Pemerintah punya hajat besar membangun lahan rawa seluas 500.000 hektare (ha). Kegiatan yang diberi nama Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (SERASI) ini tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa ada kerja sama dengan pihak lain.
Sehubungan dengan itu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy mengajak semua stakeholders pertanian turut menyukseskan program SERASI.
Kebijakan ini diimplementasikan melalui kegiatan optimasi lahan rawa (lebak/pasang surut) dengan fokus peningkatan produktivitas dan indeks pertanaman (IP).
Program Optimasi Lahan Rawa SERASI dilaksanakan dalam rangka peningkatan produktivitas dan pendapatan petani dan sudah dan akan dilaksanakan di Provinsi Sumsel seluas 220.000 ha, Kalsel 153.363 ha dan Sulsel 33.505 ha.
“Selain tiga provinsi itu, program SERASI juga dialokasikan di Lampung, Kalteng, Kalbar dan Riau,” katanya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Pertanian Tahun 2019, di Botani, Bogor, Selasa (18/6/2019).
Jenis kegiatan dalam program ini berupa Survei Investigasi dan Desain (SID), Rehabilitasi Jaringan Irigasi, Bantuan Alsintan pra dan pasca panen, bantuan Saprodi, pengembangan usaha melalui Kelompok Usaha Bersama (KUB), Integrasi budidaya serta melibatkan petani milenial.
“Kegiatan ini juga melibatkan TNI-AD dalam pendampingan pelaksanaan kegiatan. TNI-AD membantu dalam koordinasi antara Babinsa dengan petani, dalam pelaksanaan SID, pendampingan proses pengerjaan fisik di lapangan serta membantu memastikan seluruh pekerjaan terlaksana dengan baik,” papar Sarwo Edhy.
Kementan juga terus bekerja dengan para petani yang menggarap lahan rawa tersebut dengan bantuan excavator dan pompa gratis. Raksasa tidur berupa rawa tersebut berhasil dibangunkan, dan terbukti produktif dengan indeks pertanamannya bisa mencapai tiga kali dalam setahun.
“Jika dikembangkan dengan benar, lahan rawa juga bisa memberikan hasil pertanian yang sangat menguntungkan. Agar dapat memanfaatkan lahan rawa dengan tepat, kita harus berani menghadapi tantangan bertani di lahan rawa,” tegasnya.
Untuk urusan cetak sawah, Ditjen PSP dalam 4 tahun terakhir sudah melakukannya kegiatan cetak sawah seluas 215.811 ha. Cetak sawah baru tetap dilaksanakan di samping mengoptimalkan pengembangan lahan rawa.
“Alokasi cetak sawah 2019, sesuai Survei, Investigasi dan Desain (SID) seluas 6.000 ha juga bekerja sama dengan TNI. SID sebagai syarat pelaksanaan dan sudah divalidasi,” ujar Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy mengungkapkan, lokasi pelaksananya di Aceh seluas 500 ha, Lampung (600 ha), Kalimantan Utara (300 ha), Kalimantan Tengah (300 ha), Sulawesi Selatan (1.250 ha), Sulawesi Tengah (1.300 ha), Sulawesi Utara (750 ha) dan Papua seluas 1.000 ha.
Dia menjelaskan, sampai dengan tahun kelima, program cetak sawah sudah merealisasikan lahan seluas 220.000 ha. Sementara target pemerintah adalah 240.000 ha. “Sejak program berjalan pada 2015, Kementan telah merealisasikan 20.070 ha, kemudian pada 2016 menghasilkan 129.096. Lalu 2017 seluas 60.243 ha dan pada 2018 6.000 ha,” katanya
Tahun 2019 ini targetnya seluas 500.000 ha. Tahun depan ditingkatkan menjadi 1 juta ha. “Tahun 2020 pengembangan rawa pasang surut dan lebak 1 juta ha. Kepada Kepala Dinas Pertanian di seluruh Indonesia supaya menginventarisir lahan rawa lebak dan diusulkan ke kami untuk program depan,” katanya.
