Harga Acuan Buat Pembelian Gabah Bulog

Peraturan Menteri Perdagangan No. 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah atau Beras dinilai hanya untuk Bulog dalam melaksanakan tugas pembelian gabah petani. Artinya, harga yang tercantum dalam Permendag tersebut menjadi acuan harga Bulog untuk membeli gabah.

Masalahnya, meskipun acuan HPP buat Bulog sudah dinaikkan, namun Bulog diperkirakan tetap sulit mendapatkan gabah karena harga di tingkat petani harga lebih tinggi.

Dede Samsudin, Ketua Gabungan Kelompok Tani,  Sri Asih, Desa Ciptamarga, Kecamatan Jayakerta, Kabupaten Karawang, Jabar menilai, Permendag 24/2020 sifatnya hanya instruksi pada Bulog untuk membeli gabah dengan HPP.

“Permendag itu semacam fleksibilitas atau instruksi ke Bulog agar beli gabah petani di atas HPP yang ditetapkan melalui Inpres,” katanya ketika dihubungi Agro Indonesia per telepon, Sabtu (4/4/2020).

Dia menegaskan, dulu Bulog disarankan selalu membeli gabah petani 10% atau 15% dari HPP sebesar Rp3.700 kg atau seharga Rp4.100/kg-Rp4.200/kg. Nah, sekarang melalu Permendag itu, pembelian gabah oleh Bulog minimal Rp4.200/kg.

Meskipun harga pembelian Bulog dinaikan menjadi Rp4.200/kg, namun tetap saja Bulog kesulitan mendapatkan gabah karena harga di tingkat petani sudah mencapai Rp4.400/kg. Bahkan sekarang sudah ada yang mencapai Rp4.500/kg.

“Bagaimana Bulog bisa mendapatkan gabah kalau harga gabah di tingkat petani sudah lebih tinggi,” tegasnya. Dia menambahkan, harga gabah di Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat, rata-rata di atas Rp4.200/kg.

“Saya dengar harga gabah Rp4.100/kg ada di Jampang, Sukabumi. Itu pun harga di tingkat petani,” tegasnya.

Menurut Dede, Bulog jelas jadi serba salah. Kalau tidak membeli gabah, mereka tidak mempunyai stok. Jika stok melimpah, Bulog sulit juga untuk menjualnya.

Dede menyebutkan, Permendag tersebut hanya berlaku untuk pembelian gabah oleh Bulog. Logika hukumnya, Inpres tidak mungkin diubah oleh Permendag.

Artinya, lanjut Dede, HPP gabah masih tetap seperti yang lama, yaitu Rp3.700/kg. Pemerintah disarankan untuk tetap mengubah Inpres agar kenaikan gabah bisa dinikmati petani.

“Masalahnya, selama ini HPP yang ditetapkan pemerintah selalu di bawah harga gabah di tingkat petani. Dengan demikian, setiap kali ada Inpres kenaikan HPP, kesannya tidak berdampak kepada petani,” tegasnya.

Kesejahteraan petani

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Hendriadi tidak mempersoalkan apakah HPP diatur melalui Inpres atau Permendag, karena sama-sama untuk menaikan harga beli gabah petani.

Seperti diketahui, HPP gabah petani selama ini diatur melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.

Baru kali ini penetapan HPP menggunakan Permendag. Ini pun tidak menyalahi aturan. Apalagi Permendag itu, misalnya, ditujukan kepada Bulog.

“Itu sudah arahan dari Kementerian Sekretariat Negara (Setneg). Permendag yang mengatur HPP gabah petani itu sudah cukup,“ ujar Agung Hendriadi kepada Agro Indonesia, Jumat (3/4/2020).

Agung juga mengatakan, kenaikan HPP ini untuk meningkatkan kesejahteraan petani, “Pada kenyataannya, harga gabah sejak tahun lalu sudah tidak ada yang di bawah HPP sebelumnya. Ini juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” sambungnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Bulog Budi Waseso telah mengusulkan kepada DPR dan Kementerian Koordinator Perekonomian agar HPP GKP, GKG, dan beras diperbarui. Sebab, acuan harga yang ada sudah tidak relevan di pasar karena rata-rata harga sudah mengalami kenaikan. Tidak relevannya HPP menyulitkan Bulog untuk menyerap gabah petani lantaran harga yang terlalu rendah.

Saat ini, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di berbagai sentra padi sudah dihargai di kisaran harga Rp4.000-Rp5.000/kg.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, tujuan Permendag ini adalah untuk mengoptimalkan penyerapan gabah dan beras di tingkat petani. Kebijakan HPP gabah/beras ini diterbitkan bertepatan dengan momentum jelang panen raya yang mundur ke April 2020 dan telah menyesuaikan kondisi harga saat ini.

“Melalui kebijakan HPP ini, diharapkan Perum Bulog akan lebih optimal dalam menyerap gabah/beras dari petani untuk memperkuat stok Pemerintah dan dapat menjamin ketahanan pangan,” ujar Agus.

