Kebutuhan Pupuk Subsidi Masih Tinggi

Belakangan ini keluhan kekurangan pupuk subsidi muncul di beberapa daerah. Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat menyebutkan, para petani, terutama di tiga kabupaten Jawa Barat, mengalami kesulitan mendapatkan pupuk urea bersubsidi.

Ketua KTNA Jawa Barat, Otong Wiranta menyebutkan, petani di Kabupaten Subang, Indramayu dan Bekasi kesulitan mengakses pupuk urea bersubsidi karena kurangnya kuota atau alokasi pupuk yang diberikan Kementerian Pertanian (Kementan).

“Memang saat ini beberapa kabupaten mulai agak sulit mendapatkan pupuk bersubsidi karena alokasi yang sudah mau habis. Beberapa kabupaten yang saya pantau, seperti Subang, Indramayu dan Bekasi malah sudah habis kuotanya,” kata Otong, seperti dikutip Antara, Kamis (13/8/2020).

Untuk menjawab keluhan para petani, pemerintah akhirnya menyetujui tambahan alokasi pupuk subsidi sekitar 1 juta ton lebih. “Minggu depan (Minggu ini, Red.) kita harapkan DIPA tambahan pupuk subsidi sudah turun,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Sarwo Edhy.

Dia menyebutkan, persetujuan tambahan pupuk subsidi tersebut sudah dibahas dalam Rakortas beberapa waktu lalu. Kini, usulan tersebut sedang diproses di Kementerian Keuangan.

“Tambahannya sekitar 1 juta ton lebih atau senilai Rp3,14 triliun. Kita harapkan tambahan segera keluar, sehingga kekurangan pupuk dapat diatasi,” tegasnya kepada Agro Indonesia di Jakarta, Sabtu (22/8/2020).

Subsidi pupuk tahun 2020 terdiri dari pupuk Urea, SP-36, ZA, NPK formula khusus dan pupuk Organik. Volume subsidi pupuk Urea sebanyak 3,27 juta ton, NPK 2,7 juta ton, SP-36 sebanyak 500.000 ton,  ZA sebanyak 750.000 ton dan Organik 720.000 ton atau total 7,94 juta ton.

Menurut dia, tambahan pupuk subsidi ini dapat mengurangi kesulitan petani untuk mendapatkan pupuk.  Kebutuhan pupuk subsidi sebenarnya sekitar 13 juta ton/tahun.

“Meskipun ada tambahan (alokasi) dari 7,9 juta ton menjadi 8,92 juta ton, bukan berarti masalah kekurangan pupuk selesai. Tidak! Karena kebutuhan pupuk petani  memang cukup tinggi,” tegasnya.

Namun demikian, dengan adanya tambahan sekitar 1 juta ton tersebut, paling tidak bisa membantu petani yang memang membutuhkannya. Untuk kekurangan pupuk subsidi setelah ada tambahan ini, Ditjen PSP menunggu simulasi atau usulan dari provinsi. “Setelah ada usulan dari daerah, kita simulasikan lagi. Maklum, usulan dari daerah kadang-kadang tidak masuk akal,” tegas Sarwo.

Naikan HET

Sebelumnya, Ketua Umum KTNA, Winarno Tohir pernah mengusulkan agar Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi dinaikkan Rp300-Rp500/kg. “Petani tak keberatan kalau HET-nya dinaikkan, asalkan kuota pupuk bersubsidi jangan dikurangi,” katanya.

Menurut Winarno, jika kebutuhan pupuk tak terpenuhi, petani akan kesulitan untuk meningkatkan produksi padi. “Jadi, jangan sampai impor beras karena kekurangan pupuk di tingkat petani. Sehingga harus ada solusinya,” katanya.

Winarno juga berharap, solusi yang ditawarkan KTNA untuk menaikkan HET bisa menjadi pertimbangan pemerintah dalam menyediakan pupuk bersubsidi sampai Desember 2020. “Bisa saja HET untuk urea bersubsidi dinaikkan menjadi Rp2.500/kg, NPK Rp3.500/kg dan Phonska Rp4.000/ kg,” ujarnya.

Sarwo Edhy mengatakan, anggaran pupuk subsidi tahun 2019 dan tahun 2020 mengalami pengurangan atau turun sekitar Rp2 triliun. Kementan sudah mengajukan tambahan alokasi pupuk subsidi ke Menteri Keuangan. “Alhamdulillah disetujui,” ujarnya.

Sarwo Edhy mengatakan, jika nanti masih ada desa yang kekurangan pupuk subsidi, maka bisa dilakukan realokasi antardesa atau  kecamatan. Kewewenangan ini ada di dinas kabupaten.

Jika kabupaten yang kurang pupuk subsidi, bisa realokasi  antarkabupaten.  Untuk realokasi tingkat kabupaten wewenangnya ada di dinas provinsi. Sementara untuk realokasi antarprovinsi wewenang Dirjen PSP, Kementan.

