Bulog Yakin Daging India Aman

Operasi Pasar daging murah Bulog di Jambi,, awal Mei 2022. Warga antusias mengantre daging kerbau beku yang dijual Rp80.000/kg. (Foto: Antara)

Dugaan, kalau bukan tudingan, masuknya impor daging kerbau dari India sebagai pemicu merebaknya kembali penyakit mulut dan kuku (PMK) dibantah oleh Perum Bulog, BUMN yang selama ini mendapat tugas mengimpor daging dari India bersama dengan PT Berdikari. Alasan Bulog, daging kerbau yang diimpor alam bentuk beku.

“Tak ada kaitannya (merebaknya wabah PMK) dengan daging impor India,” ujar Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso di Jakarta, pekan lalu. Apalagi, katanya, daging kerbau impor itu sudah bebas PMK.

“Bisa saya sampaikan, daging yang kita impor ini aman, dan sangat aman. Karena selama ini tidak ada ditemukan (PMK),” ujarnya.

Dia menegaskan, PMK belum pernah ditemukan pada daging kerbau asal India sejak kegiatan impor daging kerbau beku dilakukan Perum Bulog sejak tahun 2016.

Dia juga menjelaskan, bahwa dalam mengimpor daging, Bulog menerapkan prosedur dan pemeriksaan ketat. Jadi, apabila ditemukan daging impor yang terindikasi berpenyakit, maka pihaknya akan langsung menyetop impor dan mengajukan keberatan ke negara asal atas barang yang diterima.

Selain itu, daging kerbau impor itu juga menjalani pemeriksaan ketat saat tiba di pelabuhan. “Daging itu tidak bisa langsung keluar pelabuhan karena ada pemeriksaan oleh Badan Karantina terlebih dulu,” ucapnya.

Setelah adanya pemeriksaan dari Badan Karantina dan dinyatakan aman, barulah daging impor tersebut keluar dari pelabuhan.  “Yang pasti kita menjamin bahwa kualitas daging ini aman,” ujarnya

Perum Bulog telah mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk mengimpor daging kerbau beku dari India sejak tahun 2016. Penugasan ini dilakukan untuk memberikan alternatif kepada masyarakat dalam mendapatkan daging hewan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada tahun 2016 realisasi impor daging kerbau beku dari India mencapai  39.524,4 ton. Angka itu meningkat di tahun 2017 dengan volume impor sebesar 45.192 ton.

Pada tahun 2018, impor daging kerbau beku dari India naik lagi menjadi 79.634 ton, bahkan setahun kemudian (2019) volume impor melonjak menjadi 93.970. Pada 2020, realisasi impor komoditas ini dari India mencapai 76.365,4 ton dan di 2021 sebesar 76.400 ton.

Sementara untuk kuartal I-2022, Perum Bulog telah merealisasikan impor daging kerbau beku sebanyak 20.000 ton dan menyusul sebanyak 36.000 ton lagi untuk periode hingga bulan Mei 2022. Adapun alokasi volume impor daging kerbau beku yang diberikan pemerintah kepada Bulog tahun 2022 ini sebesar 100.000 ton.

Paket Kebijakan Ekonomi

Pemerintah sendiri memutuskan membuka kran impor daging kerbau dari India dengan dalih ingin menurunkan harga jual daging sapi, yang selama ini masih tinggi dan memperbanyak sumber pasok daging yang selama ini hanya didominasi Australia dan Selandia Baru. Melalui Paket Kebijakan Ekonomi IX, pemerintah ingin memperepat stabilisasi pasokan dan harga daging sapi, selain percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dan logistik dari desa ke global.

Saat itu, akhir Januari 2016, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengaku kebutuhan sapi belum bisa dipasok secara penuh oleh peternak dalam negeri. “Kebijakan ini didasari kebutuhan daging sapi dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2016 ini, misalnya, kebutuhan nasional adalah 2,61 per kapita sehingga kebutuhan nasional setahun mencapai 674,69 ribu ton atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi,” papar Darmin.

Kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi oleh peternak dalam negeri, karena produksi sapi hanya mencapai 439,53 ribu ton/tahun atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Jadi, terdapat kekurangan pasokan yang mencapai 235,16 ribu ton yang harus dipenuhi melalui impor.

Mengingat terbatasnya jumlah negara pemasok, pemerintah perlu memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewan — yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE) — untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, (saat itu) Muladno Bashar mengakui dibukanya impor dari negara tak bebas PMK dalam rangka menekan harga daging yang terus tinggi. Harapannya, India masuk, harga daging melorot dan paling tinggi mentok di posisi Rp85.000/kg. Bagaiman dengan ancaman PMK? “Kita punya dokter hewan dan tim ahli untuk memeriksa. Persyaratan teknisnya juga akan ada,” kata Guru Besar Peternakan IPB tersebut.

