HPP Pupuk dan Komisaris

Bukan kali ini saja petani menjerit pupuk bersubsidi tidak tersedia di kios pengecer. Sudah sering dan persoalannya selalu sama. Di saat petani membutuhkan karena memasuki musim tanam, mendadak pupuk hilang dan tak ditemui di pasaran.

Meskipun tidak tersedia di lapangan, namun Kementerian Pertanian (Kementan) tidak mau dikatakan pupuk langka. “Siapa bilang pupuk langka. Kalau memang langka tunjukan di daerah mana?” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan Gatot Irianto kepada Agro Indonesia, usai sholat Jumat di Jakarta, pekan lalu.

Dia mengakui, pupuk memang tidak tersedia di kios pengecer, tetapi pupuk cukup banyak di gudang di lini III (Kabupaten) atau di distributor. “Masalahnya pupuk tidak bisa dikirim ke kios karena belum ada surat dari Bupati atau Walikota,” katanya.

Produsen atau distributor bisa saja memasok pupuk ke kios, namun jika belum ada surat dari bupati/wali kota, siapa yang bertanggungjawab? “Kita tidak berani mengirimkan pupuk sebelum ada surat bupati. Kalau dikirim siapa yang bertanggungjawab? Kita sudah menyurati pemerintah daerah,” katanya.

Dia mengakui memang ada wilayah yang Pemda-nya telat menerbitkan surat, sehingga suplai pupuk ke kios terganggu. “Mestinya surat Bupati/walikota itu sudah terbit bulan Desember, tapi ada daerah yang sampai kemarin belum menerbitkan suratnya,” tegas Gatot.

Gatot membantah tidak tersedianya pupuk sekarang ini akibat dari pengurangan volume subsidi. “Pupuk subsidi itu tahun ini jumlahnya 7,7 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan bulanan, tentunya tidak masalah, hanya saja masalah surat kepala daerah yang belum terbit,” ungkapnya.

Untuk memenuhi kebutuhan pupuk per wilayah sudah tertuang dalam Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Jika alokasi bulan Januari kurang, maka alokasi bulan Februari bisa dimajukan. “Bila ada kekurangan, kita akan mengajukan tambahan alokasi pupuk melalui DPR,” katanya.

Menurut Gatot, anggota dewan sudah memberi sinyal persetujuan atas tambahan alokasi pupuk subsidi melalui APBN-P (Perubahaan). “Kita yakin anggota dewan setuju. Dalam Rapat Kerja dengan Mentan mendatang, usulan tambahan alokasi pupuk akan kita bicarakan,” tegas Gatot.

Jangan khawatir

Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen PSP, Suprapti mengatakan, di beberapa daerah seperti Karawang dan Subang, pupuk memang tidak tersedia karena pasok yang dikirim belum mampu memenuhi permintaan petani.

“Pada saat bersamaan permintaan petani cukup tinggi, sehingga ketika pupuk ada di kios langsung habis. Sekarang ini, ada kecenderungan petani membeli pupuk untuk stok, karena mereka khawatir pada saat dibutuhkan pupuk tidak tersedia,” tegasnya.

Suprapti menegaskan, petani tidak perlu khawatir pupuk tidak tersedia karena stok pupuk di distributor cukup. Dari jumlah pupuk subsidi tahun ini sebanyak 7,7 juta ton,  jelas kebutuhan per bulan dapat dipenuhi.

“Kalau memang suatu daerah ada kekurangan, maka mereka bisa menarik alokasi bulan berikutnya untuk dipakai. Untuk kekurangan kita akan ajukan alokasi tambahan kepada Menkeu melalui DPR,” katanya.

Kementan mengajukan volume pupuk subsidi tahun 2014 sebanyak 9,5 juta ton dengan anggaran Rp24 triliun. Namun, anggaran yang disetujui DPR sebanyak Rp21 triliun. Dari jumlah ini, Rp3 triliun-nya dikeluarkan untuk menutupi kekurangan pembayaran subsidi pupuk tahun 2012. Jadi, sisa untuk alokasi subsidi pupuk tahun 2014 adalah Rp18 triliun.

“Dengan dana tersebut, volume pupuk yang disubsidi sebanyak 7,7 juta ton. Kekurangan sekitar 1,8 juta ton akan kita ajukan dalam alokasi tambahan pada APBN-P mendatang,” tegasnya.

Dia mengatakan, Harga Pokok Penjualan (HPP) yang dipakai tahun 2014 adalah HPP pupuk tahun 2012, yakni untuk HPP urea PT Pusri  Rp2.605/kg, Petrokimia Rp 3.514/kg, PT Kujang Rp2.688/kg, PT Pupuk Kaltim Rp3.287/kg dan Urea PIM Rp 4.997/kg.

“Memang HPP antara satu produsen dengan produsen lainnya tidak sama. Hal ini sangat dipengaruhi dengan harga kontrak gas. Jika beli gasnya mahal, maka HPP-nya akan jadi mahal,” tegasnya.

Komisaris

HPP pupuk memang diajukan produsen kepada Dirjen PSP Gatot Irianto, namun usulan ini kemudian dikaji lagi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).  Jadi, HPP yang digunakan adalah yang sudah dikaji oleh BPKP.

Menurut dia, HPP pupuk sengaja dikaji BPKP untuk menghilangkan kecurigaan banyak orang, mengingat beberapa pejabat eselon I Kementan ternyata menjadi Komisaris Utama di industri pupuk, seperti Dirjen PSP menjadi Komisaris Utama di PT Petrokimia Gresik, Dirjen Pertanian Tanaman Pangan, Udhoro Kasih Anggoro, menjadi komisaris Pupuk Kujang, Sekjen Kementan Hari Priyono, komisaris PT Pupuk Kaltim dan Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriwan komisaris PT Pupuk Indonesia.

