Bulog Kebanjiran Daging India

Perum Bulog secara bertahap mulai memasukkan daging kerbau beku asal India sebanyak 9.500 ton. Sejauh ini, daging kerbau beku eks impor itu sudah masuk 1.800 ton di gudang Bulog dan sudah didistribusikan ke pasar-pasar sebanyak 850 ton.

Belum tuntas dan bagaimana evaluasi pelaksanaan stabilisasi daging eks India ini, Bulog sudah mengajukan tambahan impor 70.000 ton lagi sampai Desember 2016. Surat Bulog yang memohon rekomendasi impor tambahan ini sudah diterima Kementerian Pertanian (Kementan). Tidak lama lagi rekomendasi impor akan diterbitkan.

“Minggu ini surat permohonan rekomendasi impor daging kebau asal India sudah kami terima. Setelah kita kaji dan pelajari, mungkin minggu depan (minggu ini, Red.)  rekomendasi sudah diterbitkan,” kata Plt Dirjen Peternakan dak Kesehatan Hewan, Hari Priyono kepada Agro Indonesia di Jakarta, Jumat (16/9).

Menurut dia, tambahan impor daging kerbau sebanyak 70.000 ton asal India sudah dibahas dalam Rakortas. Jadi, penerbitan rekomendasi izin impor tidak masalah.

“Soal Bulog yang ditunjuk sebagai pelaksana impor, itu ada di tangan Menteri BUMN. Yang menugaskan Bulog itu Menteri BUMN,” tegas Hari Priyono, yang juga menjabat sebagai Sekjen Kementan.

Meskipun pemerintah sudah memasukan daging kerbau (buff meat), namun harga daging sapi (beef meat) di pasaran masih tetap tinggi. Untuk menekan harga ini, maka pemerintah membuat patokan harga daging sapi antara Rp60.000/kg-Rp80.000/kg. “Dengan patokan harga ini, saya yakin harga daging akan turun,” katanya.

Dia juga mengatakan, dengan harga patongkan ini, pemerintah sudah memperhitungan harga daging sapi dari peternak lokal. “Mungkin pendapatan peternak akan turun, tapi mereka tidak rugi. Sebab, dengan harga patokan itu, maka harga sapi hidup di tingkat peternak sekitar Rp32.000/kg hidup. Dengan harga ini, peternak sudah mendapat keuntungan,” tegasnya.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman sendiri pernah mengatakan, dia tak ambil pusing dengan tingginya harga daging sapi. Dia menyebutkan, saat ini sudah tersedia alternatif daging kerbau yang harganya lebih murah. “Harga daging kerbau Rp65.000/kg di end user (konsumen),” tegas.

Menurut Amran, saat ini yang terpenting adalah sumber protein bagi masyarakat bisa terpenuhi dengan harga yang murah, sehingga tidak perlu meributkan apakah daging kerbau atau daging sapi. “Intinya, bagaimana protein tersedia untuk rakyat. Itu yang kita kedepankan,” tegasnya.

Dia mengatakan, jika terus mengandalkan daging sapi yang mahal dan pasokannya belum tersedia penuh di dalam negeri, dikhawatirkan masyarakat akan semakin sulit memperoleh sumber protein.

“Konsumsi daging kita baru mencapai 2,5 kg/kapita/tahun. Negara tetangga konsumsi dagingnya sudah mencapai 25 kg/kapita/tahun,” ujarnya.

Peternak rakyat hancur

Namun, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana tegas menyatakan tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang membuka kran impor daging kerbau dari India.

Alasan PPSKI jelas. Impor dilakukan dari negara yang belum bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). “Kalau kelak muncul penyakit PMK di dalam negeri, siapa yang mau bertanggungjawab?” katanya.

Selain itu, harga daging kerbau jelas akan mempengaruhi harga pasar, sehingga peternak sapi potong tidak punya daya tawar, yang akhirnya usaha ternak sapi potong pun hancur.

Menurut Teguh, untuk menyediakan protein hewani semestinya pemerintah tidak harus membuka kran impor. “Meskipun sekarang ini belum terbiasa makan daging kerbau, tapi lama kelamaan mereka akan senang,” katanya.

Teguh memberi contoh. Tahun 1970-an masyarakat Indonesia belum terbiasa makan daging ayam ras. Masyarakat saat itu lebih suka ayam kampung. Namun, lama kelamaan, masyarakat Indonesia pun akhirnya mengkonsumsi daging ayam ras.

“Kasus ini bisa terjadi pada daging kerbau, di mana saat ini masyarakat mungkin belum suka. Tapi karena disodori dengan harga daging kerbau yang lebih murah dari sapi, tidak menutup kemungkinan kelak masyarakat akhirnya suka mengkonsumsi daging kerbau,” tegasnya.

Dia mengatakan, para peternak sampai saat ini masih menunggu keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) yang meminta uji materi UU No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Keputusan ini penting untuk menentukan masa depan sapi potong nasional. “Gugatan kita pernah menang di MK, terkait dengan impor dari zone based,” katanya.

Aspidi tak yakin

Berbeda dengan PPSKI, Direktur  Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi), Thomas Sembiring menyatakan tidak yakin harga daging dalam negeri bisa turun secara signifikan, meskipun pemerintah — melalui Bulog — telah memasukkan daging kerbau asal India beberapa waktu lalu. “Saya tidak yakin daging kerbau itu bisa menurunkan harga daging sapi di pasaran,” katanya.

