Produksi beras Indonesia terancam menyusut. Pasalnya, negeri ini dilaporkan kehilangan areal persawahan sebesar 80.000 ha-100.000 ha/tahun akibat kemampuan cetak lahan yang dilakukan pemerintah tidak mampu mengimbangi konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat sampai tahun lalu Indonesia memiliki sawah seluas 8,13 juta ha, pertanian lahan kering 18,58 juta ha dan perkebunan 18,93 juta ha, yang berpotensi terus berkurang karena konversi menjadi perumahan atau perkebunan (nonsawah).
Di luar Jawa, sekitar 48,6% sawah yang dikonversi berubah menjadi perkebunan, sementara pola yang terjadi di Jawa sebagian besar konversi menjadi perumahan, yaitu sebesar 58,7%. Hal ini makin diperparah dengan kualitas sawah yang baru dicetak itu hanya 1/3 dari kualitas sawah yang sudah ada, serta tidak adanya kepastian rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Penurunan luasan lahan persawahan memang tak terelakkan lagi seiring dengan derasnya ekspansi sektor industri dan properti yang membuat lahan persawahan mengalami pengikisan.
Gencarnya kegiatan konversi lahan itu merupakan dampak dari peningkatan pertumbuhan di sektor lainnya, terutama di sektor industri dan properti di dalam negeri.
Untuk mengatasi masalah ini, tak ada cara lain kecuali melakukan program intensifikasi serta memperketat kegiatan konversi lahan persawahan melalui aturan ketat pula.
Agar produksi beras tetap bertumbuh, pemerintah terus mendorong upaya peningkatan produksi beras melalui berbagai cara, terutama dengan melakukan program intensifikasi. Program intensifikasi menjadi program penting mengingat sulitnya melakukan perluasan lahan secara masif.
Program intensifikasi, yang didukung oleh program pembinaan, penyuluhan dan pemberian bantuan bibit dan pupuk,sebenarnya telah memberikan hasil positif dalam kegiatan budidaya padi. Hal ini setidaknya tercermin dengan kegiatan panen padi di sejumlah daerah yang kebanyakan sudah bisa dilakukan sebanyak 3 kali dalam setahun serta hasil panen yang mencapai 7 ton padi per hektar.
Walaupun begitu, pengetatan kegiatan konversi lahan persaahan menjadi lahan untuk sektor lainnya, tetap harus dilakukan pemerintah agar program swasembada beras tetap berjalan lancar. Misalnya saja dengan menerapkan aturan ketat konversi lahan yang tercantum dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yag telah dibuat oleh pemerintah provinsi dan kabupaten di Indonesia.
Saat ini, dari total 491 Pemda, sudah ada 347 Pemda yang menerbitkan RTRW. RTRW tersebut tentunya akan mengatur bagaimana proses konversi lahan.
Selain itu, pemerintah pusat juga harus terus mendorong pemerintah daerah yang belum menyusun RTRW untuk segera menyelesaikan penyusunan RTRW nya.
Terkait soal perlindungan konversi lahan sawah menjadi lahan non sawah di daerah yang belum punya RTRW, pemerintah pusat juga sebaiknya meminta agar bupati atau walikota di daerah-daerah itu menerbitkan surat keputusan untuk melindungi lahan persawahan.
Jika hal itu bisa dilakukan, maka konversi lahan persawahan secara masif basa dicegah dan produksi beras nasional dapat mencapai volume yang diinginkan.