Panen Jagung di Pelabuhan

Perum Bulog sangat optimis penugasan yang dilakukan pemerintah kepada lembaga tersebut, terutama mengimpor 600.000 ton jagung selama periode Januari-Maret 2016, bakal bisa terpenuhi.

“Sudah ada penugasan kepada Bulog untuk mengimpor 600.000 ton jagung pada triwulan I tahun ini dan kami telah menindaklanjutinya,” ujar Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu, akhir pekan lalu.

Menurutnya, Perum Bulog sudah melakukan kontak dengan sejumlah pemasok jagung dari mancanegara untuk memasukkan komoditi itu ke Indonesia selama periode Januari-Maret 2016.

“Kami juga sudah melakukan penyelesaian administrasi dan hari ini sudah diputuskan berapa banyak kontrak pengadaan jagung impor pada periode Januari-Maret. Mudah-mudahan bisa mencapai 600.000 ton,” jelas Wahyu.

Dengan tidak adanya halangan dalam pengurusan administrasi maupun kontrak dengan pemasok, Wahyu optimis kapal pengangkut jagung impor akan bisa merapat di pelabuhan dalam negeri pada akhir bulan Januari ini dan disusul oleh kapal-kapal lainnya hingga akhir Maret 2016. “Insya Allah akhir bulan ini kapal yang bawa jagung akan masuk Indonesia,” ucapnya. Dia memperkirakan dalam beberapa hari ini akan masuk sekitar 60.000 ton jagung impor ke dalam negeri.

Dia mengungkapkan, jagung yang diimpor Bulog akan diprioritaskan untuk peternak rakyat dan usaha kecil dan menengah (UKM) — yang saat ini tercekik oleh mahalnya jagung. “Jagung impor ini nantinya akan dijual kepada industri pakan ternak UKM dan peternak yang melakukan pencampuran sendiri dalam pembuatan pakan ternaknya,” ujarnya.

Sebelumnya, melalui rapat koordinasi terbatas (Rakortas) di kantor Kemenko Ekuin, akhir tahun lalu, pemerintah sudah memutuskan kuota impor jagung pada 2016, dengan volume 2,4 juta ton. Berbeda dari sebelumnya, impor akan dilakukan seluruhnya oleh Perum Bulog.

“Sudah diputuskan. Volumenya sekitar 30% dari kebutuhan, yaitu 200.000 ton/bulan atau 2,4 juta/tahun,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto.

Kebijakan importasi jagung dilakukan pemerintah karena produksi jagung dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan jagung nasional. Biasanya, komoditi itu digunakan sebagai pakan ternak.

Lewat keputusan ini, nantinya perusahaan yang ingin mendapatkan jagung harus membeli ke Bulog. ‎Hal ini ditujukan sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap komoditi jagung.

Dalam keputusan terbarunya, pemerintah menetapkan kegiatan impor jagung dibagi setiap triwulan. Sehingga untuk setiap triwulan, akan diimpor sebanyak 600.000 ton jagung.

Dengan adanya rekomendasi dari Kementan dan penunjukkan dari Rakortas, Perum Bulog bisa langsung melakukan kontrak dengan pemasok di luar negeri karena tidak diperlukan lagi izin impor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri (PLN) Kemendag, Karyanto Suprih mengakui kalau Perum Bulog tidak membutuhkan izin impor dari Kemendag untuk mengimpor jagung karena tidak ada Permendag yang mengatur soal importasi jagung.

“Saat ini tidak ada Permendag yang mengatur soal impor jagung . Artinya, dari sisi Kemendag tidak ada larangan impor. Apalagi, hingga saat ini jagung belum diatur sebagai komoditi yang dilarang atau dibatasi impornya,” ujarnya.

Namun, keputusan pemeritah untuk menunjuk Perum Bulog sebagai importir tunggal untuk komoditi jagung dipertanyakan kalangan pengusaha pakan ternak di dalam negeri.

Menunggu penjelasan

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Sudirman menyatakan, pihaknya masih menunggu penjelasan pemerintah mengenai kebijakan impor jagung yang hanya diberikan kepada Perum Bulog.