Selain itu, Agus juga mengatakan bahwa penetapan HPP gabah/beras ini merupakan salah satu langkah Pemerintah dalam memberikan perlindungan dan insentif bagi petani. Yaitu, ketika harga gabah/beras di petani/penggilingan berada di bawah HPP, maka Perum Bulog wajib menyerap sesuai dengan HPP dan tetap memperhatikan syarat kualitas sesuai ketentuan.

Tidak naik

Ketua KTNA, Winarno Tohir berpendapat, penyesuaian harga itu akan memberikan sinyal positif bagi perdagangan gabah ke depan. “Harga itu sebetulnya tidak naik, tapi disesuaikan dengan tingkat inflasi saat ini. Ya, sudah pas dengan harga break event point (titik impas),” katanya.

Permendag No. 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) memang menaikkan harga gabah atau beras sekitar 13%-14% dari acuan sebelumnya. HPP Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani naik dari Rp3.700/kg menjadi Rp4.200/kg sedangkan di tingkat penggilingan naik dari Rp3.750/kg menjadi Rp4.250/kg.

Sementara HPP Gabah Kering Giling (GKG) juga dinaikkan. Di tingkat penggilingan naik dari Rp4.600/kg menjadi Rp5.250/kg sedangkan di gudang Perum Bulog naik dari Rp4.650/kg menjadi Rp5.300/kg. Adapun untuk HPP beras di gudang Bulog juga dinaikkan dari Rp7.300 menjadi Rp8.300/kg.

Winarno menilai, harga baru ini buat petani tidak terasa seperti kenaikan harga. Sebab, nilainya sama seperti harga acuan sebelumnya sejak baru diterapkan pada 2015 lalu. Namun, jauh lebih baik karena harga sudah sesuai dengan tren harga pasar.

HPP tersebut setidaknya akan menjadi harga terendah gabah bagi pasar dan diharapkan harga gabah pasaran akan lebih tinggi dan memberikan keuntungan bagi petani. “Walaupun harga baru itu masih di sekitaran break event point, tapi ya sudah relatif jauh lebih bagus,” ujarnya.

Pihaknya mengingatkan agar pemerintah mengawal aturan baru tersebut. Perlu ada konsistensi untuk menjaga harga komoditas sesuai regulasi untuk menumbuhkan semangat petani. Bulog sebagai BUMN Pangan diharapkan bisa mengawal harga baru itu dan memberikan dampak yang positif bagi iklim usaha padi.

Winarno menyebutkan, agar Bulog bisa lebih optimal dalam melakukan penyerapan gabah nantinya, KTNA mengusulkan agar program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bisa ditangani langsung oleh Bulog selaku pemasok komoditas beras.

Selama ini, sistem BPNT yang menerapkan pasar bebas membolehkan produsen beras swasta untuk bisa menjadi pemasok. Padahal, sebelumnya, dalam program Beras Sejahtera sebelum BPNT berlaku, Bulog menjadi pemasok tunggal.

Perubahan kebijakan itu membuat Bulog kesulitan memasarkan berasnya, sehingga pasokan menumpuk di gudang. Hal itu lantas berimbas pada kemampuan Bulog dalam menyerap gabah petani yang disesuaikan dengan kapasitas gudang.

“Kita sudah sarankan agar tanggung jawab BPNT diserahkan ke Bulog. Ini kan awalnya masalah kualitas beras Bulog yang jelek. Jadi, harusnya diselesaikan dengan Bulog memperbaiki kualitas berasnya, bukan meniadakan fungsi Bulog,” ujarnya.

Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal mengatakan, Permendag 24 Tahun 2020 akan menjadi landasan baru bagi Bulog untuk melakukan pembelian beras.

Bulog dalam melaksanakan penugasan pemerintah untuk melakukan penyerapan gabah dan pengadaan beras. “Benar, kita mulai menggunakan aturan itu untuk menjalankan penugasan pemerintah menyerap gabah,” kata Awaluddin.

Dengan kata lain, kata Awaluddin, Inpres Nomor 5 Tahun 2015 sudah tidak berlaku. Menurutnya, hal itu tidak menyalahi aturan. Sebab, penerbitan Permendag Nomor 24 Tahun 2020 tetap mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.

“Permendag yang baru itu hanya mengatur harganya, sedangkan kita tetap menginduk kepada Perpres yang kedudukannya aturannya lebih tinggi,” tambahnya.

Awaluddin menambahkan, dengan diubahnya acuan harga pembelian pemerintah tersebut, maka akan ada penghitungan ulang untuk penggantian selisih biaya pengadaan.

Sebab, sesuai aturan yang ada, pemerintah tidak mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan oleh Bulog dalam melakukan penyerapan gabah maupun beras. Pemerintah, hanya mengganti selisih antara biaya yang dikeluarkan oleh Bulog dengan harga jual dari Bulog.

Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Kementan, Risfaheri menambahkan, selain menjadi acuan Bulog, harga itu juga berlaku untuk semua pelaku usaha penggilingan. Kementan, kata dia, sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) untuk memastikan proses penyerapan gabah berjalan lancar. Diharapkan, perjanjian itu akan memperkuat penyerapan gabah pada saat musim panen raya tiba sekaligus membantu Bulog yang sudah ditugaskan pemerintah. Atiyyah Rahma/Jamalzen