Kendala
Sarwo menyebutkan, target 500.000 ha yang ditetapkan masih mengalami beberapa kendala di lapangan. Contoh Kalimantan Selatan. Dari 250.000 ha, setelah divalidasi dan verifikasi, luasannya yanggup digarap hanya 120.000 ha.
Begitu juga Sumatera Selatan, dari 250.000 ha ini kesanggupan sekitar 200.000 ha. Kemudian Sulawesi Selatan juga hanya mampu 33.000 ha. “Semoga provinsi lainnya yang sudah mengusulkan, seperti Lampung, Riau dan Kalimantan Tengah itu bisa selesai,” harapnya.
Saat meninjau salah satu lokasi program SERASI di Desa Simpang Lima, Kecamatan, Cintapuri Darussalam, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Sarwo mengatakan, Kementan mengucurkan anggaran Rp600 miliar untuk program SERASI di Kalimantan Selatan.
“SERASI ini juga merupakan sebagai tindaklanjut dari Hari Pangan Sedunia (HPS 2018) di Kalsel. Tujuannya untuk mengoptimalisasi potensi lahan rawa di Kalsel,” ujarnya.
Di lokasi ini, sudah terlihat alat berat bekerja, terpantau benih padi sudah ditanam dan hamparan luas lahan tidur sudah mulai dibuka. Setiap sisinya terlihat dibuat saluran air untuk pengairan.
Di Desa Simpang Lima ini ada lahan tidur seluas 807 ha yang diubah menjadi areal pertanian. “Di Desa Simpang Lima, untuk program SERASI-nya dialokasikan sekitar Rp3,4 miliar. Kalau di seluruh Kalsel seluas 150.000 ha, dengan anggaran sekitar Rp600 miliar,” ungkapnya.
Didampingi Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan, Indah Megahwati, Dirjen Sarwo Edhy melihat-lihat kondisi lokasi yang akan diolah jadi lahan pertanian. Sesekali dia melihat data dan memberikan arahan kepada kelompok tani yang bekerja di areal tersebut.
Dia mengatakan, anggaran yang diterima Kalsel menjadi yang terbanyak kedua dari tiga provinsi yang menerima bantuan program SERASI tahun ini. Anggaran paling banyak dikucurkan di Sematera Selatan, yakni sekitar Rp800 miliar. Sedangkan Sulawesi Selatan hanya ratusan juta.
“Anggaran yang dikucurkan sendiri sesuai dengan luasan lahan yang dikelola. Di mana setiap hektare-nya dianggarkan Rp4,3 juta. Sumatera Selatan anggarannya paling besar, sebab lahan yang diolah juga luas, yakni mencapai 200.000 ha,” sebutnya.
Indah Megahwati menambahkan, Kalsel memiliki lahan rawa hampir 80% dan merupakan potensi besar. Namun, untuk mengoptimalkan potensi tersebut tidak mudah.
Menurut dia, bukan hanya tanahnya yang memerlukan waktu untuk proses perbaikan, Sumberdaya Manusia (SDM), juga menjadi kendala. Dia mencontohkan, lahan yang sebelumnya sudah pemerintah buka untuk budidaya padi, ternyata wilayah itu tidak ada penduduknya, sehingga pemerintah kesulitan mencari yang akan bertanam.
Kendala pemanfaatan lahan di Kalsel, menurut Indah, tidak semudah lahan rawa yang dibuka di Sumatera Selatan yang kemudian dikelola pihak swasta.
Di Kalsel, pemerintah berkeinginan masyarakat setempat ikut berperan mengelola lahan tersebut dengan dibantu pemerintah dan TNI. Karena itu kemudian, pemerintah memberikan contoh cara mengelola lahan rawa dan memfasilitasinya hingga berjalan. Bahkan kini akses di lokasi Jejangkit sudah jauh lebih baik dan desanya pun terbangun.
“Awalnya akses jalanannya tidak bisa dilalui mobil karena hanya jalan kecil. Lalu dengan adanya optimalisasi lahan rawa tersebut akhirnya dibuat jalan untuk mobilisasi alat-alat berat. Jalannya sudah diaspal, listrik juga, pompa besar. Kini, lokasi ini juga ada integrasi ternak ayam, itik, ikan, juga komoditas pertanian lainnya seperti sayuran,” katanya. PSP