul bermutu termasuk jagung hibrida dan jagung komposit.
Selain itu, untuk memastikan PTT diterapkan, maka dilakukan pengawalan, pendampingan agar jika ada masalah di lapangan dapat ditangani lebih dini. Strategi peningkatan produktivitas terutama dilaksanakan di wilayah yang sudah tidak memungkinkan dilakukan perluasan areal tanam, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi produktivitas tanaman diharapkan masih dapat ditingkatkan.
Untuk Perluasan Areal Tanam (PAT), Kementan melakukan penanaman di areal tanam baru atau dengan melakukan peningkatan indeks pertanaman baik di lahan kering atau lahan sawah di musim kemarau. Perluasan areal tanam baru bisa dilakukan di lahan bukaan baru (misalnya lahan eks peremajaan perkebunan, Perhutani, dan lain-lain) atau di daerah yang selama ini belum pernah menanam jagung. Sedangkan peningkatan indeks pertanaman dapat dilakukan dengan pengaturan pola tanam di lahan kering yang sebelumnya ditanami jagung satu kali menjadi dua kali atau di lahan sawah di musim kemarau (padi-padi-jagung).
Strategi lain adalah penurunan susut hasil dilakukan dengan upaya panen yang tepat dengan menetapkan umur panen yang cukup yaitu sekitar umur panen 120 hari.
Selain itu, juga diterapkan penggunaan alat panen dan alat pemipil yang baik untuk menghindari kehilangan dan kerusakan pipilan seperti patah, pecah, dan sebagainya. Jamalzen