“Dengan masuknya pejabat di jajaran komisaris, maka industri pupuk lebih transparan. Jadi, tidak benar duduknya pejabat di jajaran komisaris mempunyai kepentingan pribadi,” katanya.

Pernyataan Suprapti ini sepertinya membantah tulisan Abdul Muis di rubrik Opini yang diterbitkan AgroIndonesia (edisi 479) belum lama ini. “Jadi, tidak ada kolaborasi jahat yang bisa menimbulkan ancaman terhadap pangan,” sergahnya.

Suprapti mengatakan, HPP pupuk selalu menggunakan harga yang lama. Contohnya untuk HPP pupuk tahun 2013, HPP yang dipakai adalah HPP tahun 2011. Sementara untuk HPP 2014 masih menggunakan HPP pupuk tahun 2012.

“Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasi agar tidak memakai HPP lama. Untuk HPP yang riil, kita masih banyak kendala,” ungkapnya.

Dia menyebutkan untuk mengatasi kekurangan pupuk subsidi, Kementan mempunyai dua opsi. Pertama, minta tambahan alokasi kepada Menkeu melalui DPR; kedua penyesuaian HPP hasil review BPKP.

Draft HPP pupuk yang disesuaikan untuk jenis Urea rata-rata Rp4.677/kg, SP-36 sebesar Rp5.682/kg, jenis ZA diusulkan Rp3.468/kg, NPK sebesar Rp2.600/kg dan organik Rp8.880/kg.

Menyinggung mengenai kenaikan HPP pupuk, Menteri Pertanian Suswono mengatakan bisa saja hal tersebut dilakukan. “HPP bisa kita tinjau kembali, tetapi tidak kita lakukan dalam waktu dekat ini,” tegasnya.

Dia mengatakan, tidak tersedianya pupuk di kios bukan karena pupuk tidak tersedia, tetapi lebih disebabkan faktor transportasi/angkutan. “Pupuk di distributor cukup tersedia, namun pengiriman ke lini terkendala angkutan. Di samping itu, ada beberapa gubernur, bupati  dan wali kota yang belum menerbitkan surat keputusan. Hal ini yang membuat pengiriman pupuk sampai ke lini IV terganggu,” katanya.

Dia mengatakan, produksi pupuk tidak ada masalah karena stoknya cukup melimpah, hanya saja memang ada beberapa gubernur maupun bupati  dan walikota yang belum mengeluarkan pertauran terkait dengan alokasi pupuk. Padahal, Permentan sudah dikeluarkan November 2013.

Pemerintah tak serius

Sementara itu Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menilai pemerintah tidak serius mengurusi subsidi pupuk. “Soal kelangkaan pupuk ini sudah sering terjadi. Kasusnya selalu mengulang. Terkesan pemerintah tidak serius menyelesaikan masalah kelangkaan pupuk ini,” katanya kepada Agro Indonesia.

Dia menyebutkan, dalam konteks kelangkaan pupuk, petani bukan butuh Surat Keputusan (SK), tetapi yang dibutuhkan pupuk ada dan tersedia di lapangan. “Petani mana tahu kelangkaan pupuk ini karena (alasan) SK gubernur atau bupati belum terbit. Bagi petani, yang penting pupuk tersedia dengan harga yang sesuai harga eceran tertinggi (HET),” katanya.

Winarno menilai, pada awal Januari 2014, hanya 15 kabupaten yang sudah menerima SK gubernur, sedangkan kabupaten yang lain belum menerima. Kini dari sekitar 400 lebih kabupaten, 50% di antaranya sudah terbit SK gubernur/bupati yang terkait dengan alokasi pupuk subsidi.

KTNA menilai, lambannya SK gubernur atau bupati belum terbit karena hampir semua provinsi penerima alokasi pupuk subsidi volumenya berkurang, seperti Provinsi Kalimantan Barat. Tahun lalu, provinsi ini mendapat alokasi pupuk subsidi sebanyak 35.000 ton, tapi kini turun menjadi 25.000 ton.

“Ini dampak dari berkurangnya volume pupuk subsidi, sehingga alokasi per daerah juga berkurang,” katanya. Dia menambahkan, petani tidak keberatan jika HET dinaikkan. “Dari pada sekarang, pupuk tidak ada. Petani hanya menuntut ketersediaan pupuk pada saat mereka membutuhkan,” ungkapnya.

Winarno mengatakan, di beberapa daerah petani membeli pupuk subsidi di atas HET. Hal ini sebenarnya tidak diperbolehkan, namun karena petani membutuhkan, HET tinggi pun tetap dibeli.

Dia mengatakan, di Pekanbaru dalam 3 bulan terakhir ini tidak ada pupuk subsidi, baik di kota maupun di tingkat penyalur tingkat kabupaten. Kalaupun ada, harga pupuk NPK mencapai Rp145.000/karung isi 50 kg, sedangkan jenis urea, ZA dan SP-36 harga masing-masing sekitar Rp120.000 sampai Rp140.000/kg.

“Harga ini jauh di atas HET. Pemerintah kami imbau segera mengatasi kelangkaan ini,” katanya. Winarno juga menyebutkan, berdasarkan laporan KTNA di daerah penyaluran, pupuk subsidi tahun 2013 disinyalir dimainkan di tingkat distributor karena kebutuhan petani melalui RDKK tidak bisa dipenuhi. Jamalzen