“Pasalnya, anggota kami juga tengah melakukan kegiatan impor jagung,” jelas Sudirman, akhir pekan lalu. Menurut perhitungannya, pada bulan Januari dan Februari tahun ini akan masuk impor jagung sekitar 600.000 ton yang dilakukan oleh anggota GPMT.

Dengan adanya keputusan Rakortas, maka nasib jagung impor yang dilakukan anggota GPMT menjadi tanda tanya. Selain itu, saat ini juga masih ada sekitar 80.000 ton jagung impor milik anggota GPMT yang ditahan oleh pihak karantina. “ Padahal, kami melakukan kegiatan impor secara legal. Kami melakukan pengurusan dokumen ke instansi di Kementan dan pihak Bea dan Cukai,” tegasnya.

Sudirman menyatakan, jika sampai pekan depan tidak ada solusi dari pemerintah, maka akan banyak anggota GPMT yang tidak bisa melakukan kegiatan produksi pengolahan jagung menjadi pakan ternak.

“Saat ini kami menginginkan solusi terbaik. Apa maunya pemerintah akan kami ikuti sepanjang semua itu dapat memberikan dampak positif bagi semua pihak, baik petani, pengusaha maupun peternak,” ucapnya.

Sudirman menjelaskan, harga jagung saat ini — yang mencapai Rp6.000/kg — merupakan suatu kenaikan tertinggi dalam sejarah perjagungan nasional. Tingginya harga jagung itu tentu saja akan membuat harga pakan ternak berbahan baku jagung juga akan melonjak — yang berimbas pada harga jual telur dan ayam.

Sebagai pemasok pakan ternak di dalam negeri, Sudirman menjelaskan bahwa untuk menjalankan kegiatan produksinya anggota GPMT membutuhkan pasokan tiap bulan sekitar 800.000 ton jagung sebagai bahan bakunya. Sekarang ini, pasokan jagung ke pabrik-pabrik pakan ternak mulai menyusut.

Sebenarnya, kebutuhan jagung tahun 2016 ini diperkirakan mencapai 14 juta ton, termasuk 5,21 juta ton untuk industri pangan. Sementara produksi jagung diproyeksikan naik menjadi 21,35 juta ton dari prediksi tahun 2015 sebesar 19,83 juta ton.

Bukan cari untung

Sementara itu Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti menegaskan, kebijakan pemerintah untuk menunjuk Perum Bulog sebagai importir jagung bukan dilakukan untuk mencari untung dari adanya kekurangan pasokan jagung di dalam negeri.

“Penugasan ini bukan untuk cari untung, tapi untuk stabilisasi. Kita tahu harga jagung naik ke atas, diikuti naiknya harga ayam dan telur. Ini membebani masyarakat,” ucap Djarot.

Dia menjelaskan, saat ini harga daging ayam dan telur ayam di dalam negeri sedang melonjak tajam akibat naiknya harga pakan ternak, terutama yang berbahan baku jagung.

“Kenaikan harga ayam dan telur cukup membebani masyarakat. Karena itu, Bulog perlu segera mengimpor jagung untuk menambah suplai ke pasar, sehingga harga pakan ternak bisa turun dan diikuti oleh daging ayam dan telur,” paparnya.

Seperti diketahui, harga telur ayam di Jabodetabek saat ini telah mencapai sekitar Rp27.000/kg. Padahal, biasanya harga telur ayam berada di bawah Rp20.000/kg.

Kenaikan harga juga dialami daging ayam. Di sejumlah pasar, pedagang menjual seekor ayam potong dengan bobot sekitar 1 kg dengan harga Rp40.000. Biasanya, harga jual ayam potong dengan bobot yang sama hanya sekitar Rp32.000 hingga Rp34.000/kg.

Djarot juga menegaskan salah satu alasan dilakukannya impor jagung adalah karena saat ini di dalam negeri belum memasuki musim panen jagung sehingga diperlukan pasokan dari impor.

“Musim panen jagung di dalam negeri baru dimulai pada bulan Maret-April. Karena belum ada panen jagung, Bulog harus impor untuk menekan harga pakan ternak,” katanya. B Wibowo