Thomas menyebutkan, harga daging tidak bisa serta-merta diatur oleh pemerintah. Sebab, konsumen daging di dalam negeri tidak hanya satu jenis. “Kan kita juga punya konsumen level atas, dan itu terbiasa makan daging sapi. Mahal sekalipun, mau Rp500.000/kg pun, mereka pasti beli. Ini kan tergantung preferensi konsumen,” ujarnya yakin.

Dia menyebutkan, sebagian konsumen di republik ini sangat penduli dengan aspek kesehatan dari daging yang tersedia. Menurut Thomas, keraguan terhadap cemaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada daging kerbau dari India belum bisa dihilangkan begitu saja. “Dia (India) bebas (penyakit) sih tidak. Tapi punya program pengendalian. Tidak ada jaminan itu bebas penyakit. Siapa yang bisa jamin?” tegasnya.

Buat konsumen, perbedaan daging kerbau (buff) atau daging sapi (beef) mungkin hanya di soal rasa. Apalagi, jika dikaitkan dengan isu kesehatan, salah satu produsen daging kerbau India yang produknya diimpor Bulog, Allana Group, malah mengklaim di situs mereka bahwa dari hasil uji ternyata daging kerbau lebih rendah kandungan kolesterol (40%) dan kalorinya (55%) serta lebih tinggi 10% kandungan protein mineral dan vitamin lainnya dibandingkan daging sapi. Jamalzen

Tidak Selesaikan Masalah

Kebijakan pemerintah membuka kran impor daging, terutama daging kerbau dari India, dinilai tidak akan menyelesaikan masalah harga daging dalam negeri. Mengapa? Karena harga jual daging kerbau oleh importir Bulog sudah cukup mahal.

Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Joni Liano menegaskan, kehadiran daging kerbau tidak menyelesaikan masalah harga daging dalam negeri. “Harga jual dari Bulog cukup mahal,” katanya.

Informasi dari Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI) menyebutkan, harga jual daging kerbau dari India yang diimpor Bulog sekitar Rp63.000/kg-Rp65.000/kg. Harga ini dinilai mahal mengingat harga daging kerbau sampai di Indonesia tidak lebih dari Rp55.000/kg.

Menurut Joni, kehadiran daging kerbau ini lebih pada program penyediaan sumber protein yang murah untuk masyarakat. “Tujuan impor daging kerbau hanya untuk memperbanyak pilihan sumber protein,” ujarnya.

Dia mengaku sangat setuju pemerintah menyediakan pilihan protein sebanyak-banyaknya. Hanya saja, harusnya protein hewani itu tidak dari India — negara yang belum bebas PMK. “Banyak sumber protein lain, ada daging ayam, kambing, domba dan kelinci yang harganya relatif terjangkau,” tegasnya.

Menurut dia, daging kerbau yang didatangkan dalam kondisi beku tersebut belum efektif menggeser harga daging sapi di pasaran. “Buktinya, Lebaran kemarin harga masih tinggi. Padahal, sudah digelontorkan daging murah,” tegasnya.

Untuk impor daging kerbau, pemerintah memang hanya menugaskan Bulog untuk mengimpor sebanyak 9.500 ton dari India. Dari kuota impor sebanyak itu, diperkirakan sampai akhir September 2016 ini sudah masuk semua ke Indonesia.

Direktur Pengadaan Bulog, Wahyu pernah mengatakan, Bulog sebenarnya tidak mengurusi soal daging sapi, tetapi  karena harga daging dalam negeri masih mahal, akhirnya  pemerintah menugaskan Bulog untuk melakukan impor .

“Sebelumnya PT Berdikari diinstruksikan pemerintah untuk impor. Tapi jelang bulan puasa, pemerintah perintahkan Bulog lakukan impor. Impor ini untuk jaga ketersediaan daging sapi dan juga untuk tekan harga hingga Rp80.000/kg” katanya.

Meskipun realisasi impor belum mencapai 100%, namun Bulog sudah minta tambahan impor daging kerbau sebanyak 70.000 ton. Direktur Utama Bulog, Djarot Kusumayakti mengungkapkan, pihaknya akan mengajukan usulan tambahan kuota impor baru sebanyak 70.000 ton untuk kebutuhan sampai akhir tahun 2016.

“Karena ini menjadi test case (9.500 ton), dan akan kita susul dengan importasi berikutnya agar betul-betul terjadi pemenuhan daging kerbau ke masyarakat,” katanya.

Dia menyebutkan, pihaknya akan mengajukan permohonan kuota  sampai Desember sebanyak 70.000 ton daging kerbau. “Sekarang kan baru 9.500 ton. Kita minta tambahan 70.000 ton lagi agar bisa menekan harga daging di pasar,” katanya.

Djarot menyebutkan, soal usulan tambahan kuota impor daging kerbau India,  pihaknya sudah membicarakannya ke Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

“Selalu bertahap. Kami baru minta izin dari Pak Mendag dan Pak Mentan. Sebelumnya sudah dapat dukungan dari Menteri BUMN, juga sudah dapat dukungan dari Menko, tinggal sekarang minta izinnya,” ucapnya.  Jamalzen