Gabung TPP, Indonesia Harus Genjot Industrialisasi

Keinginan pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam kesepakatan kerja sama perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership  (TPP)  harus diikuti dengan upaya peningkatan industrialisasi di dalam negeri mengingat Indonesia masih lemah dalam ekspor produk manufakturing.

“Sekitar 70 persen produk yang diperdagangkan di pasar dunia itu adalah produk manufakturing dan kita masih lemah dalam sektor itu,” ujar pengamat ekonomi Indef, Enny Sri Hartati, dalam acara Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Forwin, di Jakarta, Rabu (01/6).

Menurut Enny, ekspor produk manufakturing Indonesia pada tahun 2014 tak mampu mencapai angka 38 %. Sementara negara-negara ASEAN lainnya sudah mampu mengekspor produk manufakturing di atas 50 % dari total ekspornya.

Malaysia pada tahun 2015 sudah mampu mengekspor paoruk manufakturing sebesar 62 %, sementara Singapura jauh lebih tinggi ekspor manufakturingnya, yakni sebesar 71% dari total ekspornya.

“Karena itu, agar kita tak rugi dalam masuk ke TPP, kita harus mengejar bagaimana meningkatkan industrialisasi  agar bisa memenuhi standar produk yang ditetapkan negera-negara anggota TPP,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Syarief Hidayat mengakui pemerintah harus mengkaji lebih dalam untung rugi keikutsertaan Indonesia di TPP.  Menurutnya, peluang menggarap pasar perdagangan di TPP cukup besar. Namun itu bakal terealisasi jika pemerintah dan stakeholders berbenah bersama.

“Kebijakan-kebijakan yang mendorong dunia industri harus dikeluarkan oleh pemerintah, sementara para industri juga harus menggenjot produksi sesuai klasifikasi permintaan pasar,” paparnya.

Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan mengaku harus menyiapkan aturan untuk mendorong perkembangan industri. Belajar dari pengalaman keterpurukan Indonesia saat masuk dalam perdagangan bebas tingkat ASEAN.

“Jadi kita jangan hanya menyiapkan industrinya, tetapi juga harus menyiapkan aturannya. Ini yang kemarin kita jelek di ASEAN karena kita belum siap di mana-mana,” ungkapnya.

Presiden Institut Otomotif Indonesia (IOI) I Made Dana Tangkas mengatakan, yang paling penting dari skema kerja sama TPP adalah keuntungan dan kerugian yang bisa diperoleh bangsa Indonesia. IOI mendukung upaya pemerintah untuk mengkaji secara mendalam dampak dari keterlibatan Indonesia dalam TPP.

“Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan akademia akan memperkuat industri yang berdaya saing, berteknologi tinggi seperti otomotif agar dapat memperoleh keuntungan dari TPP,” ujar Made.Buyung N