KPPU pun Curiga

Kementerian Perdagangan (Kemendag) berjanji melakukan investigasi kepada para importir sapi guna mencari tahu penyebab masih minimnya realisasi importasi sapi siap potong maupun bakalan pada triwulan I tahun 2014 ini.

“Kita akan lihat faktornya, apakah satu atau dua perusahaan/importir saja. Kalau semuanya, ya berbeda ceritanya,” ungkap Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi.

Investigasi tersebut, ungkap Bayu diperlukan mengingat realisasi impor sapi hidup baik sapi siap potong maupun bakalan pada triwulan I (periode Januari-Maret) 2014 belum teralisasi 100%. Data Kemendag menyebutkan, rata-rata impor sapi baru terealisasi sebanyak 60%. Untuk periode Januari-Maret  2014,  Kemendag telah mengeluarkan SPI (Surat Persetujuan impor) untuk sapi indukan sejumlah 2.500 ekor, yang diberikan kepada 1 perusahaan, yaitu PT Sulung Ranch, namun hingga akhir Maret 2014 belum terealisasi.

Rendahnya realisasi impor juga terjadi ada sapi siap potong. Data Kemendag menyebutkan, realisasi impor sapi siap potong baru mencapai 60,06% atau mencapai 15.834 ekor. Padahal, pada periode Januari-Maret, Kemendag telah mengeluarkan izin sebanyak 26.360 ekor kepada 16 perusahaan.

Begitu juga dengan realisasi impor sapi bakalan. Dari total izin yang dikeluarkan sebesar 130.245 ekor kepada 35 perusahaan pada periode Januari-Maret 2014, realisasi impor baru mencapai 112.045 ekor atau 86,2%.

Masih rendahnya realisasi importasi impor sapi hidup itu telah berimbas pada harga jual daging sapi di pasar tradisional atau pasar becek. Hingga akhir pekan lalu, harga adaging sapi di pasar tradisional paling rendah mencapai Rp94.000/kg. Harga itu jauh di atas harga patokan yang ditetapkan Kemendag saat membebaskan impor sapi hidup pada  tahun 2013, yakni Rp76.000/kg.

Melalui Permendag Nomor 46/M-DAG/KEP/8/2013 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan serta Produk Hewan, Kementerian Perdagangan mematok harga daging sapi sebesar Rp76.000/kg. Lewat Permendag itu, tidak ada lagi pembatasan impor sapi dan  pemerintah menggantinya dengan menggunakan mekanisme harga, di mana impor sapi hidup baru dihentikan jika harga jual daging sapi di dalam negeri mencapai Rp76.000/kg.

Penentuan harga referensi sebesar Rp76.000/kg tersebut telah disepakati dalam rapat dengan Menteri Koordinator Perekonomian yang mengambil pertimbangan dari harga daging sapi rata-rata pada tahun 2012 lalu.

Dalam ketentuan tersebut, juga disebutkan adanya kewajiban untuk melakukan realisasi impor hewan dan produk hewan seperti sapi dan daging sapi paling sedikit 80% dari akumulasi persetujuan impor selama satu tahun.

Ketentuan tersebut juga mencakup sistem periodisasi pengajuan permohonan impor sapi dan daging sapi dilakukan per triwulan, di mana masa berlaku Persetujuan Impornya adalah tiga bulan. Dalam Permendag yang berlaku pada 2 September 2013 tersebut, dihapuskan juga mekanisme verifikasi atau penelusuran teknis di negara asal muat barang untuk impor.

Investigasi

Terkait masih rendahnya realisasi impor sapi hidup, Bayu menjelaskan kemungkinan adanya sejumlah faktor yang menjadi penyebab masih rendahnya realisasi impor sapi hidup oleh para importir.

“Jadi, kemungkinan ada perubahan kebijakan sapi bakalan dan sapi indukan dan mengejar permintaan yang meningkat menjelang lebaran. Ramadhan ini jatuh pada bulan Juni-Juli, sedangkan sapi masa penggemukan 3 bulan. Jadi, baru (akhir) Maret akan direalisasikan. Ini adalah salah satu faktor juga,” jelasnya.

Namun, untuk mengetahui duduk sebenarnya, Kemendag akan melakukan investigasi terhadap importir dalam merealisasikan importasi sapi siap potong, sapi indukan dan sapi bakalan selama periode tersebut.

Kemendag sendiri tidak bisa memastikan apakah ada kegiatan kartel atau tidak adalam kegiatan importasi sapi hidup di Indonesia. Pasalnya, pihak yang berwenang menetapkan status perusahaan atau importir apakah melakukan kartel atau tidak adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

“Kemendag tidak bisa menetapkan sebuah perusahaan melakukan kartel atau tidak. Itu domain KPPU sesuai dengan UU Nomor 5 tentang Monopoli,” ujar Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan, Lasminingsih.

Menurutnya, Kemendag hanya bisa menindak pelaku usaha atau importir yang nakal sesuai dengan aturan yang terdapat dalam UU Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dengan tuduhan melakukan penimbunan.

Dalam sebuah pasal di UU Perdagangan itu, yakni pasal 107, para pelaku penimbunan bahan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang terancam terkena denda Rp50 miliar atau kurungan selama lima tahun.

“Jika pelaku usaha menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang penting itu termasuk pidana ekonomi,” ujarnya.

Namun, berdasarkan Undang-Undang Perdagangan yang baru disahkan pada Januari 2014 tersebut, para pelaku usaha diperbolehkan atau dapat melakukan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu. Penyimpanan tersebut diperbolehkan jika dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan barang yang akan didistribusikan. “Untuk jangka waktu ini,  masih dirumuskan,” papar Lasminingsih.

KPPU selidiki

Masih tingginya harga daging sapi di pasar tradisional atau pasar becek juga telah membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) curiga kalau ada pihak-pihak yang memang memainkan peran untuk menjaga agar harga daging sapi tetap tinggi.

“ KPPU kini terus memantau dan mengawasi kegiatan para importir sapi siap potong dan bakalan,” ujar Komisioner KPPU, Munrohim Misanam.

Menurutnya, kecurigaan akan adanya aksi jahat itu disebabkan hingga saat ini harga daging sapi di dalam negeri belum juga mencapai keseimbangan, dimana harga jual di dalam negeri tidak sesuai dengan kondisi harga di luar negeri.

“KPPU menduga ada permainan atau ada upaya menahan pasokan sehingga harga jual daging sapi di pasar dalam negeri tetap bertahan tinggi,” jelasnya.

KPPU mengaku heran mengapa keseimbangan harga daging sapi di dalam negeri belum juga bisa dicapai meski pemerintah telah memberikan relaksasi kepada importir untuk mengimpor sapi siap potong, bakalan dan indukan.

“Kami sedang mendalami kondisi ini, apakah ada usaha secara sistematik dari sekelompok pelaku usaha untuk membuat harga daging sapi tetap tinggi atau memang kondisi tersebut memang fakta apa adanya,” ucap Munrohim.

Menurutnya, KPPU saat ini tengah melakukan penyelidikan dan memantau tindak-tanduk importir sapi siap potong, bakalan dan indukan. “Jika sudah ada bukti kuat, akan kami umumkan segera,” paparnya. B Wibowo