Pemerintah benar-benar menerapkan kebijakan baru untuk mengatasi tingginya harga daging sapi di dalam negeri, yakni membuka impor daging kerbau dari India, negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK).
Daging kerbau impor itu sejak awal September ini mulai membanjiri pasaran di dalam negeri setelah Perum Bulog, yang ditunjuk pemerintah, merealisasikan izin impor 10.000 ton daging kerbau dari India.
“Daging kerbau ini dikirim secara bertahap. Sebelum September selesai, sudah masuk semua (dagingnya),” kata Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti.
Hingga Selasa (13/9), impor daging kerbau yang telah masuk mencapai 5.300 ton, di mana 1.400 ton telah selesai diperiksa oleh karantina, dan 1.500 ton telah lolos persyaratan SPS (Sanitary dan Phytosanitary). “Di pelabuhan mungkin ada sekitar 2.000, sisanya di gudang masih proses verifikasi karantina,” ucap Djarot, pekan lalu.
Menurutnya, daging kerbau adalah alternatif bahan pangan dari daging sapi yang saat ini harganya tinggi. Apalagi, daging kerbau memiliki zat besi yang lebih tinggi dari daging lainnya. Selain itu, dari segi protein, daging kerbau lebih unggul bila dibandingkan dengan protein yang didapat dalam daging sapi. Bahkan, menurut beberapa penelitian, lemak yang terdapat pada daging kerbau tidak sebanyak daging sapi.
Djarot mengatakan, setelah 10.000 ton daging kerbau masuk ke Indonesia pada bulan September ini, Perum Bulog juga mendapatkan tambahan dari pemeritah untuk mengimpor 60.000 ton daging kerbau. Komoditas pangan itu akan masuk ke Indonesia pada periode Oktober hingga Desember 2016.
Djarot menyatakan, alasan Bulog mengimpor daging kerbau dari India dikarenakan negara tersebut memiliki populasi kerbau terbesar di dunia. Selain itu, kerbau di India sebagian besar diperuntukkan sebagai penghasil susu dan daging. “Jadi, bukan kerbau pekerja.”
Kerbau di India pun dikenal memiliki perawatan, populasi, dan kesehatan yang memadai. ”Harganya juga lebih murah,” ujar Djarot.
Jika dibandingkan dengan harga daging sapi di pasaran yang kini masih berada di atas Rp110.000/kg, harga daging kerbau memang jauh lebih murah. Harga daging kerbau dipatok Perum Bulog sebesar Rp65.000/kg di tingkat konsumen. “Untuk tingkat pengecer, kami mematok harga sebesar Rp60.000/kg-nya,” tuturnya.
Bahkan, harga jual Perum Bulog akan lebih murah lagi untuk pihak yang membeli daging kerbau dari India dalam jumlah besar. Perum Bulog akan mematok harga jual Rp56.000/kg kepada pembeli di atas 50 ton.
Berapa modal Bulog? Sejauh ini tidak dibeberkan. Namun, dari beberapa sumber Agro Indonesia, modal Bulog untuk mengimpor daging kerbau antara Rp43.000-Rp45.000/kg. Dengan demikian, margin yang diraup Bulog sekitar Rp11.000-Rp13.000/kg. Dengan kata lain, dari penugasan impor daging India, cuan yang bakal dikantongi Bulog dari impor 10.000 ton saja sudah Rp110-130 miliar! Jadi, bisa dibayangkan jika volume impor makin besar.
Diminati masyarakat
Sementara itu, dengan harga jual yang lebih murah, daging kerbau India mulai banyak diminati masyarakat. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui kalau daging kerbau impor itu banyak diminati masyarakat dan berharap hal ini akan mampu menggandoli harga daging sapi yang masih tinggi. “Daging kerbau dari India banyak diminati masyarakat dan hal ini bisa menjadi bagian dari upaya pemerintah menekan harga daging sapi di dalam negeri,” ujarnya.
Kondisi itu memang terlihat di sebuah hypermarket yang menjual daging kerbau impor dari India. Menurut petugas di hypermarket yang terletak di kawasan Cakung itu, peminat daging kerbau cukup tinggi. Apalagi, daging kerbau itu dijual dalam bentuk segar (chilled) dan dalam kemasan 3 ons, 5 ons dan 1 kilogram. “Kami menjualnya dengan harga Rp6.500/ons atau Rp65.000/kg,” ujar petugas di hypermarket tersebut.
Dengan tingginya minat masyarakat terhadap daging kerbau itu, Mendag pun tak ragu lagi untuk memberikan tambahan alokasi impor komoditas pangan tersebut kepada Perum Bulog. “Kami akan memberikan tambahan alokasi impor daging kerbau kepada Perum Bulog,” jelas Enggar.