Namun, niat menstabilkan harga daging sapi yang sudah berjalan selama 6 tahun tidak pernah tercapai. Harga daging sapi tetap saja tinggi. Di Jakarta saja, menurut catatan infopangan.jakarta.go.id, harga daging sapi murni (semur) masih dijual rata-rata Rp148.718 pada Jumat (13/5/2022). Alih-alih menurunkan harga daging sapi di pasar, pemerintah Jokowi malah mengundang masuk ancaman yang sudah jauh hari ditutup oleh pemerintah Orde Baru.

Yang menarik, untuk menangkis kekhawatiran dan ketidasetujuan banyak pihak terkait pembukaan kran impor daging kerbau India, pemerintah membatasi importir daging kerbau eks India tersebut hanya kepada BUMN. Selain itu, dagingnya dalam bentuk boneless (tanpa tulang), beku, sudah dihilangkan limpoglandula-nya dan dilayukan dengan pH di bawah 6.

Namun, belakangan, kebijakan itu diubah. Monopoli Bulog dan PT Berdikari sebagai importir daging kerbau India dihapus melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2022 — yang mengubah PP No. 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona dalam Suatu Negara Asal Pemasukan (AgroIndonesia edisi 819, 22-28 Maret 2022). Akibatnya, impor daging dari India pun terbuka lebar buat semua pihak, Apalagi, di pasal 7 PP ini tak lagi mencantumkan rekomendasi pemasukan (impor) yang diterbitkan menteri pertanian.

Apakah ada kaitan meledaknya wabah PMK dengan makin terbukanya impor daging kerbau India? Sulit dijawab, memang. Apalagi, pihak swasta sendiri kabarnya belum ada yang melakukan impor sesuai dengan PP 11/2022, yang pengaturan lebih lanjutnya dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. B Wibowo

Sistem Zona Rugikan Masyarakat

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai wabah PMK diduga memang akibat impor ternak dan produk hewan dari luar Indonesia. “Virus PMK ini muncul diduga karena impor daging, sapi dan ternak lainnya dari luar yang meningkat dari negara-negara yang masih ada zonasinya wabah PMK,” kata Henry, Jumat (13/5/2022).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Henry, memang terjadi kenaikan impor daging sapi. Pada 2021 impor daging sapi mencapai 273,53 ribu ton, jumlah itu naik 22,4% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 223,42 ribu ton.

“Nilai impor daging sapi pun naik menjadi 948,37 juta dolar AS atau sekitar Rp13,64 triliun pada 2021 (kurs 1US$ = Rp14.388). Jumlah ini naik 35,83% dari tahun sebelumnya yang sebesar  698,18 juta dolar AS,” katanya.

Henry menuturkan, kebijakan impor ini ini didukung oleh Undang-Undang (UU) No.41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“SPI bersama berbagai pihak yang tergabung dalam Komite Perlindungan Perdagangan Peternakan dan Kesehatan Hewan (KP3 KESWAN) menang dalam uji materi UU No.18/2009, tapi kemudian lahir UU No.41/2014 berdasarkan zonasi, terus diuji materi lagi oleh kawan-kawan, seperti dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dan lainnya, tapi kalah,” keluhnya.

Menurutnya, UU No.41/2014 ini semakin memperluas kebijakan importasi ternak di tengah ketergantungan pada impor ternak dan produk ternak yang sudah tinggi.

“Pemberlakuan sistem zona tersebut merugikan hak masyarakat untuk hidup sehat, sejahtera, aman, dan nyaman dari bahaya penyakit menular dari hewan ataupun produk hewan yang dibawa karena proses impor dari zona yang tidak aman,” sambungnya.

Henry menegaskan, seharusnya pemerintah melindungi peternakan di Indonesia sejalan dengan janji pemerintahan Jokowi untuk membangun kedaulatan pangan di Indonesia, yang menargetkan Indonesia menjadi negara yang swasembada untuk daging.

Hal tersebut diperjelas Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi (P3A) SPI Qomarun Najmi. Dia mengatakan, guna memastikan apakah PMK yang mewabah kembali dari daging atau ternak hidup harus dilihat strain virus yang ada pada daging atau ternak.

“Misalnya strain virus PMK di India sudah teridentifikasi, kemudian nanti kalau strain virus di Indonesia sama dengan India berarti asalnya dari India. Artinya, tetap harus ada yang bertanggung jawab terhadap munculnya PMK,” paparnya.

Dia melanjutkan, hal yang terpenting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan rangkaian pencegahan karena virus ini sangat mudah menular. B Wibowo