Untuk mengantisipasi pengurangan pupuk subsidi, Ditjen PSP telah melakukan berbagai simulasi, di antaranya menyesuaikan dosis pemakaian. Misalnya, jika selama ini pemakaian pupuk NPK sebanyak 300 kg/ha, maka sekarang dikurangi menjadi 200 kg/ha.

“Standar/rekomendasi Litbang Kementan adalah 200 kg/ha-300 kg/ha. Kita ambil dosis yang minimal, yaitu 200 kg/ha. Hasilnya tetap bagus. Artinya, tidak menurunkan produktivitas tanaman,” tegasnya.

Untuk pemakaian Urea, standar yang dianjurkan 150 kg/ha-300 kg/ha. Sekarang, pemakaian urea dianjurkan cukup 200 kg/ha. Cara ini, kata Sarwo Edhy, merupakan salah satu untuk mengatasi kekurangan pupuk.

Realisasi Capai 5,4 Juta Ton

Sementara realisasi penyaluran pupuk subsidi hingga 5 Agustus 2020 sudah mencapai 5,4 juta ton. Penyaluran tersebut terdiri dari pupuk urea sebanya 2.482.263 ton, SP-36 sebanyak 385.031 ton,  ZA sudah terserap  491.418 ton, NPK tercatat sebanyak 1.733.851 ton dan pupuk organik terealiasi 333.946 ton.

Kepala Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia (Persero), Wijaya Laksana mengatakan, angka tersebut setara 68% dari alokasi nasional tahun 2020 yang sebesar 7.949.303 ton.

Bahkan, informasi dari Ditjen PSP, Kementan, realisasi penyaluran pupuk subsidi hingga 22 Agustus 2020 sudah mencapai 74,8%. Setiap hari angka realisasi berubah, karena penyaluran pupuk terus berjalan.

“Pupuk Indonesia, sebagai BUMN, komit terhadap penugasannya. Kami terus mengoptimalkan proses distribusi pupuk bersubsidi kepada petani agar tetap berjalan lancar dan sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan Kementan,” kata Wijaya. 

Di beberapa daerah, serapan pupuk memang cukup tinggi. Misalnya Jawa Barat, yang serapannya sudah 84% dari alokasi; Banten dan Kalimantan Utara yang sudah 85%; Sumatera Selatan 80%; dan Sulawesi Selatan  sebesar 76%.

Untuk itu, guna mengantisipasi kebutuhan petani apabila terjadi kekurangan atau kehabisan alokasi, Perseroan pun menyiapkan stok pupuk nonsubsidi di kios-kios resmi. Perseroan mencatat, stok pupuk nonsubsidi saat ini tersedia sekitar 759.895 ton.

“Stok tersebut tersedia mulai dari lini I hingga lini III dan kios-kios pupuk resmi. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi kebutuhan petani yang alokasi pupuk bersubsidinya belum tercukupi, dan bagi petani yang tidak terdaftar dalam e-RDKK. Sehingga Kami bisa tetap memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani dan produktivitas sektor pertanian pun dapat terjaga,” tutur Wijaya. 

Pupuk Indonesia mencatat, stok pupuk subsidi yang tersedia saat ini dalam kondisi aman. Data Perseroan menunjukkan, total stok sebanyak 1.316.076 ton, sekitar lima kali lipat dari ketentuan minimum stok yang sebesar 244.893, guna menjaga ketersediaan pupuk bagi masyarakat petani. 

Pupuk Indonesia menerapkan sertifikasi untuk mencegah kecurangan atau fraud. Adapun jumlah stok pupuk tersebut dipenuhi oleh lima anak perusahaan Pupuk Indonesia, yakni PT Pupuk Kaltim, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Pupuk Sriwidjaja.  Wijaya menegaskan, Pupuk Indonesia hanya menyalurkan pupuk bersubsidi kepada para petani yang tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

Pupuk Indonesia akan selalu mematuhi semua aturan penugasan penyaluran pupuk bersubsidi yang berlaku. Seperti, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian secara nasional mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV.

Serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk bersubsidi sektor pertanian tahun anggaran 2020 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2020.

“Kedua aturan tersebut dengan tegas mengatur tentang syarat, tugas, dan tanggung jawab dari produsen, distributor, dan penyalur atau pengecer hingga HET pupuk bersubsidi yang wajib dipatuhi ketika menyalurkan pupuk bersubsidi kepada petani. Kami selaku produsen, berkomitmen untuk mematuhi aturan yang berlaku, termasuk terkait dengan aturan penyaluran berdasarkan e-RDKK,” kata dia.

Penerapan sistem e-RDKK yang diatur oleh Kementerian Pertanian dapat meminimalisir penyelewengan sehingga penyaluran pupuk bersubsidi semakin tepat sasaran. Terlebih melalui sistem ini juga diyakini bisa mencegah terjadinya duplikasi data penerima subsidi. “Dengan begitu, tugas penyaluran dan pengawasan Pupuk Indonesia dapat lebih optimal, dan yang terpenting subsidi bisa lebih tepat sasaran,” katanya. Jamalzen/PSP