Dirjen PSP: Ubah Pola Pikir, Alsintan Untungkan Petani

Dirjen PSP Pending Dadih Permana

Bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan) yang diberikan pemerintah kepada Kelompok Tani (Poktan) atau pun Gabungan Poktan, melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian (Kementan), sudah cukup banyak.

Dalam kurun empat tahun sejak 2015 sampai November 2018, tercatat sebanyak 385.170 unit Alsintan dalam berbagai jenis sudah disalurkan. Alat ini akan bermanfaat, terutama jika petani mau mengubah mindset (pola pikir) dalam usaha tani.

Pertanian Indonesia sudah masuk pada era modern dengan menggunakan Alsintan. Kehadiran alat mekanisasi ini memberi efek ekonomi yang positif, terutama dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.

Efek positif itu karena penggunaan Alsintan mampu menghemat biaya pengolahan tanah, tanam, dan mampu menekan angka kehilangan pada pasca panen.

Dirjen PSP, Pending Dadih Permana mengatakan, keuntungan penggunaan Alsintan tersebut terjadi karena petani mampu mengubah mindset bahwa Alsintan bukan dimiliki sendiri.

“Kembali pada pengelolaan sumberdaya manusia-nya. Siapkah bapak-ibu sekalian (petani) untuk mengelola Alsintan,” tutur Pending.

Pending memastikan bahwa Alsintan yang diberikan kepada petani merupakan “betina produktif”. Jadi, Alsintan ini harus bisa beranak. Artinya,  Alsintan harus menghasilkan dan bermanfaat, sekaligus sebagai usaha bisnis.

Dirjen pun menganalogikan, jika Alsintan ini tidak bisa “beranak”, berarti yang mandul adalah “jantannya”. “Yang menjadi jantannya adalah kelompok tani, Gapoktan penerimanya. Jika tidak bisa bertambah (pendapatannya hingga menjadi bisnis baru berupa UPJA), maka yang mandul adalah Gapoktannya,” jelasnya.

Dadih menambahkan, Alsintan yang diberikan pemerintah bukan alat tanam dan alat olah tanah semata. “Tetapi ini adalah barang modal yang harus bisa dikembangkan dalam usaha kelompok tani,” tuturnya.

Dia menuturkan, salah satu penyebab “kemandulan” Alsintan adalah diakuinya alat itu sebagai barang milik sendiri. “Terkadang, ketua kelompoknya tanda tangan penyerahan Alsintan dan malah dimiliki sendiri. Ketika anggota kelompoknya mau pinjam, nanti dulu,” tutur Dadih.

Praktik seperti inilah yang banyak terjadi setelah pemberian Alsintan dilakukan pemerintah. “Karena itu, perlu penguatan kelembagaan kelompok. Jangan Poktan diidentifikasi sebagai pembudidaya (padi) saja,” tukasnya.

Petani perlu diidentifikasi sebagai pengusaha tani, sehingga bisnisnya perlu ditingkatkan dengan mengembangkan kelompok. “Kalau kelompoknya sudah bisa mengelola kegiatan usaha ini, saya yakin yang betina tadi pasti akan bisa beranak. Karena jantannya juga subur,” jelasnya. Salah satunya dengan pengembangan UPJA. “Mari penyuluh dan Gapoktan kita sama-sama kembangkan sisi bisnis dari Alsintan,” katanya.

Petani pun Mengakui

Penjelasan Pending diakui sejumlah petani. Ketua Kelompok Tani Karya Tani, Desa Karanglewas, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Sudarto mengatakan, penggunaan alat dan mesin pertanian modern menguntungkan petani karena efisien dan menghemat ongkos saat panen.

“Bagi petani yang mempunyai hamparan sawah luas, penggunaan Alsintan modern sangat membantu karena efisien dan menghemat ongkos atau biaya operasional saat panen,” katanya.

Dia mencontohkan, sebelum menggunakan mesin pemanen padi (combine harvester), seorang petani yang memiliki sawah seluas 100 ubin (1 ubin setara 14,1 m2) membutuhkan 3 orang tenaga pemotong tanaman padi serta 2 orang yang bertugas merontokkan bulir padi.

Menurut dia, ongkos untuk lima orang tenaga kerja tersebut masing-masing sebesar Rp50.000, belum termasuk biaya untuk alat perontoknya (power thresher) — yang dikenakan tarif sebesar Rp160.000.

Akan tetapi, katanya, jika menggunakan mesin pemanen padi (combine harvester), petani tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk tenaga pemotong padi maupun merontokkan bulir padi, tapi cukup membayar biaya operasional mesin pemanen padi.

“Dengan menggunakan combine harvester, buliran padi atau gabah hasil panen juga lebih bersih jika dibandingkan dengan perontokan secara manual maupun menggunakan power thresher. Jadi jelas, keuntungannya banyak,” katanya.

Sementara itu Widodo, petani cabai di daerah Tegalrejo Magelang, juga merasakan manfaat bantuan Alsintan dari Kementan. Selain mempercepat pengolahan lahan, juga menekan biaya pengolahan lahan hingga 90%.

“Kalau dengan manual (cangkul), kami harus keluarkan biaya Rp1 juta per 1.000 m2. Tapi dengan kombinasi traktor tangan (handtractor) dan kultivator, kami cukup keluar 4 liter solar dan ongkos operator Rp50.000 per 1.000 m2,” ungkapnya.

Dengan demikian, lanjut Widodo, jika menggunakan buruh cangkul, biaya pengolahan lahan cabai yang dikeluarkan sebesar Rp10 juta/hektare (ha). Sementara dengan menggunakan Alsintan, biaya turun drastis hanya Rp800.000- Rp1.000.000/ha.

Dari perbandingan ini terlihat dengan jelas, biaya pengolahan lahan menggunakan Alsintan jauh lebih efisien. Bahkan efektif dan hemat waktu. “Kebijakan pemerintah memberi bantuan Alsintan sangat tepat memajukan pertanian,” ungkapnya.

Susiono, petani bawang merah di Desa Pasir Mijen, Demak punya cerita yang sama. Dia mengatakan, penggunaan kultivator sangat meringankan biaya produksi, terutama saat pembuatan atau pengolahan bedengan (petakan).

“Saat upah buruh cangkul makin mahal, keberadaan Alsintan seperti kultivator benar-benar terasa membantu petani, terutama saat pembuatan bedengan”, kata Susiono.

Dia menambahkan, saking mahalnya upah buruh cangkul, kadang penghasilan mereka malah lebih gede dari pada petani. PSP