Besarnya minat terhadap daging kerbau juga ditunjukkan oleh industri makanan berbasis daging. Mereka meminta pemerintah untuk boleh mengolah daging kerbau menjadi bahan pangan industri daging olahan karena kesulitan impor daging sapi.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi Lukman mengatakan, perbedaan harga daging sapi Australia dengan kerbau mencapai 60% meski ada perbedaan kualitas.
Menurutnya, daging kerbau dapat diolah menjadi berbagai produk makanan seperti sosis, kornet, dan bakso. “Kalau sudah jadi tidak ada bedanya. Coba saja beli produk Malaysia, misalnya bakso Malaysia,” ucapnya usai bertemu dengan Menteri Perindustrian, Airlangga Sutarto, pekan lalu.
Hanya Perum Bulog
Importasi daging kerbau saat ini hanya bisa dilakukan Perum Bulog karena pemerintah memang hanya menunjuk lembaga ini sebagai eksekutor kebijkan impor daging kerbau yang diputuskan melalui Rakortas. Pelaku industri berbsis daging dan distributor lainnya dapat membeli daging kerbau itu kepada Perum Bulog.
Ditunjuknya Perum Bulog sebagai satu-satunya importir daging kerbau mendapat dukungan dari kalangan DPR. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Herman Khaeron menyatakan, penunjukkan Bulog itu dilakukan agar pasokan daging kerbau bisa dikendalikan dengan baik.
“Ini betul-betul harus terproteksi dan kalau ini untuk menstabilkan harga daging di pasaran, pemerintah harus membatasi agar impor ini hanya bisa dilakukan oleh Bulog saja,” ujar politisi dari Partai Demokrat itu..
Walaupun demikian, dia juga meminta pemerintah untuk tidak terlena dengan importasi daging kerbau saja tanpa memikirkan pengembangan peternakannya di dalam negeri. “Pemerintah juga harus memikirkan nasib para peternak dalam negeri. Kalau daging kerbau dijadikan alat untuk menekan pasar, tentunya peternakan kerbau dalam negeri juga bisa dikembangkan. Karena kan harga jualnya bisa jauh lebih murah dari pada daging sapi. Apalagi, republik ini sangat mampu untuk budidaya kerbau” ujarnya.
Dia meminta pemerintah jangan hanya memikirkan bagaimana menurunkan harga daging semata. Tetapi pemerintah juga harus memikirkan nasib para peternak dalam negeri.
Impor hadapi Lebaran
Melambungnya harga daging sapi pada saat bulan puasa dan menjelang Lebaran juga sudah mulai diantisipasi pemerintah dan daging kerbau kembali menjadi andalan. Pemerintah akan memberikan alokasi impor daging kerbau kepada Perum Bulog sebanyak 30.000 ton yang dapat diimpor sejak awal Januari 2017 hingga Juni 2017.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam rapat stabilisasi harga dan ketersediaan pangan, pekan lalu, menjelaskan bahwa pemerintah akan mengimpor daging kerbau hingga 100.000 ton, di mana izin impor akan diberikan hingga Juni 2017.
“Kami menargetkan impor daging hingga 100.000 ton. Namun, sebanyak 70.000 ton (akan dilakukan) hingga akhir Desember 2016, sisanya 30.000 ton untuk persiapan puasa dan Lebaran,” ucapnya.
Selain impor daging kerbau, untuk menstabilkan pasokan dan harga daging, pemerintah juga telah menetapkan harga acuan terhadap komoditas daging sapi dan daging kerbau.
Melalui, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63 tahun 2016 tentang penetapan harga acuan pembelian di petani dan harga acuan di konsumen, pemerintah menetapkan harga acuan terhadap tujuh komoditas pangan, termasuk daging sapi dan kerbau.
Untuk harga acuan di tingkat konsumen, harag daging sapi beku dipatok sebesar Rp80.000/kg. Sedangkan untuk daging kerbau beku harga acuan di konsumennya dipatok sebesar Rp65.000/kg.
Sementara untuk daging sapi segar, harga acuan di tingkat konsumen untuk jenis daging paha depan adalah Rp98.000/kg. Sedangkan untuk daging paha belakang, harga acuan tingkat konsumennya sebesar Rp105.000/kg.
Dalam Permendag itu, jika harga daging sapi beku dan daging kerbau beku berada di atas harga acuan, maka lembaga yang ditunjuk sebagai eksekutor dari kebijakan tersebut, yakni Perum Bulog akan melakukan operasi pasar.
Disebutkan pula di Permendag yang diterbitkan tanggal 8 September 2016 ini, dalam melakukan pembelian atau penjualan terhadap komoditas pangan tersebut, Perum Bulog dapat bekerja sama dengan BUMN, BUMD dan pihak swasta. B Wibowo